Kita mungkin masih ingat mengenai pengrusakan lokasi tradisi sedekah laut di Bantul oleh sekelompok orang dari agama tertentu pada tahun 2018 yang lalu. Mereka menganggap tradisi tersebut sebagai musyrik. Hal ini merupakan prasangka menyakitkan karena tuduhan yang diberikan nyaris tanpa bukti dan memiliki sikap yang tidak fleksibel. Dalam konteks ini, penggunaan prasangka yang diberikan adalah lewat penggunaan label musyrik.
Meski tidak secara langsung menyinggung mengenai ritual Saparan Bekakak, tetapi hal ini perlu menjadi perhatian karena bisa saja suatu saat nanti terulang kembali. Hal ini mengingat antara ritual sedekah laut dan Saparan Bekakak memiliki prosesi yang sangat berpotensi dituduh musyrik. Lalu bagaimana cara kita menyikapi hal ini?
Sebagai warga negara Indonesia yang memiliki beragam budaya, maka toleransi adalah hal yang wajib terus menerus digaungkan. Keanekaragaman budaya lokal seperti Saparan Bekakak dengan segala filosofi yang terkandung di dalamnya harus terus kita jaga dan lestarikan agar tidak lekang oleh waktu dan dapat dinikmati hingga anak cucu kita kelak.
Salam hangat
  Â
Sumber:
Aflaklah, M.S. (2016, Desember 22). Begini Kisah di Balik Upacara Bekakak Yogyakarta. Diakses pada 15 Desember 2020 dari sini
Pertana, P.R. (2018, Oktober 15). Mereka yang Mengecam Pembubaran Tradisi Sedekah Laut di Bantul. Diakses pada 15 Desember 2020 dari  sini
Samovar, Larry A., et al. Komunikasi Lintas Budaya. Salemba Humanika, 2014.
Sutriningsih, Elisabeth. (2013, Desember 22). Bekakak, Ritual Masyarakat di Ambarketawang, Jogja. Diakses pada 15 Desember 2020 dari sini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI