Menuduh Tempo sebagai media yang bisa dibayar untuk menulis berita sesuai dengan pesanan adalah sebuah fitnah, kecuali dapat dibuktikan secara hukum memang demikian.
Percuma Mem-bully Tempo
Majalah Tempo pernah bertahun-tahun menghadapi rezim otoriter diktator Soeharto. Tempo adalah salah satu media kritis yang paling tidak disukai Soeharto. Tempo dibredel pertama kali pada 12 April 1982, karena pemberintaannya mengenai kerusuhan yang terjadi di kampanye Golkar.
Pada 25 Juni 1994, batas kesabaran Presiden Soeharto habis, ia memerintahkan Menteri Penerangan Harmoko membredel untuk selamanya  tiga media sekaligus yang kritis terhadap pemerintahannya, yaitu majalah Tempo, majalah Editor, dan tabloid Detik. Namun alih-alih menjadi waktu kematian bagi kebebasan pers, kejadian tersebut malah menjadi momentum perlawanan terhadap kebebasan pers.
Majalah Tempo dibredel gara-gara laporan utamanya mengenai indikasi korupsi di balik pembelian 39 kapal perang bekas Jerman Timur  oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi B.J. Habibie. Pemberitaan itu membuat Soehato sangat marah, dengan alasan dapat membahayakan stabilitas nasional, majalah Tempo dibredel untuk selamanya.
Dalam sejarah pemerintahannya rezim Soeharto sudah berkali-kali membredel media yang tidak disukai pemberitaannya, termasuk harian Kompas, yang dibredel pada 21 Januari 1975 karena pemberitaan tentang unjuk rasa mahasiswa yang menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden.
 Jika biasanya media yang dibredel selalu pasrah saja ketika dibredel, kali ini Tempo melawan. Sejumlah wartawannya melakukan unjuk rasa di gedung DPR menolak pembredelan. Suatu hal yang tabu di era itu.
Tempo, dipimpin  Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad dan Pimpinan Redaksi ketika itu,  Bambang Harymurti membuat sejarah dengan untuk pertamakalinya secara terbuka melawan dengan mengajukan gugatan ke PTUN.
Tak terduga, pada 3 Mei 1995 Hakim PTUN ketika itu Benyamin Mangkoedilaga memenangkan Tempo, dengan membatalkan perintah pembredelan dari Menteri Penerangan Harmoko tersebut. Tetapi dengan berbagai alasan majalah Tempo belum bisa  terbit kembali sampai tiga tahun kemudian, setelah Soeharto lengser.
Setelah Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, era kekuasaan Orde Baru pun berakhir. Era reformasi dimulai, termasuk bangkitnya kebebasan pers.
Majalah Tempo terbit kembali pada 6 Oktober 1998 dengan laporan utamanya mengenai kasus pemerkosaan yang menimpa perempuan-perempuan Tionghoa selama kerusuhan Mei 1998.