Mohon tunggu...
Dany Wahyudin
Dany Wahyudin Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

"Saya adalah seorang penulis yang memiliki ketertarikan dalam berbagai jenis tulisan, mulai dari novel, artikel motivasi, hingga kabar berita terkini. Menulis bagi saya adalah cara untuk mengeksplorasi dunia imajinasi, memberikan inspirasi, dan menyampaikan informasi yang bermanfaat kepada pembaca. Melalui novel, saya berusaha menyentuh hati pembaca dengan cerita yang mendalam, sementara melalui tulisan motivasi, saya ingin memberi dorongan positif untuk menjalani kehidupan. Selain itu, saya juga sering mengikuti perkembangan berita terbaru untuk tetap relevan dan memberikan kabar yang akurat kepada masyarakat."

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cahaya di Tengah Gelap : Episode 1

26 Desember 2024   00:07 Diperbarui: 26 Desember 2024   00:37 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Desa yang tenang di malam hari dengan perpustakaan kecil yang sedang dibangun, memancarkan harapan di tengah gelapnya malam."

Bab 1: Mimpi yang Tertanam

_Di sebuah desa yang damai, terletak di antara bukit-bukit hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Aksa. Desa Lembah Senja dikenal dengan keindahannya yang alami, namun juga dengan keterbatasannya. Aksa bukanlah orang yang menonjol di tengah-tengah kehidupan desa yang sederhana, namun ada satu hal yang membedakannya: semangat untuk mewujudkan impian besar.

Sejak kecil, Aksa menemukan dunia yang luas melalui buku. Setiap kali ada kesempatan, ia selalu membaca---baik itu buku lama yang ditemukan di pasar, maupun buku-buku yang ia pinjam dari teman-temannya. Baginya, buku adalah jendela menuju dunia yang tak terbatas, dunia yang penuh dengan pengetahuan dan peluang.

Suatu sore, ketika melihat anak-anak desa yang sedang bermain, Aksa merasa tergerak. Ia menyadari bahwa mereka, seperti dirinya dulu, perlu memiliki kesempatan untuk lebih berkembang, belajar, dan bermimpi lebih tinggi.

"Aku ingin membuat tempat di mana anak-anak desa ini bisa belajar, Raka. Perpustakaan kecil, yang bisa menjadi sumber inspirasi bagi mereka," ujar Aksa dengan penuh semangat kepada temannya, Raka.

Raka menatap Aksa dengan ragu, "Tapi, Aksa, kita kan tidak punya banyak sumber daya. Bagaimana kita bisa mulai?"

Aksa tersenyum, yakin bahwa setiap impian dimulai dari langkah kecil. "Jika kita tidak mulai bermimpi, siapa lagi yang akan melakukannya? Ini bukan hanya tentang buku, tetapi tentang memberi kesempatan bagi mereka untuk melihat dunia yang lebih besar."

Dengan tekad yang kuat, Aksa mulai menyusun rencananya. Ia menulis daftar impian yang sederhana, namun penuh arti:

1. Mengumpulkan buku sebanyak mungkin.

2. Membuat rak dari bahan yang ada di sekitar desa.

3. Membuat orang-orang percaya bahwa setiap langkah kecil memiliki dampak besar.

Malam itu, di bawah cahaya temaram lampu minyak, Aksa menatap langit, merasakan ketenangan dalam hatinya. Ia tahu bahwa meskipun jalan yang akan ditempuh penuh tantangan, langkah pertama adalah yang paling penting. Dan dengan setiap langkah itu, impian akan semakin dekat menjadi kenyataan.

Bab 2: Langkah Pertama

Mimpi Aksa telah tertanam kuat dalam dirinya, namun langkah pertama untuk mencapainya jauh dari mudah. Ia tahu bahwa impian besar selalu dimulai dari usaha kecil. Pagi itu, dengan secarik kertas kusam di tangan, ia mulai berjalan dari rumah ke rumah, mengetuk pintu dan menjelaskan mimpinya kepada para tetangga.

"Perpustakaan?" tanya Bu Ratna, seorang penjual gorengan di ujung desa. "Aksa, idemu itu bagus, tapi kita ini hidup pas-pasan. Buku-buku itu butuh uang, dan siapa yang punya waktu membaca di sini?"

Aksa tersenyum, menahan rasa kecewanya. "Bu Ratna, kalau anak-anak desa ini punya buku, mereka bisa belajar lebih banyak. Kalau mereka belajar, hidup mereka mungkin bisa lebih baik."

Namun, kebanyakan tetangga menggeleng, menganggap idenya terlalu sulit diwujudkan. Meskipun begitu, Aksa tak menyerah. Ia mulai mencari cara lain.

Di pasar tempat ia biasa membantu ibunya, Aksa mendekati para pedagang yang sering membuang kardus-kardus bekas. Ia meminta kardus itu untuk dijadikan rak sementara. Dalam beberapa hari, ia berhasil membuat satu rak kecil. Meskipun sederhana dan tak seberapa kuat, rak itu menjadi simbol harapannya.

Sore itu, ketika ia sedang memperbaiki rak di halaman, Raka datang dengan membawa sesuatu. "Aksa, ini aku temukan di rumah nenekku. Buku-buku lama, mungkin bisa berguna."

Mata Aksa berbinar. Buku-buku itu---meski kertasnya sudah menguning---terasa seperti harta karun baginya. "Terima kasih, Rak! Ini langkah pertama kita."

Hari-hari berikutnya, Aksa terus berusaha. Ia mulai berbicara dengan anak-anak di desa, membacakan cerita-cerita sederhana dari buku yang ia punya. Beberapa anak tampak tertarik, sementara yang lain hanya menatap dengan penasaran. Namun, Aksa yakin, benih harapan telah ia tanam di hati mereka.

Di tengah malam yang sunyi, Aksa menatap rak kecilnya yang kini sudah mulai terisi. Ia tahu, perjalanan ini baru saja dimulai. Tapi ia juga tahu satu hal: ia tidak akan pernah menyerah.

_ _ _

"Perjalanan Aksa baru saja dimulai. Apa yang akan terjadi ketika langkah kecilnya menghadapi rintangan besar? Nantikan kelanjutan ceritanya di episode berikutnya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun