Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kerumunan Jokowi

3 Maret 2021   23:41 Diperbarui: 3 Maret 2021   23:43 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jika faktanya justru melempar-melempar sovenir, itu sama halnya tidak menghargai rakyat karena dalam etika ketimuran itu sangat tidak pas," katanya.

Benny K Harman dan Bukhori Yusuf, dan para oposan lainnya, hanya melihat yang kasat mata saja, dan hanya dari video yang berdurasi cuma 30 detik itu, tetapi berani mengambil kesimpulan dan menghakimi Jokowi seperti itu.

Seperti yang dikatakan Benny, mereka itu hanya melihat yang kasat mata dari video yang viral itu. Tidak mencari tahu lebih jauh lagi peristiwa apa sebenarnya yang terjadi di balik yang kasat mata itu, dan dengan obyektif menganalisanya.

Jika itu mereka lakukan dengan jujur, maka mereka akan sadar bahwa yang sesungguhnya yang terjadi tidak seperti yang hanya kasat mata itu saja. Tetapi sebagaimana saya ilustrasikan di atas.

Mengaitkan pemberian bingkasan Jokowi dengan terbentuknya kerumanan itu, merupakan suatu kesimpulan yang keliru. Kerumanan itu terjadi bukan karena Jokowi membagi-bagikan bingkisan, tidak juga bertambah banyak karenanya. Kerumunan sudah terbentuk beberapa jam sebelum Jokowi tiba di situ. Ada tidak ada bingkisan tetap sebegitu banyaklah kerumunan itu. Pemberian bingkisan itu juga tidak banyak, hanya sekitar tiga-lima kali Jokowi terlihat membagikan.

Mempermasalahkan cara Jokowi membagi-bagikan bingkisan dengan cara melemparkannya ke kerumunan dengan tuduhan tidak beretika dan beradab jelas merupakan tuduhan yang berlebihan dari upaya mencari-cari kesalahan Jokowi.

Membagi bingkisan kepada kerumunan dengan cara melemparkannya ke arah kerumunan merupakan suatu hal yang lazim, tidak ada kaitannya dengan etika atau peradaban. Karena dengan cara itu bingkisan yang terbatas jumlahnya dibagikan secara acak, karena tidak mungkin membagikannya satu persatu.

**

Entah apa kaitannya dengan tupoksi MUI, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas ikut-ikutan menghakimi Jokowi. Melalui pernyataan tertulisnya yang dibagikan kepada media, ia mempersamakan kasus kerumunan Jokowi itu dengan kasus hukum Rizieq Shihab yang ditahan dan diproses hukum karena kerumunan saat melakukan beberapa kegiatan di Jakarta dan Megamendung, Bogor, 13-14 November 2020 lalu.

Ia mendesak polisi bertindak adil dengan juga memproses hukum Jokowi. Ia mengatakan, karena Rizieq Shihab ditahan, maka seharusnya Presiden Jokowi juga ditahan, tetapi karena dia Presiden, tentu negara akan kacau jika seorang Presiden sampai ditahan. Oleh karena itu, ia mengusulkan supaya adil, Jokowi dan Rizieq dikenakan hukuman membayar denda saja, tidak perlu ditahan, dan kasus selesai. Rizieq dibebaskan.

Pernyataan Anwar Abbas yang di luar tupoksi MUI tersebut langsung mendapat klarifikasi dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Infokom KH Masduki Baidlowi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun