Pada 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB, di kediamannya di Jalan Cendana, Soeharto membacakan surat pernyataannya mundur sebagai Presiden RI, yang berlaku saat itu juga. Berakhirlah dengan tragis kekuasaan Soeharto yang sebelumnya sangat kuat.
MPR
Memang Ketua MPR Bambang Soesatyo, Wakil ketua MPR dari PPP, Asrul Sani, dan Wakil Ketua MPR, dari PKS Hidayat Nur Wahid, sama-sama menyangkal mereka mempunyai rencana untuk mengubah periodisasi masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode, atau perubahan lainnya, selain rencana menghidupkan kembali GBHN (yang akan diberi nama Pokok-Pokok Haluan Negara, PPHN). Katanya, tidak ada niat, dan dibicarakan secara internal saja pun tidak pernah.
Tetapi, sebagaimana dikutip dari Koran Tempo (17/3/2021), pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari mengakui, pada 2016, lembaganya, Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas pernah bekerjasama dengan Lembaga Kajian MPR mengadakan acara diskusi tentang wacana amendemen UUD 1945 untuk menghidupkan kembali GBHN.
Acara diskusi itu dihadiri oleh beberapa pakar hukum tata negara. Ketika itu ada pakar yang mendukung, ada yang menolak amendemen. Pusako, salah satu yang menolak. Sejak itu, Pusako tidak  pernah lagi diundang MPR membahas wacana amendemen UUD 1945.
Salah satu alasan mereka yang menolak adalah adanya kekhawatiran amendemen itu jika dilaksanakan akan melebar ke pasal-pasal lain juga, bukan hanya tentang GBHN. Gelagatanya ada. Yaitu, adanya usulan dalam diskusi-diskusi berikutnya yang datang dari anggota MPR, untuk juga mengembalikan kewenangan memilih presiden dan wakil presiden kepada MPR (Pasal 3 UUD 1945). Alasannya karena pemilihan langsung oleh rakyat membutuhkan biaya yang terlalu besar.
Ketika itu dalam diskusi pihak MPR juga mengajukan usulan untuk mengubah masa jabatan presiden dan wakil presiden dari lima tahun dalam satu periode menjadi 7-8 tahun dalam satu periode. Ketika itu belum ada wacana untuk mengubah periodisasi masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Dari pengalaman Feri Amsari itu mengindikasikan bahwa dari kalangan MPR ada yang mempunyai keinginan untuk selain menghidupkan kembali GBHN juga sekaligus mengubah masa jabatan presiden.
Namanya politik, semuanya bisa berubah drastis kelak. Sekarang, memang tidak, tetapi kelak? Siapa yang berani menjamin MPR tidak akan berubah kelak. Seperti biasa, mereka akan selalu mengatasnamakan rakyat. Â "Jika rakyat menghendaki", maka amendemen itu harus dilakukan.
Seperti pernyataan Wakil Ketua MPR dari PKB, Jazilul Fawaid. Yang menyatakan, ia setuju dengan perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode, jika itu memang kehendak rakyat.
Demikian juga dengan politisi dari Partai Gerindra, Arief Puyuono, yang setuju dengan perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode, agar Jokowi dapat dan bersedia menjadi presiden untuk ketiga kalinya, dengan alasan demi kesinambungan pembangunan nasional dan mengatasi masalah pandemi Covid-19. Seolah-olah tiada orang lain selain Jokowi yang bisa bekerja dengan sama baiknya atau bahkan lebih baik lagi.