Setelah menunggu hampir sebulan akhirnya waktu yang dinanti tiba juga.
Cuaca cerah melengkapi hari Senin ini saat saya berkunjung ke acara Van Gogh Alive di Mall Taman Anggrek, Jakarta Barat (10/7).
Lokasi acara tersebut ada tepat di sebelah kiri setelah masuk di pintu lobi utama mall.
Bulan lalu saya sudah memesan tiket kategori early bird dengan harga Rp 182.400 di hari kerja dan mereservasi untuk jam 12.00-13.00 siang.
Saya pikir di jam tersebut pengunjungnya sedikit, tapi ternyata masih tetap ramai bahkan sampai sudah ada antrian bagi yang reservasi di jam 1.
Karena saya datang sekitar jam 12.20-an, maka saya tidak perlu mengantri terlalu lama untuk masuk.
Begitu melangkah masuk replika ruangan dari lukisan Vincent's Bedroom in Arles langsung menyambut pengunjung saat masuk dan kita diperbolehkan untuk foto di sana.
Tenang saja, di tiap ruangan selalu ada petugasnya.Di ruangan tersebut ada juga informasi mengenai riwayat hidup sang maestro.
Berpindah ke ruangan berikutnya adalah instalasi taman bunga yang terinspirasi dari salah satu mahakaryanya yang terkenal berjudul Sunflowers.
Lukisan itu menjadi masyhur karena hanya dengan tiga shades dari warna kuning, ia mampu menciptakan gambar bunga matahari yang begitu hidup.
Berjalan ke ruangan berikutnya ada deskripsi dari berbagai lukisan Van Gogh yang dibuatnya dari tahun ke tahun.
Di sana saya menemukan lukisan baru yang saya sukai berjudul Wheat Field with Crows karena menggambarkan tentang pikiran yang sangat bermasalah.
Membuat saya merinding membayangkan lukisan seindah itu tapi ternyata makna di baliknya justru sangat gelap.
Bagaimana tidak, pada 27 Juli 1890 Van Gogh menembak dirinya sendiri saat berada di ladang yang dilukiskan di gambar tersebut karena merasa gagal dalam mencapai tingginya standar hidup yang ia tetapkan sendiri.
Selain deskripsi dari berbagai karya sang maestro ada juga poster informasi mengenai teknologi Sensory4 yang digunakan dalam pameran ini dalam rangka menambah pengalaman pengunjung melalui rangsangan indera mulai dari penglihatan, pendengaran, hingga penciuman.
Lalu sebelum masuk ke ruangan berikutnya, akan ada informasi tentang wewangian yang akan kita cium dengan komposisi yang cukup kompleks yakni lapisan atas: pala, kapulaga, cemara, akar warngi; lapisan tengah: lemon, kayu cedar, kayu accord; lapisan dasar: kayu cendana, amber, musk.
Sayangnya saat memasuki ruangan tersebut perihal wangi tersebut sama sekali tidak tercium.Â
Ahh, ternyata saya masih pakai masker.Â
Saya copot masker di hidung lalu hirup udara berkali-kali, mencoba mendeteksi wangi yang disebutkan, hasilnya nihil.
Tidak ambil pusing, saya coba lanjut menikmati karya-karyanya di layar yang disorot oleh proyektor.
Di sini, terdapat banyak sekali layar yang disorot oleh puluhan proyektor berkualitas tinggi sehingga gambar yang ditampilkan tidak pecah bahkan rasanya seperti melihat mahakarya Van Gogh langsung namun dalam ukuran yang besar.
Ini sih cocok banget untuk mereka kaum gen Z dan milenial akhir yang suka foto-foto Instagramable.
Tidak heran sejauh mata memandang pameran ini hampir sebagian besar dipenuhi remaja sekitar umur 15 hingga 20-an.
Ruangan berikutnya juga tak kalah menarik secara konsep karena di sini kita seperti berjalan di bawah rintikan hujan lengkap dengan dekorasi lampu kelap-kelip berwarna kuning dan efek suara hujan.
Menariknya, efek suara seperti rintikan hujan itu bersumber dari lantai papan berlukiskan Starry Night-nya Van Gogh yang akan berbunyi seperti suara pekak hujan saat kita jalan.
Semakin ramai orang yang jalan maka akan semakin terasa seperti suara rintikan hujan. Ini jenius banget sih.
Keluar dari sana ada ruangan yang tidak terlalu besar berisi sekitar 10 buah stand kayu lengkap dengan alat gambarnya untuk pengunjung yang ingin coba menggambar lukisan Van Gogh.
Beranjak ke ruangan terakhir adalah tempat jual merchandise dan suvenir bertemakan Van Gogh. Ada juga photobooth, tapi saya tak kuasa menunggu antreannya yang sudah mengular.
SARAN
Secara umum, event ini menarik apalagi bagi pecinta lukisan sang maestro Van Gogh. Tapi menurut saya ada beberapa hal yang bisa diperbaiki:
1. Pencahayaan
Bagian pencahayaan khususnya di ruangan kedua yang terletak deskripsi lukisan Van Gogh terbilang sangat minim apalagi di bagian karyanya.
Padahal lukisan yang ada di bagian bawah itu adalah lukisannya yang utuh dibanding yang ada pada bagian atas.
Alangkah jauh lebih baik jika lukisan berukuran penuhnya (yang terletak di bawah) disorot cahaya lebih lagi sama seperti sorotan cahaya pada bagian deskripsi lukisan di atasnya.
2. Â Jumlah pengunjungPengunjung di acara ketika saya datang di jam setengah satu siang memang cukup ramai tapi tidak sampai berdesak-desakan. Pengunjung baru terlihat sangat menumpuk khususnya di ruangan proyektor dan suvenir.
Seharusnya pengunjung dibatasi misalnya setiap 30 menit hanya diperbolehkan masuk 50 pengunjung saja sehingga pengunjung bisa lebih merasakan experience-nya ketika berada di dalam sana.
3. Wangi-wangian
Ini mungkin terkait dengan poin sebelumnya yakni jumlah pengunjung, saat berada di ruangan proyektor sudah ada seperti disclaimer bahwa akan ada wangi-wangi tertentu. Tapi nyatanya sama sekali tidak terendus aroma yang dimaksud.Â
Ini tentunya cukup mengecewakan bagi saya karena mempengaruhi pengalaman berkunjung saya padahal pihak penyelenggara sudah menggadang-gadang teknologi Sensory4 yang diklaim juga merangsang indera penciuman.
4. Kelayakan properti
Meski terlihat sepele namun bisa ada beberapa poster deskripsi lukisannya yang lecek seperti terkena hantaman benda tumpul.
5. Jam kunjung
Bagi pengunjung, saya sarankan datang agak telat sehingga tidak perlu menunggu terlalu lama seperti pengunjung lain yang saya lihat sudah berdiri mengantre 30 menit lebih awal dari jam kunjung mereka.Â
Saya rasa selama sistem jam kunjung mereka belum diperbaiki sepertinya datang telat 40 menit masih bisa masuk. Toh, mereka juga memperbolehkan pengunjung untuk keluar dari pameran misalnya untuk ke toilet lalu masuk ke dalam lagi.
Kesimpulan
Sebagai penutup, acara Van Gogh Alive ini menarik untuk dikunjungi jika kalian penggemar pelukis kelahiran Belanda itu. Saya cukup puas bisa mengenal lagi sejarah hidup beserta mahakaryanya dengan cara yang baru.
Tetapi pihak penyelenggara perlu mengevaluasi lagi beberapa hal yang telah saya sebutkan agar kedepannya pengunjung bisa mendapatkan pengalaman menikmati instalasi seni ini dengan lebih memuaskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H