Namun, tak lama berselang, tepatnya pada tahun 2014 KPK mengumumkan Jero Wacik menjadi tersangka kasus korupsi di lingkungan Kementerian ESDM. Tak hanya Jero, Sekjen ESDM saat itu, Waryono Karno juga ditetapkan jadi tersangka oleh KPK. Jero divonis 4 tahun penjara.
Kunker Fiktif DPR
Predikat WTP dari BPK juga menjadi langganan DPR, namun pada pertengahan Mei 2016 lalu, beredar luas kabar bahwa ada laporan hasil audit BPK tentang adanya temuan banyak anggota DPR yang melakukan kunjungan kerja (kunker) fiktif sehingga berpotensi kerugian negara hampir Rp 1 triliun (Rp. 945.465.000.000).
Kali ini sumber informasinya bukan dari BPK langsung, tetapi justru dari Sekretaris Jenderal DPR. Sekjen DPR menerima laporan temuan BPK tersebut, lalu meneruskan ke 10 fraksi yang ada di DPR. Lalu, Wakil Ketua Fraksi PDI-P di DPR Hendrawan Supratikno mempublikasikannya ke media.
Tidak ada bantahan dari DPR, sebaliknya justru beberapa anggota DPR, termasuk Hendrawan membuat pernyataan yang secara tak langsung mengakui memang ada banyak kunker fiktif di DPR. Kunker tidak pernah dilakukan, atau hanya diwakilkan kepada staf tenaga ahlinya, lalu dilaporkan seolah-olah ada kunker tersebut. Indikasi kuat kunker tersebut antara lain banyak anggota DPR yang membuat laporan kunker yang tidak meyakinkan (redaksi laporannya editan dari laporan-laporan kunker sebelumnya), dan menggunakan foto-foto yang sama dari laporan kunker-kunker sebelumnya, sebagai bukti mereka telah melakukan kunker tersebut.
Ketika diminta konfirmasinya, pada Mei 2016 Ketua BPK Harry Azhar Azis tidak membantah, atau membenarkan. Namun, pada 2 Juni 2016, saat menyampaikan penjelasannya di DPR, Harry membantah adanya laporan BPK tentang temuan dugaan kunker fiktif tersebut, kata dia, yang dimaksud BPK itu bukan kunker fiktif, tetapi hanya masalah administrasi pelaporan yang harus dibenahi. Laporan kepada Sekjen DPR itu pun, kata dia, masih merupakan proses pemeriksaan yang belum seharusnya diketahui media.
Saya curiga, jangan-jangan laporan BPK yang masuk ke Sekjen DPR itu sesungguhnya semacam suatu ancaman terselubung agar DPR jangan macam-macam dengan BPK, dan agar DPR membekingi BPK untuk berhadapan dengan KPK dan Pemprov DKI Jakarta (Ahok) terkait perbedaan kesimpulan KPK dengan BPK terhadap hasil audit transaksi pembelian lahan Sumber Waras.
Mungkin, seharusnya laporan itu tidak dipublikasikan, karena hanya dipakai untuk menggertak DPR. Di luar dugaan anggota DPR dari Fraksi PDIP Hendrawan Supraktino itu malah memberitahukan kepada media.
BPK Beberapa Kali Digugat
Meskipun secara formal, hasil audit BPK tidak bisa digugat, tetapi faktanya BPK beberapa kali digugat oleh pihak-pihak yang berkeberatan dengan hasil audit mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang tidak beres di belakang audit BPK tersebut. Bahwa integritas BPK itu meragukan. Bahkan timbul kecurigaan oknum-oknum tertentu di BPK justru memanfaat dan berlindung di balik “imunitas” tersebut untuk bebas melakukan audit sesuai kepentingannya atau kepentingan pihaklain.
Di bawah ini adalah info grafis peristiwa-peristiwa terjadinya gugatan terhadap hasil audit BPK (sumber Harian Kompas):