Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Begitu Sederhananya Proses Kelahiran Republik Indonesia  

12 Agustus 2015   00:29 Diperbarui: 12 Agustus 2015   00:29 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah Jepang menyerah kalah kepada sekutu pada 15 Agustus 1945, para pejuang kemerdekaan Indonesia dipimpin Soekarno melakukan gerak cepat untuk mempersiapkan pernyatakan kemerdekaan Indonesia. Akibat dari kekalahan itu, di Hindia Belanda status pemerintahan militer penjajahan Jepang, Gunseiken, hanya status quo, menunggu datangnya pasukan sekutu untuk penyerahan kekuasaan.

Soekarno bergerak cepat menghubungi pejabat tinggi Gunseiken untuk memberitahu kepada mereka bahwa dia bersama kawan-kawannya akan menyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Laksamana Muda Maeda Tadashi (lahir di Kagoshima, Jepang, 3 Maret 1898, meninggal 13 Desember 1977) adalah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda. Di masa perang Pasifik, ia ditugaskan di Hindia Belanda sebagai Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Tentara Kekaisaran Jepang.

Ia menempati rumah dinasnya di Jakarta Pusat, di Jalan Imam Bonjol (sekarang Museum Perumusan Naskah Proklamasi). Dia punya peran penting dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia, karena dia dengan sukarela mempersilakan Soekarno dan kawan-kawannya memakai rumahnya sebagai tempat mempersiapkan kemerdekaan itu.

Soekarno memuji kebesaran jiwa Laksamada Maeda. Di buku otobiografinya, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno mengatakan, “Laksmada Maeda adalah orang yang berpandangan luas, seorang idealis yang sangat taat beragama. Sebagai orang yang sudah merantau ke mana-mana, dan pernah mengunjungi Indonesia sebelum perang, ia dapat memahami cita-cita kami. Terutama di saat-saat terakhir yang menentukan ini. Ia ke luar dari rumahnya untuk menguatkan pribadi jaminan perlindungannya; akan tetapi katanya, di luar dinding rumahnya dia tidak bisa bertanggung jawab. Itu adalah daerah militer.

Untuk memastikan pendirian Gunseiken, Soekarno ke Gedung Istana tempat pusat Gunseiken, yang setelah Indonesia merdeka menjadi Istana Kepresidenan. Ia menemui Kolonel Nishimura ajudan dari Gunseiken. Tetapi Nishimura menolak memberi izin kepada Soekarno dan kawan-kawannya itu menyatakan kemerdekaan Indonesia. Katanya kepada Soekarno, “ Dai Nippon tidak lagi mempunyai kekuasaan di sini. Pada waktu sekarang kedudukan kami hanyalah sebagai petugas dari Tentara Sekutu. Kami sangat menyesal atas janji-janji kemerdekaan yang telah kami berikan, tetapi adalah suatu kenyataan, bahwa kami dilarang untuk mengubah status quo. Tentara Dai Nippon tidak berdaya lagi membantu tuan.”

Meskipun sudah berupaya berdebat dengan Nishimura, Kolonel itu tetap pada pendiriannya. Demikian juga Soekarno. Maka bergegas ia kembali ke rumah Laksamada Maeda menemui kawan-kawannya, antara lain Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo. Achmad Soebardjo adalah asisten kepercayaan Laksmada Maeda. Mereka pun merembug membicarakan tentang bagaimana menyatakan kemerdekaan Indonesia. Saat itulah dirumuskan naskah teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, yang ternyata prosesnya sangat sederhana.

Perumusan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu dirumuskan di ruang makan oleh Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ahmad Subarjo, disaksikan oleh Sukarni, B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sudiro. Soekarno menuliskan konsep pada secarik kertas dan kemudian disempurnakan dengan pendapat Hatta dan Ahmad Subarjo.

Subuh, sekitar pukul 04.00 WIB, tanggal 17 Agustus 1945, naskah teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia itu selesai ditulis Soekarno dengan tulisan tangannya, dan membacanya kepada semua yang hadir. Setelah terjadi perdebatan seru, semua yang hadir setuju dengan usulan Sukarni agar yang teks Proklamasi itu bersih dari pengaruh Jepang, yang tanda tangan adalah Soekarno dan Hatta. Usulan ini berdasarkan alasan bahwa kedua tokoh tersebut telah diakui sebagai pemimpin utama rakyat Indonesia.

Setelah mendapat persetujuan semua orang, teks itu lalu diketik oleh Sayuti Malik, dengan beberapa perubahan, ditandatangani Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun