Kompas menjadi wadah pertemuan segala macam pikiran yang hidup dalam masyarakat menuju tingkat perkembangan lebih sehat, sehingga Kompas lebih merupakan viewerspaper daripada newspaper.
Kepada Ojong, Jakob mengatakan, "Tanda tangan ini basa-basi saja. Tidak akan berlaku seumur hidup."
Ojong pun menyerahkan masalah tersebut kepada Jakob apa yang menurutnya terbaik bagi Kompas. Tetapi, sejak itu Ojong tidak lagi mau mengurus mengenai redaksional Kompas sampai tutup usianya pada 31 Mei 1980.
Jakob Oetama sangat menghormati P.K. Ojong, demikian pula sebaliknya. Setiap tahun, setiap tanggal 31 Mei, Jakob selalu tidak lupa mengajak para pemimpin Kompas Gramedia berziarah ke makam P.K. Ojong.
Di setiap momen penting yang berkaitan dengan sejarah Kompas Gramedia, Jakob tidak pernah lupa menyebutkan jasa besar rekannya sesama pendiri Kompas Gramedia itu. Tidak terkecuali pada saat memperingati HUT ke-50, atau “HUT Emas” Kompas, sekaligus peluncuran buku 50 Tahun Harian Kompas, pada Minggu kemarin, 28 Juni 2015, di Bentara Budaya, Jakarta.
Demikian juga rasa syukur tiada akhir yang selalu diucapkan dan diingatkan Jakob kepada dirinya sendiri dan kepada segenap pemimpin dan karyawan grup Kompas Gramedia di dalam berbagai kesempataan, terutama sekali saat memperingati setiap HUT Kompas.
Saat memperingati HUT ke-50 Kompas sekaligus peluncuran buku 50 Tahun Harian Kompas, kemarin itu, Jakob kembali mengingatkan pentingnya bersyukur dan berterima kasih.
Kompas.com, Minggu, 28 Juni 2015, menulis beritanya:
.....
Jakob mengaku bersyukur atas karunia serta nikmat dari Yang Mahakuasa sehingga Kompas bisa terus berjalan hingga usianya yang ke-50 saat ini. "Dalam merayakan 50 tahun, tidak ada kata lain selain syukur dan terima kasih. Syukur atas karunia dan berkah yang dilimpahkan Tuhan, yang merestui kerja sama yang sinergi dan usaha keras yang membuahkan hasil bagi banyak orang," kata Jakob.