Berdasarkan data dari salinan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) Budi Gunawan yang diperoleh Tempo, terungkap bahwa Budi Gunawan pernah mempunyai dua KTP dengan alamat yang berbeda, dalam kurun waktu yang sama. Hal tersebut ditulis di Majalah Tempo edisi 25 Januari 2015.
KTP yang pertama dengan nama “Gunawan”, untuk membuka rekening di BCA dan BNI Warung Buncit, Jakarta, pada 5 September 2008. Dalam KTP tersebut, tercatat alamat Jalan Duren Tiga Selatan VII Nomor 17A, RT 10 RW 02, Kelurahan Duren Tiga, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.
“Gunawan” lalu menyetor masing-masing Rp 5 miliar ke dua rekening baru itu. Asal dana berasal dari “Budi Gunawan” – yang ketika itu menjabat Kepala Kepolisian Daerah Jambi berpangkat Brigadir Jenderal.
KTP yang kedua, dengan nama “Budi Gunawan”, yang dipakai untuk membuat LHKPN-nya tertanggal 19 Agustus 2008. Budi Gunawan mencantumkan alamatnya yang berbeda dengan “Gunawan” yang pertama, yaitu di Jalan Duren Tiga Barat VI No. 21 RT 05 RW 02, Kelurahaan Duren Tiga, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Dalam LHKPN ini, Budi Gunawan juga mencantumkan alamat kantor di Jl Jenderal Sudirman No 45, Kota Jambi Provinsi Jambi.
Saat diperiksa oleh penyidik KPK, ternyata dua KTP “Gunawan” dan “Budi Gunawan” tersebut di atas dengan foto orang yang sama, yaitu Budi Gunawan yang “asli”.
Temuan ini antara lain yang membuat KPK mencurigai aneka transaksi itu merupakan bagian dari suap dan gratifikasi kepada Budi Gunawan, yang kemudian menetapkannya sebagai tersangka pada 13 Januari 2015.
Pemalsuan KTP Delik Aduan?
Dari pengungkapan ini, jelaslah sangat patut diduga bahwa Budi Gunawan juga pernah melakukan tindak pidana yang sama dengan yang dituduhkan kepada Abraham Samad, yaitu pemalsuan dokumen kependudukan (KTP). Pada Budi Gunawan lebih berat lagi, karena dia adalah perwira polisi, dan pemalsuan KTP dilakukan untuk melancarkan kejahatan yang jauh lebih serius lagi.
Seharusnya polisi juga mengusut dugaan pemalsuan dokumen kependudukan (KTP) yang dilakukan oleh Budi Gunawan tersebut. Tetapi, kenapa itu tidak dilakukan? Kelihatan sekali polisi telah menerapkan suatu standar ganda, solidaritas korps yang keliru, dan juga mengabaikan kewajibannya sebagai penegak hokum yang harus mengusut setiap dugaan tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh siapa pun juga.
Ketika hal ini dipertanyakan kepada Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Ronny F Sompie membantah bahwa polisi telah menerapkan standar ganda. Menurut dia, kasus pemalsuan dokumen kependudukan Abraham Samad itu berbeda dengan kasus Budi Gunawan.
“Apakah (kasus Budi Gunawan) sudah dilaporkan (masyarakat)?Kalau belum, terus kenapa pertanyaan itu ditanyakan ke kami?”, katanya. Menurut Ronny, polisi tidak akan menolak jika ada laporan jika ada laporan tersebut. Polisi tidak boleh mengkriminalisasikan. Karena itu, masyarakat harus melaporkan terlebih dahulu. Tidak ada dobel standar, ya!” (rapper.com).