Mohon tunggu...
Daniel Glen
Daniel Glen Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Budaya Pop

Sukanya membaca, menulis, menggambar, mendengarkan musik dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

[Review] Pengabdi Setan 2 Jadi Film Horror Terakhir Saya! Nyesel!

20 Agustus 2022   01:25 Diperbarui: 25 Agustus 2022   10:12 2677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Pengabdi Setan 2. Sumber: liputan6.com

Latar Belakang Saya Nonton Film Ini

Untuk menikmati Pengabdi Setan 2 kalian harus mengikuti dulu Pengabdi Setan yang pertama karena ceritanya sebagian besar nyambung dengan yang kedua ini.

Kalau langsung nonton yang kedua tapi cuma paham alur cerita luarnya seperti saya dipastikan tidak akan menikmati jalan ceritanya secara keseluruhan.

Saya menonton film ini karena:

  • Ada review yang bilang setannya lebih beragam dari yang pertama (di otak saya wah mungkin ada kuntilanak, tuyul, pocong, dan setan khas Indo lainnya)
  • Orang-orang kebanyakan bilang film ini bagus bahkan naik sebagai trending topic di Twitter selama beberapa hari
  • Meyakinkan diri saya sendiri kalau film horror masih serem.

Saat kecil, acara horror yang pertama kali saya tonton adalah Kismis (Kisah Misteri) yang ditayangin di RCTI di awal tahun 2000-an.

Seperti namanya, acara tersebut membahas kisah mistis di sebuah peristiwa lengkap dengan penggambaran adegannya.

Acara tersebut berhasil bikin saya trauma sampai gabisa tidur. 

Tiap nonton film horror pasti selalu kepikiran minimal 3 hari baru bisa tidur tenang.

Lalu beberapa tahun kemudian muncul film Omen (2006) dimana itu pertama kalinya saya lihat kepala buntung dalam sebuah film.

Itulah perkenalan awal saya dengan tema gore di film horror, karena biasanya film horror yang saya lihat cuma ada setan dan jumpscare aja.

Beranjak remaja, saya mulai memberanikan diri nonton berbagai film dengan tema thriller dan horror agar semakin berani.

Lalu hadirlah film karya James Wan yakni Conjuring dan The Insidious.

Kedua film tersebut menurut saya adalah film horror/setan terbaik karena selain selain jalan cerita yang menarik, ada cara bangun momentum hingga klimaks jumpscare-nya yang rapih, serta jenis setannya yang seram.

Yang saya paling suka dari The Insidious adalah cara mereka memperlihatkan sekilas penampakan setan yang akan muncul.

Seperti potongan adegan di bawah ini, diperlihatkan ada wujud bocah yang sedang menghadap tembok di detik 0.36.

Nantinya bocah tersebut yang akan menjadi salah satu setan di film itu.


Di film The Insidous berikutnya juga masih ada penampakan sekilas kakek-kakek yang duduk di kursi goyang.

Sayangnya seperti film berseri pada umumnya, hanya 2 film awal saja yang bagus (mungkin maksimal juga 3 film pertamanya), sisanya jalan cerita mulai gajelas, motif setan gajelas, dan jumpscare ketebak.

Apalagi sejak dibikin spin-off nya yaitu Anabelle dan The Nun, itu sama sekali ga serem dan ga jelas.

Salah satu contohnya adalah adegan di film The Nun di mana suster-suster biara pada lari ke dalam gereja untuk mendaraskan doa, tapi kekuatan setannya terlalu kuat.

Suster biara pemeran utama yang ada di tengah tiba-tiba baju bagian punggungnya sobek dicakar setan sementara suster-suster lain yang ada di sekitarnya mental terlempar ke tembok kayak kena force di film Star Wars aja, hadeh..

Maka dari itu, saya masih mencari apakah ada film horror yang bagusnya setara dengan 2 film tadi. 

Setidaknya kalau jumpscare-nya kurang, ya jalan ceritanya meyakinkan. 

Film horror terakhir yang saya nonton itu Scary Stories to Tell In The Dark di tahun 2019. Seperti film horror lainnya, sungguh mengecewakan.

Hingga akhirnya Pengabdi Setan 2 ini muncul, optimisme saya pun kembali muncul.

2 Minggu Lalu

Saya sudah pernah menonton Pengabdi Setan 1 tapi itu juga ga ngikutin banget karena bosenin jadi hanya tau garis besar ceritanya seperti apa.

Di hari Minggu (7/8), saya sedang berbincang dengan teman saya tentang film horror hingga dia bertanya apakah saya sudah menonton Pengabdi Setan 2: Communion.

Saya menjawab belum, lalu saya tanya apakah bagus karena dari review yang saya lihat seperti misalnya dari postingan Kincir di Instagram, ulasan beberapa Kompasianer, hingga trending topic di minggu tersebut bunyinya sangat positif.

Bahkan Kincir saja memberikan rating 10/10. 

Buset dah, ini pertama kalinya ngeliat rating setinggi itu di sana.

Tetapi teman saya justru menepis pandangan positif tadi dengan mengatakan,

"Jelek sumpah, jangan nonton deh".

"Emangnya kenapa?", jawab saya.

"GELAP BANGET! Kaga bisa ngeliat apa-apa. Terus juga banyak potensi-potensi yang ga bisa dimanfaatin. Abis itu kameranya juga goyang banget buset, pengen rasanya gua ajarin pegang kamera"

Kira-kira seperti itulah kata dia, maklum dia emang pernah sempat magang di salah satu proyek film gitu jadi menurut saya sah aja dia ngomong ke arah teknis seperti itu.

Hari itu saya yang belum menonton pun dengan bekal beberapa review positif dan 1 counter review mainstream teman saya dibuat semakin penasaran dengan filmnya.

Hari yang Ditunggu Tiba

Tiket nonton Pengabdi Setan 2. Sumber: Dokumen pribadi
Tiket nonton Pengabdi Setan 2. Sumber: Dokumen pribadi
Akhirnya saya berkesempatan menonton filmnya.

Saya telat 13-an menit jadi sepertinya ada bagian-bagian penting di awal film yang seharusnya berkaitan dengan keseluruhan jalan cerita.

Film ini berkisah tentang kelanjutan Rini dan 2 adik serta papanya yang pindah ke rumah susun karena dipikirnya bakal aman ga digangguin setan lagi sejak kejadian di rumah tinggal mereka sebelumnya.

Tapi ternyata rusun berlantai 13 (kalau diliat dari foto sih jumlahnya 14 tapi aslinya hanya ada 13 lantai) itu dibangun di atas kuburan yang dulunya tempat dilaksanakannya ritual sesat.

Hampir semua penghuni rusun tersebut adalah anggota sekte tersebut alias setannya. Para anggota sekte atau pengabdi setan itu ya cameo-cameo penghuni rusun yang ga disebutin namanya.

Dari awal film sih menurut saya oke-oke aja. Saya mulai nontonnya dari 3 bocah yang sedang menggali tanah dan menemukan ada kuburan di belakang rusun itu.

Akting 3 anak tersebut yakni Darto, Ari, dan Bondi saya acungi jempol.

Gaya slengean khas anak SMP nya dapet banget, ga terkesan dipaksain, natural gitu deh pokoknya. 

Sepanjang film yang berdurasi hampir 2 jam itu jujur aja yang menurut saya paling berkesan hanya pocong yang beranak lewat mulut dan kehadiran Ratu Felisha sebagai Tari.

Emang Kenapa Sih Filmnya?

Apa yang dikatakan temen saya ternyata benar adanya.

Filmnya gelap banget!!

Bukan gelap dark tema filmnya gitu, tapi beneran gelap ga keliatan apa-apa.

Mau nangis rasanya, bayar film untuk ngeliat layar gelap.

Jadi ceritanya, rusun tersebut menjadi gelap karena diterjang badai hingga menggenanglah banjir dan ada pula kabel listrik yang putus sehingga gada listrik.

Tapi meskipun gelap seharusnya ada lah pencahayaan dikit, misalnya cahaya bulan kek ceritanya gitu biar ga gelap-gelap amat. 

Kemudian yang paling bikin kesel berikutnya adalah penggunaan efek jumpscare-nya yang overused!!

Jadi karena lampu mati dan rusun gelap, Joko Anwar selalu gunain trik yang sama.

Yakni sang tokoh menyalakan korek di tempat gelap dan berpotensi jumpscare, ternyata kondisi aman. Koreknya mati, pas dinyalain lagi, eh mati lagi. 

Nyalain lagi, eh setannya nengok. Koreknya mati lagi, pas dinyalain, setannya udah balik ke posisi semula.

Ini ga sekali-dua kali, tapi hampir di sepanjang film trik ini selalu digunain.

Saking gelapnya, saya sampai mikir "Ini orangnya lagi ngapain deh?". 

Kaya misalnya saat Rini mau ambil koper kerja bapaknya yang ada di lemari depan kamar si bapak yang lagi tertidur.

Buset dah, di adegan ini gelap banget asli. Saya sampai bingung, ini mereka lagi ngapain sih? kenapa kamera pindah-pindah terus sih?

Udah gelap, panning kameranya juga ganggu karena getar banget. Mungkin sengaja kali ya biar berasa efek tremor Rini yang lagi panik? Entahlah.

Kamera yang getar juga menjadi masalah lainnya yang cukup mengganggu.

Saya cukup gatel ngeliat kameranya yang ga bisa stabil, apalagi pas scene mereka dikejar setan.

Hal mengganggu yang terakhir menurut saya adalah adegan disturbing yang bukannya disturb mental agar saya menjadi tidak nyaman dan semakin takut, tapi justru disturb emosi saya.

Total ada 3 adegan disturbing yang paling mencolok dan beneran membuat saya emosi.

Pertama, adegan layar TV yang kesemutan. 

Di adegan ini selama 10 detik (atau mungkin lebih lama, saya tidak hitung) layar bioskop hanya akan menampilkan layar TV kesemutan dan suara kresek-kresek dan secara samar-samar ada sosok Ibu/Raminom.

Maksud saya adalah kalau pun mau dikasih tunjuk layar TV yang kesemutan ya engga di-zoom sampai 1 layar bioskop juga kali. 

Kayak engga ada tujuannya gitu loh, waktu selama itu cuma adegan layar kesemutan untuk kasih tunjuk sosok Raminom.

Sungguh tidak berfaedah.

Kedua, adegan final encounter Rini dengan para setan.

Di adegan saat mereka berlari, Rini akan kena pukul hingga ia terjatuh. 

Saat terbangun ia sudah berada di lantai 14 (lantai rahasia tadi) bersama dengan para pengabdi setan yang sedang melakukan ritual.

Gangguan di adegan ini adalah suara flash blitz sama seperti saat Ari mencoba kamera tersebut di pertengahan film.

Suara ini akan terus berbunyi setiap detik, sejak Rini jatuh hingga akhirnya terbangun. Ini mungkin sekitar 5 menit atau lebih. Pokoknya lama dan ganggu banget.

Saya sampai mikir, duh adegan ini kapan selesainya sih?

Terakhir adalah adegan saat Dino terbunuh (ini engga disturbing, tapi membuat saya terheran-heran)

Jadi di sini ada karakter namanya Dino dan Tari (Ratu Felisha) yang mau keluar cari pertolongan tapi engga bisa karena di lantai bawah sudah tergenang banjir yang dialiri arus listrik dari kabel yang terbuka.

Dino yang sudah ditinggal Tari untuk mencari pertolongan dengan cara lain tiba-tiba melihat Raminom.

Raminom membunuhnya dengan cara menjatuhkannya ke genangan air berlistrik itu.

Tapi ketika jatuh, bukannya jatuh kesetrum listrik tapi malah ketusuk garpu tanah (???)

Hah?! Buat apa dong disebut-sebut bahkan sampai ada adegan untuk ngebuktiin genangan banjirnya itu berlistrik kalau ujung-ujungnya ga dipake?

Penutup

Biasanya saya nonton film di bioskop karena 3 hal: 

Pertama, menghargai semua kru film yang udah buat film yang sebagus itu. Kedua, merasakan sensasi gelegar suara dan tajamnya serta besarnya visual gambar agar lebih puas menonton film yang saya suka. Ketiga, ditraktir temen wkwk.

Nah karena dua alasan awal itu maka setiap kali menonton bioskop pasti saya mengharapkan ada rasa kepuasan, rasa gembira, dan memori yang akan selalu dikenang.

Misalnya ketika saya nonton film Knives Out, Spiderman No Way Home, dan Top Gun Maverick.

Keluar dari bioskop muka full senyum sumringah sampai pulang ke rumah, gabisa berhenti ngobrolin filmnya ke orang lain, dan hype-nya masih tetap berasa sampai 2 hari setelahnya.

Sementara itu, film Pengabdi Setan 2 ini justru membuat saya menjadi kesel sendiri dan gabisa berhenti ngobrolin betapa overrated-nya film ini.

Ini adalah film ketiga setelah sekian lamanya saya kesal dan bad mood karena nonton film yaitu saat menonton film Hours di tahun 2013 dan Automata di tahun 2014.

Cukuplah film ini menjadi film horror terakhir saya. 

Sepertinya saya sudah mencapai ke kesimpulan kalau formula film horror cuma gitu-gitu aja, bisa ditebak, tidak ada yang spesial. 

Kalau dilihat dari kacamata positifnya ya film Pengabdi Setan ini menjadi salah satu penyegar film horror di Indonesia yang selama beberapa belas tahun terakhir selalu dibumbui/dipermanis dengan adegan seksi.

Jadinya yang menjual film horror tersebut bukan jalan cerita/setan horrornya, tapi adegan seksinya. Duh. 

Semoga film horror Indonesia jangan sampai kembali ke era itu dah.

Selain itu juga meskipun (mungkin) hanya saya sendiri di bioskop yang ga menikmati filmnya, setidaknya grup mba-mba yang duduk di depan saya kaget di adegan-adegan jumpscare yang sudah bisa saya tebak.

Itu berarti film ini masih layak ditonton dan membuat kaget para pecinta film horror. Terkecuali saya.

.

Oia, saya lupa bilang kalau di akhir film ada adegan dimana Batara dan Darminah (saya menduga kuat mereka adalah iblis yang saat itu membuat perjanjian dengan karakter Ibu dan Bapak) sedang menari.

Saat menari, kamera akan diarahkan ke 4 foto jadul hitam-putih yang dibingkai di dinding.

Saya sudah punya feeling ini pasti akan sama kaya ending film The Shining yang ternyata benar :)

.

Rating: 4/10

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun