“Kamu mau kemana?” Tanya Idho, si gigi gingsul. Sahabat dekatku yang satu ini dari tadi masih saja berusaha menaikan layangannya. Beberapa kali gagal membuatnya sedikit frustasi.
Idho mengikutiku dari belakang. Ia meninggalkan layangannya begitu saja.
“Dan, mengapa kamu tidak mau bermain layang-layang lagi?”
Idho mencoba menyejajarkan langkahku.
“Karena sejauh apapun kita menerbangkan layang-layang, kita tak tahu kemana arah layang-layang itu kan menuju. Aku tak suka. Karena itu sama saja menggantungkan keinginanku untuk ke tanah suci! Tak akan pernah sampai!”
Si gigi gingsul itu menggaruk-garukkan kepalanya. Dan ia tahu, bila musim layang-layang tiba aku orang pertama yang akan menolak.
“Terus kita mau kemana?”
“Aku mau pulang saja”
Idho mengikuti langkahku. Rumah kami memang tidak berjauhan. Dan ia yang paling sering bermain ke rumah. Maklum, ia anak satu-satunya. Ketika dirumahnya sepi, pasti ia akan kerumahku. Sambil membawa mainan mobil remot. Dan Fahmi, adikku, paling senang bila Idho datang.
***
“Fahmi, kamu lagi main apa? Bukannya belajar!”