Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Gede Suratha, pembelian lisensi itu dilakukan bertahap karena saat itu, yang digunakan  adalah data kependudukan 2011, yang memperkirakan jumlah penduduk wajib KTP sebanyak 172 juta.
Sampai dengan 2016, terjadi pertambahan sekitar 6 juta penduduk yang wajib KTP, karena kuota data lisensi sistem ABIS itu sudah terpenuhi, maka sekitar data 6 juta penduduk tersebut tidak bisa diproses KTP-el-nya. Data 6 juta penduduk tersebut sekarang masih tersimpan di kantor pusat Biomorf Lone. di Amerika Serikat.
Akibat kasus mega korupsi di mega proyek KTP-el itu, KPK sempat meminta proses pembelian lisensi baru itu dihentikan sampai ditemukan siapa saja para penggarong uang negara di mega proyek itu.
Saat ini, pemerintah telah mengadakan kembali lelang pembelian lisensi untuk 10 juta data penduduk wajib KTP yang diharapkan cukup sampai dengan data Desember 2017. Lelang itu akan diakhiri pada November 2017.
Masalah lain, kelangkaan blangko, karena pemerintah menghentikan pengadaannya akibat temuan korupsi dalam pengadaannya.
Baru Maret 2017, pemerintah mulai menandatangani kontrak baru untuk pengadaan tujuh juta blangko.
Masalahnya, karena pengadaan bertahap, maka blangko tidak bisa disebarkan secara serentak, banyak pemohon KTP-el di beberapa daerah yang pulang dengan tangan hampa meskipun sudah antre berjam-jam, bahkan ada yang sampai menginap di kantor kelurahan.
Pada 14 November 2017, Kementerian Dalam Negeri meneken kontrak pengadaan 6,75 juta blanko KTP elektronik atau LTP-el.
Pengadaan kali ini tidak dilakukan dengan sistem lelang, melainkan melalui katalog elektronik (E-Katalog) sektoral.
Pengadaan blanko KTP-el melalui E-Katalog dinilai akan membuat prosesnya lebih efisien dan efektif. Baik dari sisi waktu, harga, hingga ketersediaan barang blanko E-KTP.
Masalah Validasi Data KTP-el