Kecuali, kata dia, uang muka pembelian rumah tersebut sepenuhnya disubsidi pemerintah DKI Jakarta. Namun, Pemda DKI harus siap mengalokasikan dana lebih besar dalam Anggaran Pendapatan Daerah (APBD) khusus untuk subsidi rumah.
"Kalau pun bisa ya harus disubsidi pemerintah. DP nya dibayarin pemerintah jadi kayak subsidi KUR (Kredit Usaha Rakyat). Tapi itu rentan, takutnya salah sasaran subsidi ini," tandasnya (kumparan.com).
Susbtansi penjelasan David Sumual dari BCA itu menyatakan penjualan rumah dengan sistem kredit tanpa DP (DP 0 persen) itu tidak bisa dilaksanakan, karena selain melanggar Peraturan Bank Indonesia, juga berdampak buruk pada perekonomian negara.
Untuk mencegah dampak buruk itu pula Bank Indonesia melarang KPR tanpa DP, jadi tak mungkin Bank Indonesia akan mengubah peraturan itu, apalagi hanya untuk disesuaikan dengan program muluk Anies-Sandiaga itu.
Demikian juga kemungkinan DP KPR-nya ditanggung oleh Bank DKI, sebab selain tidak lazim, memberatkan keuangan Bank, juga sesungguhnya memberi kredit atas DP juga dilarang oleh Bank Indonesia.
Pasal 14 ayat 1 PBI Nomor 18/16/2016: Bank dilarang memberikan Kredit atau Pembiayaan untuk pemenuhan Uang Muka dalam rangka KP, PP, KKB, dan PKB kepada debitur atau nasabah.
**
Setelah mendapat banyak kritik keras dari kalangan perbankan tentang KPR dengan DP nol persen, Anies berkelit dengan mengatakan bahwa yang dia katakan itu bukan KPR dengan DP nol persen, tetapi dengan DP-nya nol Rupiah. Padahal jelas-jelas, kita dengar sendiri di televisi, dia sendiri bilang waktu itu kredit rumah dengan DP nol persen.
Anies menjelaskan, ada perbedaan pemahaman antara DP nol persen dan DP nol Rupiah. DP itu diberikan sekali saat membeli rumah. Sementara, jika nol persen maka logikanya merupakan cicilan yang harus dibayar (cnnindonesia.com).
Anda mengerti dengan logika Anies tentang perbedaan antara “DP nol persen” dengan “DP nol rupiah” itu?
Saya bingung, pengertian saya tentang logika Anies itu nol persen.