Kasus-kasus hukum seolah-olah mengantri membebani Pimpinan  Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab. Belum tuntas kasus dugaan tindak pidana penghasutan terkait kerumunan, dan beberapa kasus pidana lainnya, terbaru, ia harus siap menghadapi kasus hukum dugaan penguasaan dan penggunaan lahan milik orang lain tanpa hak (illegal), yang mengancamnya dengan ancaman hukuman pidana, maupun perdata.
Tanah yang dikuasai tanpa hak oleh Rizieq Shihab tersebut terletak di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang sertifikat HGU-nya dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII sebagai miliknya berdasarkan sertifikat HGU Nomor 299 tanggal 4 Juli 2008.
Rizieq Shihab menguasai tanah tersebut sejak 2013, dan pada 2017 telah didirikan olehnya Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah miliknya.
PTPN VIII dengan suratnya tertanggal 18 Desember 2020 telah mengirim somasi pertama dan terakhir kepada Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah agar dalam tempo tujuh hari kerja mengosongkan lahan seluas +/- 30,91 hekatre yang dikuasainya secara fisik tanpa izin dan tanpa persetujuan dari PTPN VIII tersebut.
Di dalam surat somasinya itu pihak PTPN VIII menyebutkan bahwa tindakan penguasaan secara fisik  tanah tersebut merupakan tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak, larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya, dan atau pemindahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 385 KUHP, Perpu No 51 Tahun 1960 dan pasal 480 KUHP.
Jika dalam tempo batas waktu tersebut pihak Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah belum juga melakukan pengosongan, maka PTPN VIII akan melaporkannya ke Polda Jawa Barat.
Pasal 385 KUHP mengenai kejahatan Stellionaat, yaitu kejahatan penggelapan terhadap harta tak bergerak milik orang lain, seperti tanah, gedung, kebun, sawah, dan lain-lain.
Intinya pasal itu mengancam hukuman pidana penjara selama-lamanya empat tahun terhadap barangsiapa dengan sengaja menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, menjadikan sebagai tanggungan utang, menggunakan lahan atau properti milik orang lain dengan maksud untuk mencari keuntungan pribadi atau  orang lain secara tidak sah atau melawan hukum yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 51/Prp/Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya, mengatur tentang penguasaan, pendudukan, dan pemakaian tanah milik orang lain secara melawan hukum dalam arti lebih luas. Perpu ini juga mengatur ancaman hukuman penjara terhadap pejabat negara yang membantu pelaku penyerobotan, penguasaan, dan pemakaian tanah secara illegal.
Pasal 480 KUHP tentang tindak kejahatan penadahan yang diancam dengan hukuman selama-lamanya empat tahun penjara. Dalam konteks ini pihak Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah dan Rizieq Shihab dapat digugat sebagai pelaku kejahatan penadahan, yaitu memperoleh/membeli lahan dari pihak penyerobot tanah HGU milik PTPN VIII.