Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyaksikan Penindasan terhadap Perempuan dari Mata Seorang Bocah

29 Mei 2016   00:46 Diperbarui: 31 Mei 2016   21:09 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DVD Osama (amazon.com)

Pada saat bersamaan melintas pula seorang anak perempuan usia 12 tahun (Marina Golbahari) bersama ibunya (Zubaida Sahar) yang mengenakan burqa berwarna coklat.

Kemudian terjadi kepanikan ketika orang-orang berteriak: “Taliban datang, Taliban datang ...!” Perempuan-perempuan pengunjuk rasa itu pun spontan kocar-kacir, berlarian, Espandi juga lari, anak perempuan dan ibunya itu juga berbalik arah berlari ke rumah mereka. Mereka semua berlari dengan sambil berteriak-teriak, menangis ketakutan.

Tak lama kemudian muncul orang-orang Taliban dengan beberapa mobil pick-up mengejar para perempuan itu, terdengar suara-suara tembakan, lalu perempuan-perempuan itu disemprot dengan meriam air, tak perduli di antara mereka terdapat pula anak-anak.  

Anak perempuan dan ibunya itu berhasil masuk kembali ke dalam rumah mereka, diikuti oleh Espandi yang terisak-isak menangis ketakutan sambil berdoa untuk keselamatan perempuan-perempuan itu. Anak perempuan itu sambil menangis memberanikan diri membuka pintu rumahnya melihat apa yang terjadi.

Sebagian perempuan-perempuan berburqah biru itu ditangkap pasukan Taliban, mereka dimasukkan ke atas bak pick-up berkerangkerang kawat, digembok dari luar, lalu dibawa pergi.

Taliban menyebutkan atas nama agama Islam mereka sangat melindungi perempuan, maka mereka melarang perempuan bersekolah, bekerja, maupun berada di luar rumah dengan alasan apapun tanpa didampingi oleh orang-orang yang diizinkan Al Quran; seperti suami, atau kerabat perempuan itu, dan jika harus selalu mengenakan burqah yang menutup seluruh tubuh mereka, mulai dari ujung kaki sampai dengan ujung rambut, kecuali mata untuk melihat di balik rajutan benang berbentuk kisi-kisi, tetapi yang terjadi sesungguhnya suatu penindasan dan pelecehan yang teramat sangat terhadap semua perempuan di bawah kekuasaan mereka, termasuk anak-anak perempuan sekalipun.

Anak perempuan berusia 12 tahun bersama ibunya yang mengenakan burqah coklat itu salah satu korban kekekajaman Taliban. Ibunya adalah seorang janda, tinggal di sebuah rumah gubuk terbuat dari tanah kering bersama neneknya. Sebelum Taliban berkuasa, Ibunya bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit di Kabul. Tetapi sejak Taliban berkuasa, dan mulai memberlakukan larangan bagi semua perempuan mulai dari anak-anak sampai orang dewasa untuk bersekolah dan bekerja, ibunya pun tidak bisa lagi bekerja. Oleh karena itu tak ada lagi yang bisa menafkai keluarga itu.

Setiap saat Taliban melakukan razia untuk memeriksa apakah masih ada perempuan yang bekerja atau tidak, jika sampai ada maka siap-siaplah menerima hukumannyang sangat berat dari Taliban.

Mereka hanya bisa makan dengan mengandalkan belas kasihan kerabat dan tetangga-tetangganya yang membawa makanan untuk mereka.

Sang nenek punya ide untuk menyamarkan cucu perempuannya itu menjadi seorang anak laki-laki agar bisa bekerja untuk memberi mereka makanan. Maka dengan perasaan hancur dan sedih luar biasa nenek, ibu dan anak perempuan itu pun terpaksa menjalankan ide tersebut. Rambut anak perempuan itu pun dipotong sampai pendek menyerupai laki-laki, lalu dikenakan kopiah.

Anak perempuan itu sangat sedih, dengan berurai air mata dia mengambil sepotong kecil kepang rambutnya yang sudah terpotong itu dan “menanamnya” di sebuah pot, dan disirami dengan tetesan air dari kantong infus ibunya yang diambil dari rumah sakit.

Saat anak perempuan itu dibawa keluar ibunya untuk mencari kerja, mereka bertemu dengan Espandi. Espandi mengatakan, dia tahu bahwa anak itu sebenarnya anak perempuan, tetapi dia berjanji menjaga rahasia, dan melindunginya, lalu memberi namanya:Osama.

Film ini pun berpusat pada kehidupan Osama, yang di usia bocahnya itu harus mengalami penderitaan bathin luar biasa dan ketakutan terus menerus terhadap Taliban yang sewaktu-waktu bisa muncul di mana saja. Ia tahu apa akibatnya jika Taliban sampai mengetahui penyamarannya itu.   

(YouTube)
(YouTube)
Osama dibawa ibunya bertemu dengan sahabat baik dan seperjuangan almarhum ayahnya saat Afghanistan berperang melawan Uni Soviet. Ia lalu memperkerjakan Osama di usaha tradisional pengelohan susu sapinya yang sangat sederhana. Dari hasil kerja inilah ia bisa membawa sedikit makanan dan minuman buat dia, ibu dan neneknya.

Sepanjang film,dari awal sampai akhir, tiada henti-hentinya diperlihatkan Osama yang selalu ketakutan, dan terus-menerus menangis dan menangis.

Masa kerja Osama itu tak berlangsung lama,  saat Taliban mulai merekrut dari rumah ke rumah setiap anak-anak laki-laki untuk dididik agama islam versi Taliban, yang akan diikuti dengan latihan-latihan perang untuk menjadi bagian dari pasukan perang Taliban. Osama yang dikira seorang bocah laki-laki pun diambil paksa dari tempatnya bekerja, bergabung bersama anak-anak laki-laki lainnya, termasuk Espandi.

Saat menjalani pendidikan agama tersebut beberapakali identitas sebenarnya Osama hampir terungkap, teman-temannya pun mengejeknya sebagai seorang perempuan karena kulitnya yang halus, yang membuat Osama terus-menerus menangis, dan dibela oleh Espandi, yang mengatakan Osama adalah seorang laki-laki.

Namun pada akhirnya penyamaran Osama itu pun terbongkar saat ia mengalami menstruasi pertamanya. Taliban menangkapnya, membawanya ke sebuah peradilan menurut hukum Islam ala Taliban, yang dipimpin oleh seorang hakim agama.

Selain Osama, ada beberapa orang lainnya yang diadili di sana. Ada seorang perempuan yang dihukum rajam, dengan cara tubuhnya dikuburkan ke dalam tanah, hanya tampak kepalanya, lalu dilempari dengan batu sampai mati. Ada juga reporter kulit putih yang keberadaannya disinggung di awal film, yang juga dijatuhi hukuman mati dan langsung dieksekusi saat itu juga.

Sesaat sebelum Osama dijatuhi hukuman, datanglah seorang kakek tua renta, berusia sekitar 70-an tahun, yang berbisik-bisik kepada sang hakim.

Setelah itu, hakim agama itu mengatakan, ia mengampuni Osama, dan dengan alasan karena Osama adalah seorang anak yatim piatu, maka berdasarkan hukum agama, hakim menawarkan kepada sang kakek untuk menikahinya, yang segera diterima oleh si kakek.

Osama menangis dengan berlinang-linang air matanya, memohon-mohon kepada sang hakim agar jangan membiarkan sang kakek membawanya pergi. Tetapi semua tangisan itu sia-sia. Sang kakek pun membawa Osama ke rumahnya di sebuah desa terpencil, ia disekap di sana bersama dengan sejumlah perempuan yang sebelumnya sudah diperistri sang kakek.

Siapa pun Anda yang masih punya nurani, pasti akan merasa sangat tersentuh menyaksikan film sederhana namun sangat bernilai tinggi ini. Semua adegan berlangsung apa adanya, tanpa didramatisir sedikit pun,  tetapi mampu menyampaikan pesan-pesan tentang nilai kemanusiaan dan moral, terutama sekali empati dan simpatik yang sedalam-dalamnya terhadap derita perempuan-perempuan, termasuk anak-anak perempuannya, selama di bawah kekuasaan Taliban.

Bahkan sampai saat ini setelah Taliban tidak lagi berkuasa di Afghanistan, pengaruhnya masih tetap ada, yaitu menempatkan posisi perempuan sebagai obyek yang derajatnya jauh di bawah laki-laki.

Pengaruh itu bahkan sampai ke Pakistan, salah satu korbannya adalah remaja perempuan bernama  Malala Yousufza, yang saat berusia 15 tahun, pada 9 Oktober 2012 ditembak kepalanya oleh anggota pasukan Taliban, karena dia bersikukuh terus bersekolah dan mengkampanyekan pendidikan sekolah untuk anak-anak perempuan.

Beruntung bagi Malala, meskipun kepalanya ditembak dan menderita luka sangat parah jiwanya tertolong setelah menjalanji operasi dan perawatan selama beberapa bulan di  Rumah Sakit Queen Elizabeth di Kota Birmingham, Inggris.

Pada 12 Juli 2013, PBB menetapkan tanggal 12 Juli sebagai “Hari Malala”, dan ia menjadi duta hak bersekolah bagi anak-anak perempuan dan laki-laki di seluruh dunia.

Sedangkan di Pakistan sendiri saat ini ada rencana untuk diundangkan suatu undang-undang baru yang membolehkan suami melakukan “pukulan ringan” dan “kekerasan terbatas” terhadap istrinya yang dianggap melakukan beberapa pelanggaran, seperti menolak melakukan hubungan seks, tidak memakai jilbab, berbicara terlalu keras sehingga tetangga bisa mendengar, tidak mandi setelah berhubungan badan atau saat datang bulan.

Usulan pembuatan ketentuan baru tersebut diusulkan oleh Dewan Ideologi Islam (CII) di wilayah Negara Bagian Punjab, Pakistan, yang juga menyertai panduan tentang tata cara bagaimana memukul istri secara ringan tersebut (sumber).

Hal ini membuktikan bahwa radikalisme agama yang menempatkan perempuan hanya sebagai obyek dan derajatnya jauh di bawah laki-laki/suaminya masih sangat kuat di kawasan seperti Pakistan dan Afghanistan, di mana Taliban dan kelompok-kelompok  sejenisnya masih eksis sampai sekarang.

*****

Trailer film Osama dapat dilihat di bawah ini:


Untuk menonton Osama secara lengkap, silakan klik di bawah ini:


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun