Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sampai di Mana Keberanian Jokowi Diuji?

16 Februari 2016   17:18 Diperbarui: 16 Februari 2016   17:29 1784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi, sekali lagi pertanyaan ini diajukan: Apa yang membuat Jokowi masih belum juga menunjukkan kepastian sikapnya, keberanian, dan ketegasannya terhadap upaya pelumpuhan KPK melalui mekanisme revisi UU KPK itu?

Kenapa sampai sekarang, Jokowi masih terus membiarkan wakil pemerintah, yaitu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk terus membahas, bahu membahu dengan fraksi-fraksi pendukung revisi UU KPK, untuk semakin maju ke arah kepastian disetujuinya pembahasan revisi UU KPK itu?

Seolah-olah pemerintah atau Jokowi sendiri pun akhirnya akan mendukung revisi yang akan melumpuhkan KPK Apakah ini dikarenakan sesungguhnya ada suatu kekuatan besar, yang berkepentingan dengan pelumpuhan KPK ini, yang mampu menaklukkan keberanian, dan ketegasan Jokowi?

Apakah ini ada kaitannya dengan fakta bahwa PDIP-lah yang menjadi pelopor utama dari revisi yang idem ditto dengan pelumpuhan KPK itu? Oleh karena itu, sepertinya Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, lebih berpihak kepada kehendak revisi UU KPK itu, daripada kepada Presiden Jokowi yang tampaknya masih belum berani menunjukkan ketegasan sikapnya terhadap hasrat besar perevisian UU KPK itu.

Jokowi boleh saja mengklaim dirinya, berani dan tegas terhadap kasus kapal-kapal asing ilegal yang sudah 107 buah diledakkan; berani dan tegas dalam kasus narkoba, dengan menghukum mati 14 napi narkoba; berani dan tegas membubarkan Petral. Tetapi, giliran revisi UU KPK, belum berani dan tegas?

Cara Pemerintah Menolak Revisi UU KPK

Cara pemerintah menolak revisi UU KPK, sehingga demikian rencana melakukan revisi itu pasti batal, karena syarat untuk membahas suatu rancangan Undang-Undang harus dilakukan pihak DPR bersama-sama dengan pemerintah, tidak bisa salah satu pihak saja, sudah dikemukakan oleh beberapa pakar Hukum Tata Negara, di antaranya Refly Harun.

Refly mengajukan dua cara, yakni, pertama, Jokowi tak perlu mengirimkan perwakilan pemerintah untuk membahas RUU KPK bersama DPR. Kedua, Jokowi menyatakan penolakannya dalam pengambilan keputusan tingkat akhir di DPR nanti.

Sedangkan Saldi Irsa, Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako), Fakultas Hukum Universitas Andalas, di artikelnya yang berjudul “Memperkuat Pelemahan KPK”, di Koran Kompas, Senin, 15/2/2016, mengajukan tiga cara yang bisa ditempuh Presiden Jokowi untuk mengakhiri niat perevisian UU KPK itu.

Pertama, melakukan konsolidasi semua partai politik pendukung pemerintahan Jokowi untuk menolak rencana revisi UU KPK.

Kedua, memastikan menteri yang mewakili pemerintah di DPR harus satu pemikiran dengan Jokowi, yaitu bahwa revisi hanya dbisa diterima jika sungguh-sungguh memperkuat KPK. Langkah pertama, daftar inventarisasi masalah (DIM) yang dibuat pemerintah harus mengarah pada menolak substansi revisi yang dimuat dalam rancangan yang diajukan DPR.

Ketiga, kalau pembahasan antara pemerintah dan DPR terus berlangsung, maka sesuai Pasal 20 Ayat (3) UUD 1945, Presiden harus memastikan pemerintah menolak memberikan persetujuan bersama. Jika mengikuti alur dan logika "persetujuan bersama" dalam Pasal 20 Ayat (3) UUD 1945, dalam hal menteri yang mewakili presiden menolak memberikan persetujuan bersama, maka persetujuan tak akan terjadi. Artinya, dengan tidak mendapat persetujuan bersama, revisi UU No 30/2002 tak akan pernah memasuki tahap pengesahan oleh presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun