Berdasarkan perbincangan saya dengan Iwan Gunawan dapat disimpulkan bahwa sangat banyak sekali keuntungan atau pun dampak positif dari perkembangan teknologi di dunia musik. Memang benar bahwa efisiensi merupakan hal terpenting dalam perkembangan teknologi ini, dimana waktu dapat menjadi lebih cepat sedangkan kualitas kian meningkat.
Kini kita beralih ke dampak negatif dari perkembangan teknologi di dunia musik menurut Iwan Gunawan, bagi para pengguna awam yang baru berkarir di dunia musik terkadang mereka tidak mengetahui konteks nya, misalnya untuk saat ini sangat memungkinkan sekali untuk membuat orkestra seolah-olah ia merasa bahwa "wah ini yang disebut orkestra". Intinya pada saat ini dengan teknologi kita dapat menciptakan musik orkes dalam satu sentuhan, sangat praktis dan instan, dan memang produk-produk software seperti ini dikerjakan untuk itu terutama software yang berbasis AI.
Saat ini produk-produk AI sudah digunakan untuk memudahkan, bagi pengguna awam hal seperti ini sudah dianggap orkestrasi yang benar padahal belum tentu. Sedangkan pada zaman dahulu para komponis ingin membuat karya komposisi orkestra yang simple saja sangat sulit bahkan seperti tidak masuk akal jika dibuat dalam waktu yang singkat dan instan, bahkan zaman dahulu jika ingin membuat karya komposisi orkestrasi harus mengetahui dulu jenis-jenis suara pada tiap instrument seperti yang sudah disebutkan di pembahasan bagian atas, lalu mengenal warna-warna suara nya, dan juga sangat diharuskan ada lingkungan yang membentuknya.
Sedangkan orkestra di Indonesia sendiri masih sangat jarang, hari ini bahkan masih sangat banyak orang-orang yang tidak tahu bagaimana alat musik contrabass itu dimainkan atau pun bagaimana bisa ada suara bassoon pada karya ini dan orang awam tidak memahami hal tersebut tapi dia seolah-olah merasa "Ini musik orkestra saya" dan berdasarkan kasus yang Iwan Gunawan alami sebagai pendidik juga banyak mahasiswa yang sedang belajar jadi ada nya penyalahgunaan teknologi seolah-olah dia sudah bisa begini tapi dia tidak tahu konteksnya, jadi dalam menggarap musik yang betul-betul baik dan berkualitas tentu harus ada ilmu dan pengetahuan tidak hanya sekedar apa yang kita dengar, karena apa yang kita dengar itu sendiri kita tidak bisa menentukan itu apa adanya, kita hanya bisa menginterpretasi dan kita harus memiliki pengetahuan salah satunya orkestrasi, saat ini dengan teknologi musik yang berkembang pesat ini salah satunya ada persepsi yang dibentuk bahwa jika ingin menjadi komposer/arranger tidak perlu sekolah karena semua tinggal nonton di youtube itulah dampak negatifnya, dan disini tantangan bagi Iwan Gunawan sebagai seniman sekaligus pendidik bagaimana mengedukasi para pembelajar atau mahasiswa agar memahami konteksnya secara jelas.
Dapat kita simpulkan banyaknya dampak negatif yang dimiliki dari perkembangan musik digital ini sendiri, jadi tidak hanya dampak positif yang banyak, karena dampak positif pun tidak akan terlepas dari dampak negatif. Memang betul banyak sekali misinterpretasi yang terjadi khususnya di lingkungan akademik seperti kampus dan universitas, bahwa mereka menganggap apa yang mereka lakukan dan mereka buat mengenai orkestra merupakan hal yang benar tanpa ada nya ilmu atau pengetahuan mengenai orkestrasi tersendiri.
Paradigma yang muncul dari masyarakat awam juga sangat mengerikan dimana banyak orang yang beranggapan bahwa saat ini kita dapat menjadi komponis tanpa perlu sekolah karena segala sesuatu hal mengenai komposisi dan lainnya sudah tersedia dan dapat ditonton di youtube ataupun di google.
Peran penting yang dimiliki para pendidik dan seniman menjadi kunci untuk mengubah pandangan yang salah tersebut dan bagaimana cara seorang Iwan Gunawan menanggulangi dampak negatif tersebut sebagai seorang seniman?
Adanya proses pendidikan merupakan hal yang penting menurut Iwan Gunawan, lebih tepatnya pembelajaran karena kalo pendidikan lebih terhadap sikapnya bagi kita melihat secara bijak, sedangkan kalo pembelajaran lebih ke aspek teknis agar dia mampu merubah sikap seperti contohnya seseorang yang ingin berkarya dalam bidang musik spesialisasi orkestra harus belajar orkestrasi, konsep kompositoris dan lain-lain.
Ini juga menjadi hal yang harus selalu didiskusikan dan saya selalu menanggapinya dengan cara kritis karena banyak orang yang melihat teknologi baru tetapi tidak paham apa-apa langsung terpesona padahal belum tentu keterpesonaan itu sebaik apa yang ia bayangkan. Seperti banyak orang atau developer saat ini bikin aplikasi angklung atau gendang virtual kemudian khalayak yang melihat atau memainkannya bereaksi "Wah ini aplikasi canggih" padahal itu hanya toys, banyak orang yang seperti itu, menurut Iwan Gunawan juga kita harus kritis bahwa setiap teknologi diciptakan itu memang dampak nya hal yang baru itu selalu wah gitu, tetapi belum tentu.
Apalagi segala sesuatu datang dari negara dengan budaya maju, jadi kita harus senantiasa mengkritisi segala aspek secara bijak supaya kita punya jati diri bukan hanya sekedar followers, tapi juga akhirnya kita juga bisa mampu memberikan kontribusi sebagai seorang kreator, begitulah jawaban dari Iwan Gunawan.
Untuk menanggulangi hal ini juga sebenarnya bukan hanya tenaga para seniman dan para pendidik yang diperlukan, melainkan kerja sama para masyarakat mengenai hal-hal yang sudah disebutkan tadi, dan para masyarakat juga seharusnya lebih kritis dan tidak terlalu mengagungkan sebuah hal kecil karena hal tersebut dapat membuat orang di balik itu menjadi overproud, kita boleh saja mengapresiasi namun tetap pada batas wajarnya.
Tetapi menanggapi pernyataan dari Iwan Gunawan diatas saya penasaran akan suatu hal, saya pun menanyakan bagaimana tanggapan Iwan Gunawan jika ada musisi baru yang tidak memiliki ilmu atau pengetahuan mengenai orkestra namun dapat membuat sebuah karya yang disukai masyarakat umum? Lalu Iwan Gunawan menjawab rasa penasaran saya tersebut dengan mengeluarkan pernyataan yang diawali pertanyaan seperti "Yang dimaksud enak itu seperti apa? Dan siapa yang menilai? Kalo misalnya sebuah kualitas apapun baik barang maupun karya seni, siapa yang berhak menilainya? misalnya lukisan Affandi apakah seorang yang berprofesi pada bidang non kesenian mampu menilai lukisan tersebut dan apakah penilaiannya tersebut kredibel dan dapat dijadikan sebuah standar?" begitu pertanyaan yang dilontarkan balik oleh Iwan Gunawan, kemudian ia menambahkan "Dalam dunia musik seolah-olah orang merasa punya hak untuk menilai ini bagus atau tidak makanya jika mendengar kemudian ini enak bagi masyarakat, ya masyarakat siapa? Belum tentu. Walaupun dalam dunia musik kenyataannya seperti itu banyak orang yang merasa dia punya hak musik itu baik atau tidak, karena musik itu abstrak kan tidak dapat dilihat tidak dapat disentuh jadi musik itu terasa langsung kena hati karena dia langsung dari pendengaran turun ke hati." begitulah kurang lebih makna musik yang harus dirasakan melalui hati.
Keragaman berbagai jenis budaya yang ada dan terkandung dalam negara kita tercinta Indonesia merupakan hal yang menjadi faktor lahirnya ribuan bahkan jutaan jenis seni di Indonesia tak terlepas dari seni musik. Apalagi musik sendiri di Indonesia terlalu bias karena keragaman kita yang memang banyak maka ada musik-musik fungsional musik upacara, musik rakyat, musik persembahan raja, untuk upacara ritual, untuk menghibur masyarakat, tapi musik sebagai sebuah gagasan yang murni sebagai ekspresi individual seniman kurang dipahami walaupun sebenarnya tokoh-tokoh di Indonesia sudah cukup eksis.
Menurut Iwan Gunawan yang sudah malang melintang menjajaki negara di eropa "Jika kita melihat latar belakang budaya di barat memang dari dulu sejarah musik barat itu ditulis dalam rangka art music, bahkan musik-musik hiburan rakyat itu tidak dianggap sebagai sebuah karya seni disana, itu hanya dianggap sebagai seni hiburan saja. Oleh karena itu seperti musik klasik kan tidak semua orang suka musik klasik tapi itu kan dianggap sebagai ciri-ciri memiliki peradaban yang tinggi, demikian juga dengan gamelan." Namun di Indonesia sendiri masih banyak orang yang berpikir gamelan itu hal biasa, hanya musik tradisional, musik rakyat dan lain-lain. Tetapi itu gamelan yang mana? Nyatanta banyak gamelan-gamelan yang memang proporsi nya, peradaban nya dan kecanggihan berpikirnya antara budaya barat dan timur itu juga terbilang sama.
Balik lagi untuk mengetahui hal-hal tersebut kan diperlukan pengetahuan menurut beliau. Pengetahuan itulah yang nanti nya akan dijadikan tools untuk menilai baik buruk nya, tidak bisa diserahkan pada masyarakat tetapi kasus tadi bagi saya cukup impossible, tidak mungkin seseorang yang tidak mempunyai pengetahuan orkestrasi tiba-tiba bisa membuat karya orkestra, kalau pun dia akhirnya katakan anggapan karya nya dianggap bagus saya pikir mungkin itu hanya kebetulan saja, atau dia menggunakan sample dari AI tersebut dan dia memiliki intuisi yang pas untuk memetakan semua nya, tapi dia sendiri tidak tahu-menahu bagaimana sesungguhnya. Begitu lah pernyataan dari Iwan Gunawan yang saya dapatkan mengenai pertanyaan diatas.
Beliau juga memberikan salah satu contoh disini dimana ada salah satu komposer di Indonesia yang sangat terkenal hingga disebut maestro, namun dimana letak keunikan pada karya nya dipertanyakan oleh beliau? Dimana kebaruannya juga? Dia hanya mereplace, merecycle, mengulang kembali pengetahuan orkestra yang dianggap terlalu oldschool, dia mungkin memiliki gagasan-gagasan tertentu tapi bagaimana dia mengorkestrasi melalui bentuk partitur pun mendapat bantuan dari orang lain, jadi yang menuliskan notasi nya sendiri bukan dia. Lain dengan guru dari Iwan Gunawan di Denmark atau Iwan Gunawan sendiri yang semua detail lagunya ditulis dalam bentuk partitur karena mereka mengetahui semua aspeknya.
Demikian juga dulu saat Iwan Gunawan bercerita bahwa ia pernah menjadi pemain keyboardnya konser Vina Panduwinata di Cirebon, kemudian ada satu seniman oleh karena ada teknologi virtual instrument bernama Orchestral dari EDIROL waktu itu dianggap paling bagus, dia merasa dia sanggup membuat orkestra menggunakan itu, tapi karena dia tidak memahami partitur alhasil acara tersebut menjadi chaos saat diberikan kepada pemain hingga mereka kebingungan karena cara-caranya yang tidak dipahami.