Dua minggu kemudian Timbul menerima Majalah dan Koran yang memuat berita tentang keberhasilan dirinya itu dari Amrin. Timbul langsung membacanya, dia merasa puas akan isi berita tersebut, persis seperti yang di inginkannya, menonjolkan semua keberhasilannya.
“Memang jago do ho bere pasonang roha ni Tulangmu bah… asa di boto parhitaan… dang si Timbul najolo be Au… si Timbul namora i nama on…” (memang kamu hebat kamu menyenangkan hati Pamanmu… agar orang orang Kampung mengetahui… saya bukan si Timbul yang dahulu lagi… sekarang saya adalah si Timbul yang kaya raya) Timbul menyatakan kepuasannya atas tulisan Amrin dikedua media tersebut.
“Ai sadihari be patuduhonon ni tulang anggo dang saonnari… ai tulang nama nomor sada ni konglomerat halak Batak di Indonesia on…” (kapan lagi Paman akan memamerkannya kalau bukan sekarang… sekarang ini Paman adalah nomor satu konglomerat orang Batak di Indonesia…) Amrin kembali memuji Timbul, membuat Timbul mabuk pujian, semakin kambang birrik birriknya.
“Tetapi ada ideku lagi Tulang… supaya Tulang lebih terkenal lagi…”, Amrin melanjutkan.
“Apa itu..?!,” Timbul langsung tertarik.
“Begini Tulang…, di Toba sekarang sedang musim orang membuat tugu satu Ompu. Sudah banyak kali pun orang orang kaya dari Jakarta membuat tugu. Mereka mengadakan pesta yang meriah, padahal kekayaan mereka tak ada apa-apanya dibandingkan Tulang”, Amrin memasang jebakan.
“Jadi maksudmu..?”, Timbul masih belum mengerti.
“Ya Tulang bangunlah tugu yang lebih hebat… lalu di undang semua Marga Napitupulu untuk menghadiri peresmiannya, jadi semua mereka tau dan kenal sama tulang”, Amrin tersenyum didalam hati, karena kelihatannya Timbul termakan pancingan. Tetapi dilihatnya ada keraguan pada diri Timbul.
“Kalau dulu saya lihat orang paling hebat cuma mengundang Camat Balige untuk meresmikan tugu, kalau kita harus Bupati Tulang… kalau perlu Gubernur…”, Amrin semakin merasuk rayuannya, dasarparsarune bulu.
“Boleh, boleh itu… kalau soal Gubernurnya kuatur pun itu… hepeng do mangatur negara on…” Timbul benar benar terpancing egonya.
“Tapi kalau kita membangun, jangan tanggung tanggung, harus lebih hebat dari semua tugu yang pernah ada…. kalau perlu arsiteknya harus dari Bali, harus orang terkenal…”. Timbul bersemangat.