Sebaliknya, ketika ditantang agar Anies meniru Ahok dengan membayar gaji TGUPP  dari dana operasional gubernur yang ia terima setiap bulan, Anies tidak pernah menanggapinya, seolah-olah pura-pura tidak mendengar, sampai sekarang pun tidak ada transparansi dari dia, dana operasional gubernur yang dia terima itu dia gunakan untuk apa saja. Padahal salah satu syarat utama adanya good governance adalah transparansi dalam menggunakan anggaran, termasuk dana operasional gubernur.
Anies pun harus ingat bahwa  Pasal 3 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menetapkan: keuangan negara (termasuk keuangan daerah) wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Setelah menuduh (lebih tepatnya mengfitnah Ahok) membayar TGUPP-nya dengan dana swasta, Anies mengulangi kesalahan fatalnya dalam memahami anggaran, yaitu ketika ia menjadi galau, dan ngambek, ketika mengetahui Kemendagri tidak menyetujui gaji TGUPP-nya dibayar dengan APBD, sebagaimana sudah disinggung di atas.
Anies ngambek dengan menuduh Kemendagri aneh, diskriminatif, berpihak kepada Jokowi, Ahok, dan Djarot, sebaliknya memusuhinya, karena menolak keberadaan TGUPP-nya dan menolak APBD digunakan untuk membayar gaji TGUPP-nya, padahal, menurut dia, di era Gubernur Jokowi, Gubernur Ahok, dan Gubernur Djarot, Kemendagri tidak mempersoalakan keberadaan TGUPP, termasuk tidak menolak gaji TGUPP di masa tiga gubernur itu dibayar dari APBD.
Terhadap tuduhan Kemendagri menolak keberadaan TGUPP-nya, sudah saya jelaskan di atas.
Sedangkan tentang tuduhannya bahwa di era Jokowi, Ahok, dan Djarot, gaji anggota TGUPP dibayar dengan APBD, lagi-lagi membuktikan Anies sesungguhnya tidak mengerti anggaran, tidak paham mengenai hukum administrasi pemerintahan daerah, khususnya Pemprov DKI Jakarta, karena yang sesungguhnya terjadi adalah sejak era TGUPP yang pertama, yaitu sejak di era Jokowi  tidak pernah gaji TGUPP dibayar dari APBD.
Kemendagri pun sudah mengklarifikasi tuduhan Anies tersebut bahwa TGUPP sudah ada sejak era Jokowi (bahkan Jokowi-lah yang pertama kali membentuknya) tetapi tidak pernah ada alokasi dana dari APBD untuk membayar gaji TGUPP, demikian juga di era Ahok sampai kepada Djarot.
TGUPP di era Jokowi, Ahok, dan Djarot terdiri dari orang-prang dari PNS Pemprov DKI sendiri dan dari para profesional yang bukan PNS DKI Jakarta. Gaji anggota TGUPP dari PNS DKI Jakarta tidak pernah dijadikan pos anggaran sendiri. Melainkan, anggota TGUPP yang berasal dari PNS DKI itu menerima gaji dari tunjangan kerja daerah (TKD) mereka setiap bulan. Sedangkan gaji anggota TGUPP dari para profesional digaji dari dana operasional gubernur.
Di tangan Anies, TGUPP dibuat menjadi suatu lembaga tersendiri, dilekatkan di Administrasi Setda DKI, dan untuk membayar gaji mereka, ada pos anggarannya tersendiri, yang sebesar Rp. 28,99 miliar itu.
Teringatlah saya, di masa kampanye Pilkada DKI Jakarta, pada 20 Juli 2017, Anes Baswedan pernah menyindir Ahok sebagai gubernur yang tidak paham anggaran.
"Ini potret (persoalan) di Jakarta, yang dibilang gubernur kemarin mengerti anggaran, padahal tidak memahami," katanya waktu itu.