Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Untung Fahri Hamzah yang Kalah

9 Juni 2017   22:23 Diperbarui: 10 Juni 2017   08:47 3526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingat dengan peristiwa perdebatan sengit antara Wakil Ketua DPR RI yang paling anti-KPK, Fahri Hamzah dengan penyidik KPK, Christian, pada 15 Januari 2016 lalu?

Adu mulut hebat tersebut terjadi di lantai 6, Gedung Nusantara I, kompleks parlemen, saat para penyidik KPK yang dipimpin oleh Christian dengan dikawal beberapa anggota brimob bersenjata laras panjang, melakukan penggeledahan di beberapa ruang kerja anggota DPR RI.

Penggeledahan penyidik KPK itu dilakukan sebagai kelanjutan dari proses penyidikan KPK terhadap anggota DPR dari Fraksi-PDIP, Damayanti Wisnu Putranti, yang sebelumnya terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK saat menerima suap dana aspirasi untuk proyek jalan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Maluku dan Maluku Utara.

Saat penyidik KPK melakukan penggeledahan di ruang kerja Damayanti, dan ruang kerja anggota Fraksi Golkar Budi Supriyanto, semuanya berjalan lancar-lancar saja. Tetapi, saat mereka hendak menggeledah ruang kerja anggota Komisi V dari Fraksi PKS Yudi Widiana Adia, datanglah Fahri Hamzah ditemani sesama anggota PKS lainnya,  Nasir Djamil, menghadang.

Dengan congkaknya Fahri Hamzah  mengusir penyidik KPK dan anggota brimob yang sedang menjalankan tugasnya itu, dengan alasan mereka tak prosedural, di kompleks parlemen tidak boleh membawa senjata api.

Padahal sesungguhnya diduga ia hendak menghalangi penyidik KPK menggeledah ruang kerja Yudi Widiana, sebab saat penyidik KPK melakukan penggeledahan di ruang kerja anggota DPR dari fraksi lain Fahri belum bereaksi, ia baru bereaksi ketika mengetahui KPK juga hendak menggeledah ruang kerja kader PKS itu.

Fahri yang semula mengira dengan mudah ia dapat menggertak, menggagalkan KPK melakukan penggeledahan di ruang kerja Yudi Widiana, dan mempermalukan KPK dengan mengusir mereka keluar dari kompleks parlemen itu, sungguh kecele, ketika berhadapan dengan Christian, seorang penyidik KPK senior yang memimpin penggeledahan itu.

Keduanya terlibat perang mulut yang sangat panas selama beberapa menit. Fahri ngotot KPK bersama dengan brimob yang bersenjata laras panjang itu harus keluar dari gedung saat  itu juga, sedangkan Christian tetap ngototbertahan untuk bersama timnya melanjutkan tugas mereka.

Fahri Hamzah akhirnya meleleh juga berhadapan dengan keras dan tegasnya penyidik KPK itu, ia pun dengan bersungut-sungut pergi meninggalkan lokasi, membiarkan KPK melanjutkan penggeledahan mereka di ruang kerja Yudi Widiana.

Di dalam perdebatan panas itu, terdapat beberapa pernyataan Fahri Hamzah yang menarik perhatian, karena tidak sesuai dengan kenyataan, sebaliknya justru menunjukkan sikapnya yang begitu membenci KPK, dan keangkuhan yang tidak sejalan dengan kwalitasnya sebagai anggota/pimpinan DPR, yang semakin kelihatan dalam perkembangan hukum dan politik akhir-akhir ini.

Di antaranya, saat memarahi penyidik KPK yang lain, sebelum bertemu dengan Christian, Fahri Hamzah mengatakan, kompleks parlemen adalah tempat suci yang dijaga setengah mati nama baiknya oleh dia bersama kawan-kawan DPR-nya, jangan sampai dirusak dengan ulah KPK dengan cara kerjanya yang tidak benar.

Fahri gerah dan gelisah berada di antara para penyidik KPK yang dikawal brimob bersenjata laras panjang itu, dalam perdebatan itu ia sampai berteriak kepada Christian:

"Seolah kami (anggota DPR) maling semua!"

Dengan spontan dan telak Christian menjawab: "Saya tidak mengatakan, anda yang mengatakan demikian ..."

Fahri berkata: "Tugas saya dengan tugas anda itu ada bedanya. Anda tidak dipilih rakyat, saya dipilih oleh rakyat. Oleh karena itu lembaga ini harus dihargai."

"Silakan, Pak, mau dipilih rakyat, silakan.." jawab Christian.

Jawaban Christian itu langsung memicu emosi Fahri, ia membentak Christian:

"Jangan anda ngomongbegitu, anda menghina parlemen!"

"Saya tidak menghina parlemen. Siapa yang menghina parlemen?", jawab Christian.

Fahri juga mengancam KPK, akan menggunakan pasal penghinaan terhadap parlemen, contempt of parliament terhadap KPK.


Padahal justru Fahri dan kawan-kawannyalah yang kerap menghina parlemen dengan peri laku dan tindakan mereka yang sering memanfaatkan parlemen untuk kepentingan mereka sendiri, sekaligus berkhianat kepada rakyat.

Yang paling parah adalah yang sekarang, ketika mereka yang menjadi target KPK untuk kasus mega korupsi KTP-el justru bersama-sama koleganya yang bermental sama, menghimpun kekuatan di parlemen dengan membentuk Pansus Angket terhadap KPK terkait kasus yang sedang ditangani KPK itu, untuk melawan dan melumpuhkan KPK.

Yang menjadi ketua panitianya justru salah satu anggota parlemen yang jelas-jelas namanya ada di dalam daftar penerima suap mega proyek KTP-el itu dengan jumlah jumbo: 1 juta Dolar AS, yakni Agun Gunandjar Sudarsa dari Fraksi Partai Golkar.

Perbuatan mereka ini lebih tepat disebut sebagai aksi para preman berdasi daripada anggota parlemen. Parlemen digunakan mereka untuk menyelamatkan diri dari jeratan KPK. Sungguh-sungguh merupakan satu penghinaan terhadap parlemen.

Fahri Hamzah adalah salah satu inisiator utama terbentuknya Pansus Hak Angket terhadap KPK itu.

Seorang kawan Fahri Hamzah mengatakan, ini bukan gedung teroris, dan ia memang benar itu bukan gedung teroris, tetapi lebih pas diplesetkan sebagai  "gedung koruptor", karena memang merupakan "sarang koruptor" daripada tempat anggota parlemen memperjuangkan hak-hak rakyat yang mereka wakili.

Alasan Fahri dan kawan-kawannya menghalangi penggeledahan dan mengusir penyidik KPK, karena membawa brimob bersenjata laras panjang itu jelas hanya kedok saja, maksud sebenarnya, mereka hendak menghalangi penyidik KPK menggeladah  ruang kerja Yudi Widiana itu, karena meraka tahu apa akibatnya jika sampai KPK berhasil menggeledah ruang kerja itu.

Sebelum-sebelumnya (sampai sekarang) setiap penyidik KPK melakukan penggeledahan memang selalu dikawal oleh beberapa personil brimob bersenjata api laras panjang, tak pernah dipermasalahkan oleh Fahri Hamzah dan kawan-kawannya itu, tetapi begitu pihak mereka yang kena sidik KPK, mereka langsung mengamuk, dan menggunakan jabatannya untuk melawan KPK.

Pengawalan yang dilakukan brimob atas permintaan KPK itu sudah sesuai dengan KUHAP dan UU KPK, sedangkan mengenai senjata api yang dibawa brimob, dalam hal ini biasanya senjata laras panjang, itu pun sesuai dengan SOP Polri, sebagaimana juga dipertegas oleh Kapolri ketika itu, Jenderal Badrodin Haiti.  Lagipula mana ada saat menjalankan tugas keamanan, brimob dilarang membawa senjata api?

Untung sekali ketika itu, ada Christian, penyidik KPK senior yang begitu berani dan begitu tegas, tanpa kompromi sedikitpun, melawan keangkuhan Fahri Hamzah itu. Fahri yang menurunkan nada bicaranya, mengajak lebih tepat "menggelabui"  Christian untuk masuk ke satu ruangan untuk "bicara baik-baik" sedikit pun tidak digubris Christian.

Ketegagaran Christian untuk penyidik KPK tidak mundur seinci pun meskipun dibentak dan digertak Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKS itu, sehingga akhirnya penyidik KPK berhasil melanjutkan tugasnya dengan menggeledah ruang kerja Yudi Widiana itu ternyata membuahkan hasil yang cukup mencengangkan. Uang korupsi yang diduga melibatkan Yudi ternyata berskala besar.

Padahal selain hendak dilindungi Fahri Hamzah, Presiden PKS, Sohibul Iman juga ketika itu pernah menyatakan ia sudah melakukan klarifikasi langsung kepada Yudi Widiana, apakah Yudi ikut menerima suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sebagaimana kolega lainnya dari lain partai yang sudah ditangkap KPK, Yudi menjawabnya tegas, tidak. Seolah-olah dengan klarifikasi itu, sudah cukup membuktikan Yudi memang bersih.

Ternyata dari hasil penggeledahan KPK tersebut, disertai dengan pengembangan kasus suap itu sendiri, KPK menemukan bukti-bukti bahwa Yudi juga menerima suap di dalam proyek jalan di Maluku itu, bahkan jumlahnya jauh lebih besar daripada suap yang diterima oleh Damayanti Wisnu Putranti, yang OTT-nya pertama kali menguak kasus korupsi itu.

Pada 3 Februari 2017 KPK pun menetapkan Yudi Widiana Adia dari PKS, dan Musa Zainuddin dari PKB sebagai tersangka kasus suap proyek jalan di Maluku itu. Jabatan Yudi sebagai Wakil Ketua Komisi V DPR RI pun dicopot.

Dari hasil penggeledahan ruang kerja Yudi itu, KPK pun menangkap Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng, yang diduga yang menyuap Yudi.

Dari proses persidangan terhadap Aseng, terungkap fakta di persidangan bahwa dari Aseng Yudi telah menerima uang suap total Rp. 11 miliar, yang diberikan secara bertahap melalui kader PKS lainnya yang juga anggota DPRD Kota Blitar yang sudah dikenal lama Aseng. Muhammad Kurniawan.

Kurniawan yang menjadi saksi di persidangan pengadilan tipikor itu pada Kamis, 8 Juni 2017,  menjelaskan cara dan berapa besar uang suap yang mereka sebut dengan sebutan "komitmen fee" itu diberikan kepada Yudi secara bertahap sampai mencapai Rp 11 miliar.

Suap itu diberikan kepada Yudi supaya program aspirasi dari Yudi sebagai anggota DPR RI disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara tahun 2015-2016, dan dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan Aseng.  Nilai proyek itu sendiri lebih dari Rp. 144,5 miliar.

Sebelum Kurniawan, di persidangan, pada 22 Mei 2017, Aseng sendiri sebagai penyuap Yudi sudah mengakui semua perbuatannya itu, dan kesaksian Kurniawan tersebut klop dengan kesaksian Aseng, sehingga demikian semakin memperkuat bukti-bukti yang diperlukan jaksa untuk membuat surat tuntutannya.

Saksi lain yang dihadirkan jaksa semakin memperkuat bukti Yudi telah menerima suap itu, yaitu Reiza Setiawan, selaku Kepala Seksi Pemrogaman II (Wilayah Indonesia Timur) Direktorat Jenderal Bina Marga. Reiza mengatakan, Kurniawan pernah datang ke kantornya dan mengecek program-program di bawah aspirasi Yudi tahun 2016. Ada tiga proyek usulan program aspirasi Yudi tahun itu dengan nilai Rp. 144,5 miliar.

Selain suap dari Aseng, yang totalnya berjumlah Rp 11 miliar itu, rupanya jaksa juga berusaha membuktikan ada suap lain yang diterima oleh Yudi, yang mungkin juga melalui Kurniawan, yaitu yang berkaiatan dengan proyek-proyek dari dana aspirasi Yudi di Nusa Tenggara dan Jambi, tapi Kurniawan mengaku tidak mengetahuinya.

Jadi, mungkin saja ada perantara lain selain Kurniawan, yang bekerja sama dengan Yudi dengan penyuapnya, untuk menerima suap dari proyek-proyek di daerah Nusa Tenggara dan Jambi itu.

Dari fakta dan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ternyata Yudi Widiana Adia merupakan terduga koruptor yang jika kelak terbukti dapat digolongkan sebagai koruptor kelas kakap, dan terungkapnya kejahatannya itu juga tak lepas dari keberhasilan penyidik KPK tempo hari menggeledah ruang kerjanya di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, pada 15 Januaro 2016 itu, yang sempat dihalangi oleh Fahri Hamzah, dan menimbulkan keributan, adu mulut hebat antara Fahri dengan penyidik KPK yang bernama Christian itu.

Untung sekali, ketika itu Fahri Hamzah akhirnya kalah adu mulut dengan penyidik KPK itu, untung sekali KPK punya penyidik KPK yang begitu tegas, tak mengenal takut, tak mempan digertak Fahri Hamzah.

Seandainya tempo hari Fahri Hamzah yang menang, dan berhasil mengusir penyidik KPK, menggagalkan mereka menggeledah ruang kerja Yudi, mungkin saja kader PKS itu lolos dari jeratan KPK, dan sekarang hidup bebas menikmati hasil korupsi itu. *****

Artikel terkait:

Ketika Fahri Hamzah Adu Mulut dengan Penyidik KPK

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun