Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Semua Tergantung Maunya Yang Mulia Setya Novanto

8 Desember 2015   09:59 Diperbarui: 8 Desember 2015   09:59 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Tidak mengejutkan, bahkan sudah diduga, bahwa MKD akan memperlakukan Ketua DPR Setya Novanto, “terdakwanya” secara begitu super istimewa. Perlakuan super istimewa itu sudah terjadi bahkan sejak Setya belum datang memenuhi panggilan MKD untuk mengikuti sidangnya itu.

Perlakuan yang sangat berbeda, bak bumi dengan langit, didapat oleh pengadu Sudirman Said dan saksi Maroef Sjamsoeddin, yang menjadi bulan-bulanan para anggota “gila hormat” Mahkamah Kehormatan Dewan yang ingin selalu disebut “Yang Mulia” itu.

Sudirman dan Maroef diperlakukan nyaris tak ada bedanya dengan terdakwa di sidang pengadilan tindak pidana, dengan buas bak serigala-serigala berjubah kehormatan, mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan menyerang yang bisa dikatakan semuanya tidak substantif dan tidak relevan dengan substansi kasus etika yang sedang diperiksa itu. Pertanyaan-pertanyan tak substantif  yang sama sengaja diulang-ulang oleh anggota-anggota yang berbeda, mempermasalahkan motif, tanya harga saham Freeport, dan sebagainya, sampai menuding Sudirman dan Maroef-lah yang bersalah dan melanggar hukum!

Tujuannya jelas, sengaja semakin menjauhkan sidang dari substansi kasus. Tak heran waktu sidang pun bertele-tele, dari pagi sampai tengah malam, tak kurang dari 11 jam! Semuanya mubazir, percuma, tak ada gunanya.

Tetapi, begitu giliran Setya Novanto, “sang pujaan” MKD yang akan disidang, Setya-lah yang menentukan semuanya, sejak belum datang ke ruang sidang MKD, sampai dengan selesai sidangnya, atau lebih tepat “sidang-sidangannya”.

Waktu sidang seharusnya dimulai pukul 09:00 WIB, tetapi Setya Novanto hanya  cukup dengan melayangkan sepucuk surat ke MKD di pagi harinya, memberitahu dia tak bisa datang di jam itu, karena ada acara lain (tanpa menyebutkan secara spesifik acara apa itu), dan baru bisa datang pada pukul satu siang, para anggota MKD pun mangut-mangut. “Beliau baru bisa datang pukul satu siang,” kata salah satu anggota MKD itu.

MKD memang menyebut idolanya itu dengan “beliau”, beda dengan ketika mereka menyebut Sudirman Said dan Maroef Sjamsoeddin. Pengadu dan saksi kasus itu, disebut MKD dengan sebutan “Saudara Pengadu” dan “Saudara Saksi”.

Sementara untuk mereka sendiri, harus dipanggil dengan sebutan “Yang Mulia”. Sebutan ini memang ada di Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015, tetapi rupanya karena takut pengadu dan saksi lupa menyebutkan mereka dengan “Yang Mulia” itu, maka MKD yang kreatif, menempelkan secarik kertas di meja pengadu dan saksi. Tulisan yang terdapat di secarik kertas itu adalah pengingat: "Perhatian!!!! Bapak/Ibu/Sdr Peserta Sidang Yang Kami Hormati. Jangan Lupa untuk Penyebutan Anggota MKD dengan Sebutan Yang Mulia Pimpinan/Anggota MKD."

 

Namun, ketika sampai pukul satu siang lewat, Setya Novanto belum tiba juga, para anggota MKD pun menunggu dengan setianya. “Pak Ketua” baru tiba sekitar pukul 13:50, atas keterlambatan itu, tidak ada satu pun dari anggota MKD itu yang mempersoalkannya, bahkan sejak dari turun mobilnya, dia sudah diperlakukan dengan sangat istimewa, sejumlah petugas keamanan Gedung DPR pun dikerahkan secara maksimal untuk mengawalnya sampai masuk masuk ke ruangan tunggu sidang. Para sersonil keamanan Gedung DPR itu diperintahkan memasang pagar betis kiri-kanan untuk mengamankan lewatnya Setya Novanto.

Para wartawan pun dikecohkan, karena Setya tidak melewati mereka,  dia masuk lewat pintu lain yang tidak biasa dipakai, yang tentu saja semuanya difasilitasi pula oleh MKD.

Setya juga mendapat perlakuan istimewa dengan diperbolehkan didampingi oleh penasihat hukumnya, Firman Widjaja, ikut ke dalam ruangan sidang, padahal ini bukan sidang pengadilan, tetapi sidang internal kode etik anggota DPR.

Begitu Setya tiba di lokasi sidang, LCD televisi layar besar yang biasa menayangkan suasana ruangan sidang langsung dimatikan. Sekitar setengah jam Setya di ruang tunggu, lalu masuk ke ruang sidang. Begitu dia masuk, pintu ruangan sidang langsung ditutup.

MKD mengumumkan sidang bersifat tertutup untuk umum, karena atas kemauan Setya Novanto, dan, katanya ada rahasia negara yang dibicarakan. Padahal siapa pun tahu, yang dibicarakan adalah rahasia antara mereka dengan Setya Novanto.

Mereka melanjutkan persengkongkolan jahatnya di dalam ruangan itu!

Anggota-anggota MKD yang sebelumnya berkoar-koar akan mempertahankan agar sidang dilangsungkan secara terbuka, termasuk Junimart Girsang dari Fraksi PDIP, langsung luluh hatinya, dan mengatakan, “Sidang tertutup atas kehendak beliau, dan kami tak bisa apa-apa. Karena aturannya memang begitu.”

Demikian juga dengan salah satu pengikuti setia Setya Novanto sesama petinggi Golkar, Ridwan Bae  dan Supratman (Gerindra) yang dengan suara keras berjanji di acara Mata Najwa, Metro TV, malam sebelumnya, bahwa mereka akan berupaya secara maksimal agar sidang berlangsung secara terbuka. Ridwan Bae juga berjanji akan bersikap garang juga terhadap Setya Novanto, sama atau bahkan lebih garang daripada sikapnya kepada Sudirman said dan Maroef Sjamsuddin.

Belum selesai janjinya itu lepas dari bibirnya, saya sudah membathin, iblis lebih bisa dipercaya daripada orang ini. Menurut catatan Jawa Pos (Selasa, 8/12/2015), Ridwan Bae adalah salah satu pendukung utama sidang harus tertutup.

Kata Junimart Girsang,  dan Sarifuddin Sudding (Hanura) berkata kepada kepada wartawan, bahwa di ruang sidang, mereka dua berdebat alot dengan beberapa anggota MKD lainnya agar sidang harus terbuka, meskipun diminta tertutup oleh Setya. Tetapi, mereka kalah suara. Maka sidang pun berlangsung secara tertutup.

Keterangan ini bertolak belakang dengan keterangan anggota MKD dari Fraksi Partai Gerindra, Suprapto, yang mengataan, tidak ada perdebatan, semua anggota MKD setuju memenuhi keinginan Setya Novanto agar sidang berlangsung secara tertutup, karena itu sesuai dengan kesepakatan sebelumnya bahwa sidang terbuka/tertutup sesuai dengan kehendak yang bersangkutan. Suprapto juga sudah lupa dengan janjinya di Mata Najwa itu.

Bagi orang-orang ini janji dan berbohong kepada rakyat adalah dua hal yang tak terpisahkan.

Siapa yang benar, tentu kita tidak bisa tahu, karena sejak belum sidang, begitu Setya Novanto masuk ke dalam ruangan sidang saja, pintu langsung ditutup rapat, segala macam kamera perekam dilarang, termasuk milik DPR sendiri.

Siapa tahu, yang terjadi di saat itu adalah begitu ruangan sidang ditutup, 17 anggota MKD itu pun bersama-sama membuka topeng mereka, lalu bersama-sama menghadap dan menunduk menghormati Setya, sambil berseru kepadanya denganpenuh takjub: “Selamat datang Yang Mulia Setya Novanto, maah telah merepotkan Yang Mulia, kami menunggu perintah Yang Mulia!”

Lalu, “Yang Mulia” Setya Novanto pun mulai memberi perintah, mengatur skenario apa yang harus mereka lakukan. Di antaranya adalah dengan menunjuk Kahar Muzakir, dari Fraksi Partai Golkar, yang juga adalah salah satu anakbuah yang paling setia di Golkar, sebagai pemimpin sidang.

Setelah itu, barulah MKD alias “Mahkamah Konco-nya Dhewe,” atau Mahkamah Kelompok Dagelan memulai permainan sandiwara sidangnya itu.

Para anggota MKD tentu membantah perkiraan saya tentang apa yang terjadi di dalam ruangan sidang yang tertutup untuk umum itu, tetapi benar yang mana? Siapa suruh sidangnya tertutup. Jadi, kan boleh saja saya, atau siapapun, tebak-tebakan tentang apa yang terjadi ketika itu di ruang sidang tertutup itu.

Faktanya, kan benar juga Kahar Muzakir-lah, anak buah setia Setya Novanto  Setya-lah yang ditunjuk sebagai pimpinan sidang “sandiwara” itu? Maka, tak dapat dihindarilagi, “jeruk pun makan jeruk” pun terjadi, siapa yang percaya penjilat berani menyidangkan yang dijilatnya?

Bagaimana pula bisa masuk logika mengharapkan sidang MKD itu bisa berlangsung secara adil, kalau pemimpin sidangnya adalah anak buah Setya Novanto sendiri. Apalagi sebelumnya, semua partai politik yang bergabung dalam koalisi KMP, berkumpul di rumah Prabowo Subianto, berikrar untuk membela mati-matian Setya Novanto.

The Big Boss” Aburizal Bakrie pun sudah berseru: “Menjatuhkan Setya Novanto adalah dosa!”

Majalah Tempo, 7-13 Desember 2015, menulis, saat  melalui voting, MKD memutuskan sidang dapat dilaksanakan, Setya Novanto langsung bermanuver melobi beberapa ketua umum parpol. Salah satunya, tentu saja partainya sendiri, Golkar.

Setya menemui Aburizal Bakrie di kediamannya di Jalan Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta Pusat. Ia meminta Aburizal mengganti tiga anggota Golkar di MKD. Aburizal langsung memenuhi permintaan Setya itu. Dua hari setelah itu, Fraksi Golkar mengumumkan penggantian anggotanya di MKD. Tiga nama baru itu adalah Kahar Muzakir, Adies Kadir, dan Ridwan Bae.

Tiga orang ini pulalah yang sejak awal menghendaki agar MKD menghentikan pemeriksaan kasus yang menimpa Setya Novanto itu, ketika sidang diputuskan dijalankan, mereka juga yang memaksa agar sidang itu tertutup, dan juga yang menentang pemutaran rekaman percakapan itu di sidang MKD.

Mereka juga dengan anggota MKD dari beberapa partai lainnya paling keras menyerang dan memperlakukan Sudirman Said dan Maroef Sjamsoeddin seperti terdakwa di sidang pengadilan tindak pidana saja itu.

Kahar menyebutkan Sudirman Said telah melakukan pelanggaran hukum karena memberi izin pembuangan limbah beracun kepada Freeport di Timika  (apa hubungannya?), ia juga  dan Adies kadir yang menuding Maroef Sjamsuddin telah melakukan pelanggaran hukum, telah melakukan tindak pidana kejahatan, karena telah melakukan perekaman percakapan itu secara ilegal, karena tanpa izin Setya Novanto, dan bahwa katanya, perekaman seperti itu hanya boleh dilakukan oleh penegak hukum.

Kahar Muzakir adalah sosok yang juga pernah disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi PON Riau 2012 bersama dengan Setya Novanto.

Sedangkan Ridwan Bae malah menuding Maroef Sajamsuddin-lah yang telah mempermalukan bangsa Indonesia dengan membuat rekaman yang kemudian tersebar luas ke publik itu! Bukan Setya Novanto sang pelaku!

Begitu patuhnya MKD terhadap Setya Novanto, mungkin saja ada hubungannya dengan julukan “Sinterklas” yang pernah digunakan Nazaruddin (terpidana korupsi berbagai proyek, antara lain Wisma Atlet) karena sangat “dermawan” dalam membagi-bagi hasil korupsi kepada banyak orang. Mungkin saja kedermawan Setya pun telah mencapai MKD.

Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo yang berseberangan dengan kubu Setya Novanto, menulis di status BBM-nya, “#Bingung, Pilih Integritas/Isi Tas?” (Harian Kompas, Selasa, 8/9/2015).

“Yang Mulia” Setya Novanto pun mengatur bahwa tidak ada tanya-jawab tentang rekaman percakapan tersebut, ia tak mau menjawab sepatah katapun tentang itu, karena menurutnya Sudirman Said tidak punya legal standing sebagai pelapor, dan rekaman dari Maroef Sjamsoeddin itu ilegal (karena direkam tanpa seizinnya. Jadi, pesan buat penegak hukum, termasuk KPK, jika hendak merekam atau menyadap orang yang diduga hendak melakukan kejahatan/korupsi, harus minta izin kepadanya terlebih dahulu).

Karena MKD adalah Mahkamah Konco-nya Dhewe maka mereka pun mangut-mangut, sambil ramai-ramai mengucapkan, “Iya, Yang Mulia, iya, Yang Mulia, ...” 

Setelah itu Setya menyuruh mereka semua diam, lalu dia mulai membaca pernyataan tidak bersalahnya setebal 12 halaman itu. Dari isinya, kelihatan jelas bahwa yang menulis pernyataan itu sesungguhnya adalah kuasa hukumnya. Padahal dalam sidang kode etik seperti itu, seharusnya yang didengar adalah keterangan yang bersangkutan sendiri secara lisan. Agar bisa sedapat mungkin diketahui keaslian dari perilakunya tersebut.

Jika sidang untuk mendengar keterangan Sudirman Said dan Maoef Sjamsuddin yang sedemikian bertele-tele tanpamenyentuh substansi kasusnya itu berlangsung dari pagi sampai tengah malam, sampai sekitar 11 jam malam itu, maka atas kehendak Yang Mulia Setya Novanto, permohonan keterangannya itu hanya cukup berlangsung sekitar 3 jam saja. Sekitar pukul enam sore sidang itu sudah dinyatakan Setya Novanto, selesai.

Dia pun keluar ruang sidang itu dengan melambaikan tangannya, tertawa ceria ke arah wartawan. Menertawai kemarahan Presiden Jokowi dan kegeraman rakyat terhadap mereka (dia dan MKD).

MKD pun tak berani bicara banyak-banyak, mereka hanya pada intinya mau bilang: “Semua tergantung kehendak Yang Mulia Setya Novanto!” *****

Permohonan (baca: perintah) Yang Mulia Setya Novanto, yang kemungkinan besar akan dengan penuh rasa hormat dipenuhi oleh MKD. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun