3.Persatuan Indonesia.
Persatuan Indonesia adalah sila ketiga dalam Pancasila yang menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Dalam konteks fenomena LGBT, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dapat terganggu jika terjadi gesekan dan konflik antara masyarakat yang menerima dan yang menolak fenomena LGBT. Oleh karena itu, penanganan fenomena LGBT harus dilakukan dengan memperhatikan kepentingan bersama dan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
4.Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan adalah sila keempat dalam Pancasila yang menekankan pentingnya partisipasi rakyat dalam kebijakan negara dan pengambilan keputusan yang bijaksana. Oleh karena itu, dalam menangani fenomena LGBT, perlu dilakukan kajian mendalam dan melibatkan masyarakat secara luas dalam pengambilan keputusan yang bijaksana dan berlandaskan pada kepentingan bersama.
5.Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah sila kelima dalam Pancasila yang menegaskan pentingnya keadilan sosial dan pemerataan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam konteks fenomena LGBT, hal ini berarti bahwa semua individu, tanpa terkecuali, harus diperlakukan secara adil dan sama di mata hukum dan masyarakat. Dalam praktiknya, hal ini dapat diwujudkan melalui penegakan hukum yang adil dan berkeadilan, serta pembangunan yang berpihak pada seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi.
c.LGBT dalam Perspektif Konstitusi
Dalam perspektif konstitusi Indonesia, hak asasi manusia dapat dibatasi untuk menjaga pengakuan dan penghormatan terhadap hak dan kebebasan orang lain serta memenuhi tuntutan yang adil, sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis. Hal ini diatur dalam Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016 tidak melegalkan perilaku LGBT dan/atau perkawinan sejenis di Indonesia, melainkan memberikan kewenangan kepada pembentuk undang-undang untuk membuat kebijakan baru. Oleh karena itu, pengakuan atau tidaknya perilaku LGBT dan/atau perkawinan sejenis di Indonesia menjadi tanggung jawab dan kewenangan dari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
d.LGBT dalam Perspektif Agama
Agama berasal dari bahasa Latin "Religio", yang berarti ikatan antara manusia dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya sendiri. Ada tiga unsur dalam konsep agama, yaitu kekuatan supernatural yang diakui oleh manusia, perasaan dalam individu yang meyakini kekuatan tersebut, dan tindakan ritual yang dilakukan sehubungan dengan kekuatan tersebut.
Indonesia mengakui keberadaan Tuhan dan setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
Namun, agama yang diakui di Indonesia tidak membolehkan perilaku seksual yang dianggap menyimpang. Dalam Islam, LGBT adalah tindakan yang sangat hina dan dianggap melampaui batas. Surat Luth dalam Islam menceritakan bagaimana Allah marah besar dan menghukum sekelompok orang yang melakukan tindakan homoseksual. Alkitab juga menyatakan bahwa seks hanya dilakukan antara pria dan wanita dalam ikatan perkawinan, dan mengutuk perzinahan, termasuk perilaku homoseksual dan heteroseksual terlarang.
Kesimpulan
Terdapat pandangan publik yang beragam mengenai LGBT di Indonesia, di mana beberapa orang menganggap LGBT sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan norma dan nilai sosial, sedangkan yang lain melihatnya sebagai masalah hak asasi manusia dan mendukung pengakuan hak-hak LGBT. Namun, pandangan negatif terhadap LGBT masih lebih dominan di masyarakat Indonesia karena dipengaruhi oleh budaya, agama, dan nilai moral yang membentuk harapan dan persepsi masyarakat terhadap perilaku yang dapat diterima. Pandangan negatif tersebut berdampak pada hak asasi manusia, khususnya hak untuk tidak diskriminasi dan hak kesetaraan di depan hukum. Individu LGBT di Indonesia menghadapi tantangan yang signifikan, termasuk diskriminasi, kekerasan, dan pelecehan yang sering kali tidak dihukum atau bahkan didukung oleh masyarakat. Kriminalisasi hubungan sesama jenis juga berdampak serius pada hak asasi manusia, termasuk hak privasi, hak kebebasan berekspresi, dan hak kesetaraan di depan hukum. Untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia, penting untuk menantang pandangan negatif terhadap LGBT dan mempromosikan pandangan yang lebih positif yang mengakui hak asasi mereka. Ini termasuk memperjuangkan pencabutan undang-undang dan kebijakan diskriminatif, menangani kekerasan dan diskriminasi terhadap individu LGBT, dan mempromosikan masyarakat yang lebih inklusif dan menerima yang menghargai keragaman dan menjunjung tinggi hak asasi manusia untuk semua orang.
Daftar Pustaka
Dhamayanti, F. S. (2022). Pro-Kontra Terhadap Pandangan Mengenai LGBT Berdasarkan Perspektif HAM, Agama, dan Hukum di Indonesia. Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law Journal, 2(2), 210--231. https://doi.org/10.15294/ipmhi.v2i2.53740