Di sana saya menemukan lukisan baru yang saya sukai berjudul Wheat Field with Crows karena menggambarkan tentang pikiran yang sangat bermasalah.
Membuat saya merinding membayangkan lukisan seindah itu tapi ternyata makna di baliknya justru sangat gelap.
Bagaimana tidak, pada 27 Juli 1890 Van Gogh menembak dirinya sendiri saat berada di ladang yang dilukiskan di gambar tersebut karena merasa gagal dalam mencapai tingginya standar hidup yang ia tetapkan sendiri.
Selain deskripsi dari berbagai karya sang maestro ada juga poster informasi mengenai teknologi Sensory4 yang digunakan dalam pameran ini dalam rangka menambah pengalaman pengunjung melalui rangsangan indera mulai dari penglihatan, pendengaran, hingga penciuman.
Lalu sebelum masuk ke ruangan berikutnya, akan ada informasi tentang wewangian yang akan kita cium dengan komposisi yang cukup kompleks yakni lapisan atas: pala, kapulaga, cemara, akar warngi; lapisan tengah: lemon, kayu cedar, kayu accord; lapisan dasar: kayu cendana, amber, musk.
Sayangnya saat memasuki ruangan tersebut perihal wangi tersebut sama sekali tidak tercium.Â
Ahh, ternyata saya masih pakai masker.Â
Saya copot masker di hidung lalu hirup udara berkali-kali, mencoba mendeteksi wangi yang disebutkan, hasilnya nihil.
Tidak ambil pusing, saya coba lanjut menikmati karya-karyanya di layar yang disorot oleh proyektor.
Di sini, terdapat banyak sekali layar yang disorot oleh puluhan proyektor berkualitas tinggi sehingga gambar yang ditampilkan tidak pecah bahkan rasanya seperti melihat mahakarya Van Gogh langsung namun dalam ukuran yang besar.
Ini sih cocok banget untuk mereka kaum gen Z dan milenial akhir yang suka foto-foto Instagramable.
Tidak heran sejauh mata memandang pameran ini hampir sebagian besar dipenuhi remaja sekitar umur 15 hingga 20-an.