Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

PTPN VIII Vs Rizieq Shihab

27 Desember 2020   18:33 Diperbarui: 27 Desember 2020   18:53 1665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Markaz Syariah FPI pertama kali menyurati PTPN Nusantara VIII pada 21 Mei 2013 guna meminta hak guna lahan seluas 33 hektare dengan dalih corporate social responsibility (CSR). Markaz Syariah sampai meminta rekomendasi kepada Bupati Bogor dan Gubernur Jawa Barat untuk memperkuat permohonan tersebut.

Saat itu bupati Bogor dijabat oleh politikus dari PPP Rachmat Yasin, dan gubernur Jawa Barat dijabat oleh politikus PKS Ahmad Heryawan, atau yang biasa disapa Aher. Kedua pejabat tinggi itu mendukung Rizieq dengan membuat surat rekomendasi mereka kepada PTPN VIII agar mau melepaskan sebagian hak atas tanahnya tersebut untuk Rizieq.

Tetapi pihak PTPN tak menggubris surat Markaz Syariah maupun Bupati Bogor dan Gubernur Jawa Barat itu. "Bagi-bagi tanah untuk CSR itu tidak bisa," kata Eks Direktur Manajemen Aset PTPN VIII Gunara dikutip Majalah Tempo edisi 6 Februari 2017.

Markaz Syariah kembali menyurati PTPN VIII pada April 2014 dengan proposal baru. Persil yang diminta kali ini bukan lagi 33 hektare, melainkan 40 hektare. PTPN VIII juga tak merespons permintaan itu.

Markaz Syariah berkirim surat lagi untuk PTPN pada 1 April 2016. Mereka menginformasikan telah mengambil alih lahan garapan masyarakat seluas 50 hektare di Afdeling Cikopo Selatan.

Tak cuma itu, Markaz Syariah juga mengabarkan telah membangun pembangkit listrik 157 ribu watt untuk menerangi pesantren, mendirikan sejumlah bangunan di kompleks pesantren, dan mengaspal jalan sepanjang tujuh kilometer dengan lebar enam meter.

"Semua surat diteken oleh Rizieq Syibab selaku pengasuh pesantren," demikian bunyi berita Majalah Tempo.

Pada 2017 sudah mulai ada upaya PTPN VIII untuk membawa kasus tersebut kepada ranah hukum, baru pada 2020, tepatnya 18 Desember 2020 rencana tersebut dilaksnakan dengan mengirim surat somasi pertama dan terakhirnya itu kepada pihak Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah FPI, sebagaimana disebutkan di atas.

Dari laporan investigasi Tempo tersebut jelaslah bahwa sesungguhnya sedari awal pihak Markaz Syariah (Rizieq) tahu bahwa tanah yang mereka duduki itu secara hukum sepenuhnya milik PTPN VIII, yaitu dengan gagalnya mereka mengurus sertifikat tanahnya di BPN karena tanah tersebut jelas-jelas bersertifikat HGU atas nama PTPN VIII, bukan hak Beni warga penggarap tanah yang mereka beli darinya, meskipun katanya, ia sudah menguasai "tanah terlantar" tersebut lebih dari 30 tahun.

Tahu tanah tersebut bukan milik Beni, kenapa tetap saja membeli darinya? Jelas itu suatu kesalahan fatal.

Terbukti dengan mereka sampai tiga kali menyurati surat permohonan agar PTPN VIII mau merelakan sebagian tanahnya itu dilepasklan kepada mereka. Sampai menggunakan bekingan Bupati Bogor dan Gubernur Jawa Barat, tetapi semuanya kandas, hingga mencuatnya kasus tersebut ke publik sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun