Jual beli tanah harus di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pembeli harus yakin bahwa pihak penjual benar-benar adalah pemilik tanah yang hendak dijual itu dengan pembuktian sertifikat hak atas tanah atas nama penjual. Jika pembeli masih ragu-ragu, bisa dicek status tanahnya di kantor Badan Pertanahan (BPN) setempat. Tidak cukup dengan hanya pengakuan sepihak pihak penjual meskipun dengan sepengetahuan aparat mulai dari kepala desa sampai gubernur. Apakah pihak Rizieq Shihab telah melakukan hal tersebut sebelum memutuskan membeli tanah tersebut, dan kenapa tidak di hadapan PPAT?
Jika tidak didukung dengan sertifikat hak atas tanah, Â dan dokumen-dokumen penting lainnya, maka PPAT akan menolak membuat suatu akta jual beli tanah.
Majalah Tempo edisi 16 Februari 2017 pernah menulis bahwa pihak Rizieq Shihab/Markaz Syariah pernah menyurati PTPN VIII sampai tiga kali setelah mereka gagal mengurus sertifikat tanah itu di BPN Bogor. BPN Bogor menjelaskan bahwa tanah tersebut sudah ada pemiliknya yaitu PTPN VIII berdasarkan HGU Nomor 299, tanggal 4 Juli 2008.Â
Surat pertama tertanggal 21 Mei 2013, intinya meminta PTPN VIII merelakan tanahnya itu kepada pihak Ponpes Markaz Syariah sebagai bagian dari corporate social responsibility (CSR). Permohonan tak lazim itu tak digubris PTPN VIII. "Bagi-bagi tanah untuk CSR itu tidak bisa," tegas Eks Direktur Manajemen Aset PTPN VIII Gunara, sebagaimana dikutip dari Majalah Tempo.
Pertanyaannya, apakah setelah gagal mengurus sertifikat tanah itu, Â pihak Rizieq Shihab/Markaz Syariah baru sadar (ceroboh) bahwa mereka telah membeli tanah yang telah ada pemiliknya, ataukah memang menganggap enteng masalah tersebut, menganggap semuanya bisa diselesaikan dengan kharisma seorang Rizieq?Â
Sebenarnya, ketika itu, dengan dokumen-dokumen apa saja mereka punya saat mengurus sertifikat tanahnya di BPN Bogor?Â
Dari keterangan-keterangan yang pernah disampaikan Rizieq Shihab dan kuasa hukumnya, tampaknya mereka yakin dengan pengakuan penjual, akta jual beli di bawah tangan disertai dengan  surat keterangan dari Ketua RT, Ketua RW, Bupati Bogor, dan Gubernur Jawa Barat, sudah cukup untuk mengurus sertifikat tanahnya.
Jika benar demikian, tentu saja itu merupakan suatu kecerobohan fatal pihak Rizieq Shihab, karena ia telah melakukan suatu transaksi jual-beli tanah yang tidak sah.
Tetapi hal tersebut rupanya tidak menghambat Rizieq Shihab untuk bertindak lebih jauh lagi dengan menguasai secara fisik tanah itu, lalu membangun sejumlah bangunan dan infrastrukur di atasnya untuk kegiatan pondok pesantrennya yang diberi nama Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah.Â
Karena yang menguasai dan menggunakan tanah secara ilegal itu adalah Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah, maka somasi yang disampaikan oleh PTPN VIII kepada pihak Markaz Syariah sudah tepat, bukan error in persona.
Dari aspek hukum perdata, maupun hukum acara perdata PTPN VIII mempunyai alas hak yang kuat untuk memaksa pihak Ponpes Markaz Syariah/Rizieq Shihab untuk mengosongkan tanah tersebut dan diserahkan kembali kepadanya.Â