Mohon tunggu...
Danendra Alfathadiningrat
Danendra Alfathadiningrat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Olahraga dan Musik

Selanjutnya

Tutup

Seni

Dua Sisi Perkembangan Musik Digital

24 Maret 2023   10:28 Diperbarui: 24 Maret 2023   11:11 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perkembangan zaman sangatlah membantu setiap orang di belahan dunia mana pun dan di bidang apa pun. Namun, tidak sedikit perkembangan-perkembangan ini menjadi hal yang negatif bagi sebagian pihak di beberapa bidang contohnya saja pada bidang sosial dimana perkembangan zaman ini membuat banyak orang tidak perlu berinteraksi secara tatap muka, melainkan dapat dilakukan hanya dengan ponsel mereka secara virtual. Begitu pula halnya pada aspek bidang permusikan di dunia ini. Lantas apa arti dari musik digital itu tersendiri?

Menurut Iwan Gunawan seorang seniman dan juga komponis asal Kota Bandung yang sudah malang melintang mempertunjukkan karya seni nya di berbagai negara khususnya di eropa, "Digitalisasi adalah suatu alat yang bisa diukur secara pasti, seperti jam digital yang dapat diukur secara langsung mendetail hingga ke menit bahkan detik, di dalam teknologi musik pun sama, karena sebelum era digital disadari bahwa dalam musik terdapat hal-hal yang bisa diukur, salah satu konsep digitalisasi adalah merasakan hal-hal yang dapat diukur jadi segala sesuatunya sangat transaparan.

Contoh kasus jika kita menyanyi dengan mikrofon kita belum tentu tahu itu ada pada nada apa tapi ketika sudah ditransformasi melalui digital kita akan mengetahui informasi secara pasti. Oleh karena itu pada konsep musik digital selalu mengandung prinsip ADDA (Analog to Digital, Digital to Analog) seperti saat berbicara menggunakan mikrofon itu masih analog karena kita belum tahu ritme, kontur ritme dan nada yang saya gunakan juga saya tidak tahu, namun jika saya rekam disini akan muncul data yang terukur, kemudian jika kita dengarkan menggunakan speaker akan kembali menjadi analog, itu menurut saya merupakan prinsip paling dasar memahami musik digital." Begitu jawabnya saat saya menyambangi kediamannya pada Jumat, 17 Maret 2023 lalu.

Memang pengukuran ini sangat membantu banyak orang khususnya seniman dan musisi yang dapat mengetahui hitungan-hitungan pada permusikan yang sangat sulit didapat jika menggunakan sistem manual dan dengan adanya musik digital ini tersendiri dapat membawa perubahan dan kemudahan bagi para seniman dan musisi dimana mereka dapat mengetahui perhitungan secara pasti dan detail hingga ke titik koma nya.

Di sisi lain saya juga merasa penasaran terhadap apa tanggapan seorang komponis satu ini mengenai perkembangan teknologi di dunia musik khususnya musik digital, dan menurutnya "Perkembangan teknologi musik sekarang lebih mengarah ke perkembangan hardware dan software, jadi bagaimana teknologi ini menjadi sebuah tools didalam berkreativitas musik, tetapi musiknya belum tentu menjadi sesuatu yang uptodate terkadang banyak orang yang melakukan recycle dari sisi artistik, misalnya dia menggarap musik yang sudah masa lampau tapi dikemas dalam berbagai era digital yaitu yang menggunakan hardware dan software. Saking pesatnya perkembangan hardware dan software saling susul-menyusul walaupun terkadang perkembangan software lebih sering berubah seperti update tiap beberapa saat.

Saya kira semua hardware dan software diciptakan sebagai tools agar orang-orang bisa berkreasi musik lebih efektif dan efisien."

Tanggapannya tersebut sangatlah benar dan dapat dipahami oleh para penikmat musik dan teknologi di bidang musik, namun seperti yang saya bilang di awal bahwa teknologi tidak terlepas dari dampak positif dan negatif.

Lantas menurut Iwan Gunawan apa dampak positif perkembangan teknologi di dunia musik,

Pekerjaan semakin efisien merupakan salah satu dampak positif dari perkembangan teknologi di dunia musik menurut Iwan Gunawan, hal itu sangat dirasakan olehnya yang sudah malang melintang di dunia permusikan sejak lama, sehingga ia merasakan masa-masa transisi musik analog ke digital, ia pun menceritakan contoh kasus dimana para komponis-komponis pada zaman dahulu sebelum era musik digital itu sebelum membuat suatu karya mereka harus mengeksplorasi dulu dengan batasan-batasan ingatan manusia itu tersendiri, karena pengetahuan mengenai alat musik di zaman itu tidak mudah didapatkan seperti saat ini, jadi seorang komponis harus mencari dan meneliti bagaimana suara dari alat musik yang mungkin akan ia gunakan untuk karya nya. Oleh karena itu diperlukan notasi untuk merekam gagasan-gagasan para komponis tersebut, walaupun wujud notasi itu sendiri masih abstrak hanya sebagai konsep perencanaan yang terkadang bunyi nya tidak 100% bisa diprediksi.

Selanjutnya untuk mewujudkan musik itu sendiri dibutuhkan waktu yang lama seperti harus mengetahui jenis-jenis alat musik yang tentunya akan dimainkan, mengumpulkan orang-orang untuk memainkan alat musik yang diinginkan, kemudian berlatih bersama, dan terakhir mentransformasikan gagasan tersebut kepada pemain musik tersebut dan proses lama tersebut sangat dibutuhkan hingga akhirnya rampung.

Saat ini Iwan Gunawan menyatakan bahwa ia dapat membuat komposisi tanpa adanya pemain dan ia juga tidak perlu betul-betul lama berkontemplasi untuk membuat sebuah komposisi, ia hanya perlu langsung mencoba mengorganize bahan-bahan yang sudah ada pada software kemudian direkayasa dan semua dapat terkontrol dengan baik sebagaimana John Cage mengatakan "Musik itu intinya mengorganisasi bunyi". Persoalan gagasan tersebut betul-betul baru atau pun lama tidak menjadi masalah, tapi seberapa jauh ia mampu mengorganisir semua materi musikal itu sehingga akhirnya mewujudkan sesuatu yang kreatif. Contoh kasus jika saya menulis sesuatu membuat data dengan hanya mengetik menggunakan komputer akan lebih lambat daripada saya langsung merekamnya, jadi hardware dan software harus selaras.

Berdasarkan perbincangan saya dengan Iwan Gunawan dapat disimpulkan bahwa sangat banyak sekali keuntungan atau pun dampak positif dari perkembangan teknologi di dunia musik. Memang benar bahwa efisiensi merupakan hal terpenting dalam perkembangan teknologi ini, dimana waktu dapat menjadi lebih cepat sedangkan kualitas kian meningkat.

Kini kita beralih ke dampak negatif dari perkembangan teknologi di dunia musik menurut Iwan Gunawan, bagi para pengguna awam yang baru berkarir di dunia musik terkadang mereka tidak mengetahui konteks nya, misalnya untuk saat ini sangat memungkinkan sekali untuk membuat orkestra seolah-olah ia merasa bahwa "wah ini yang disebut orkestra". Intinya pada saat ini dengan teknologi kita dapat menciptakan musik orkes dalam satu sentuhan, sangat praktis dan instan, dan memang produk-produk software seperti ini dikerjakan untuk itu terutama software yang berbasis AI.

Saat ini produk-produk AI sudah digunakan untuk memudahkan, bagi pengguna awam hal seperti ini sudah dianggap orkestrasi yang benar padahal belum tentu. Sedangkan pada zaman dahulu para komponis ingin membuat karya komposisi orkestra yang simple saja sangat sulit bahkan seperti tidak masuk akal jika dibuat dalam waktu yang singkat dan instan, bahkan zaman dahulu jika ingin membuat karya komposisi orkestrasi harus mengetahui dulu jenis-jenis suara pada tiap instrument seperti yang sudah disebutkan di pembahasan bagian atas, lalu mengenal warna-warna suara nya, dan juga sangat diharuskan ada lingkungan yang membentuknya.
Sedangkan orkestra di Indonesia sendiri masih sangat jarang, hari ini bahkan masih sangat banyak orang-orang yang tidak tahu bagaimana alat musik contrabass itu dimainkan atau pun bagaimana bisa ada suara bassoon pada karya ini dan orang awam tidak memahami hal tersebut tapi dia seolah-olah merasa "Ini musik orkestra saya" dan berdasarkan kasus yang Iwan Gunawan alami sebagai pendidik juga banyak mahasiswa yang sedang belajar jadi ada nya penyalahgunaan teknologi seolah-olah dia sudah bisa begini tapi dia tidak tahu konteksnya, jadi dalam menggarap musik yang betul-betul baik dan berkualitas tentu harus ada ilmu dan pengetahuan tidak hanya sekedar apa yang kita dengar, karena apa yang kita dengar itu sendiri kita tidak bisa menentukan itu apa adanya, kita hanya bisa menginterpretasi dan kita harus memiliki pengetahuan salah satunya orkestrasi, saat ini dengan teknologi musik yang berkembang pesat ini salah satunya ada persepsi yang dibentuk bahwa jika ingin menjadi komposer/arranger tidak perlu sekolah karena semua tinggal nonton di youtube itulah dampak negatifnya, dan disini tantangan bagi Iwan Gunawan sebagai seniman sekaligus pendidik bagaimana mengedukasi para pembelajar atau mahasiswa agar memahami konteksnya secara jelas.

Dapat kita simpulkan banyaknya dampak negatif yang dimiliki dari perkembangan musik digital ini sendiri, jadi tidak hanya dampak positif yang banyak, karena dampak positif pun tidak akan terlepas dari dampak negatif. Memang betul banyak sekali misinterpretasi yang terjadi khususnya di lingkungan akademik seperti kampus dan universitas, bahwa mereka menganggap apa yang mereka lakukan dan mereka buat mengenai orkestra merupakan hal yang benar tanpa ada nya ilmu atau pengetahuan mengenai orkestrasi tersendiri.

Paradigma yang muncul dari masyarakat awam juga sangat mengerikan dimana banyak orang yang beranggapan bahwa saat ini kita dapat menjadi komponis tanpa perlu sekolah karena segala sesuatu hal mengenai komposisi dan lainnya sudah tersedia dan dapat ditonton di youtube ataupun di google.
Peran penting yang dimiliki para pendidik dan seniman menjadi kunci untuk mengubah pandangan yang salah tersebut dan bagaimana cara seorang Iwan Gunawan menanggulangi dampak negatif tersebut sebagai seorang seniman?

Adanya proses pendidikan merupakan hal yang penting menurut Iwan Gunawan, lebih tepatnya pembelajaran karena kalo pendidikan lebih terhadap sikapnya bagi kita melihat secara bijak, sedangkan kalo pembelajaran lebih ke aspek teknis agar dia mampu merubah sikap seperti contohnya seseorang yang ingin berkarya dalam bidang musik spesialisasi orkestra harus belajar orkestrasi, konsep kompositoris dan lain-lain.
Ini juga menjadi hal yang harus selalu didiskusikan dan saya selalu menanggapinya dengan cara kritis karena banyak orang yang melihat teknologi baru tetapi tidak paham apa-apa langsung terpesona padahal belum tentu keterpesonaan itu sebaik apa yang ia bayangkan. Seperti banyak orang atau developer saat ini bikin aplikasi angklung atau gendang virtual kemudian khalayak yang melihat atau memainkannya bereaksi "Wah ini aplikasi canggih" padahal itu hanya toys, banyak orang yang seperti itu, menurut Iwan Gunawan juga kita harus kritis bahwa setiap teknologi diciptakan itu memang dampak nya hal yang baru itu selalu wah gitu, tetapi belum tentu.
Apalagi segala sesuatu datang dari negara dengan budaya maju, jadi kita harus senantiasa mengkritisi segala aspek secara bijak supaya kita punya jati diri bukan hanya sekedar followers, tapi juga akhirnya kita juga bisa mampu memberikan kontribusi sebagai seorang kreator, begitulah jawaban dari Iwan Gunawan.
Untuk menanggulangi hal ini juga sebenarnya bukan hanya tenaga para seniman dan para pendidik yang diperlukan, melainkan kerja sama para masyarakat mengenai hal-hal yang sudah disebutkan tadi, dan para masyarakat juga seharusnya lebih kritis dan tidak terlalu mengagungkan sebuah hal kecil karena hal tersebut dapat membuat orang di balik itu menjadi overproud, kita boleh saja mengapresiasi namun tetap pada batas wajarnya.

Tetapi menanggapi pernyataan dari Iwan Gunawan diatas saya penasaran akan suatu hal, saya pun menanyakan bagaimana tanggapan Iwan Gunawan jika ada musisi baru yang tidak memiliki ilmu atau pengetahuan mengenai orkestra namun dapat membuat sebuah karya yang disukai masyarakat umum? Lalu Iwan Gunawan menjawab rasa penasaran saya tersebut dengan mengeluarkan pernyataan yang diawali pertanyaan seperti "Yang dimaksud enak itu seperti apa? Dan siapa yang menilai? Kalo misalnya sebuah kualitas apapun baik barang maupun karya seni, siapa yang berhak menilainya? misalnya lukisan Affandi apakah seorang yang berprofesi pada bidang non kesenian mampu menilai lukisan tersebut dan apakah penilaiannya tersebut kredibel dan dapat dijadikan sebuah standar?" begitu pertanyaan yang dilontarkan balik oleh Iwan Gunawan, kemudian ia menambahkan "Dalam dunia musik seolah-olah orang merasa punya hak untuk menilai ini bagus atau tidak makanya jika mendengar kemudian ini enak bagi masyarakat, ya masyarakat siapa? Belum tentu. Walaupun dalam dunia musik kenyataannya seperti itu banyak orang yang merasa dia punya hak musik itu baik atau tidak, karena musik itu abstrak kan tidak dapat dilihat tidak dapat disentuh jadi musik itu terasa langsung kena hati karena dia langsung dari pendengaran turun ke hati." begitulah kurang lebih makna musik yang harus dirasakan melalui hati.

Keragaman berbagai jenis budaya yang ada dan terkandung dalam negara kita tercinta Indonesia merupakan hal yang menjadi faktor lahirnya ribuan bahkan jutaan jenis seni di Indonesia tak terlepas dari seni musik. Apalagi musik sendiri di Indonesia terlalu bias karena keragaman kita yang memang banyak maka ada musik-musik fungsional musik upacara, musik rakyat, musik persembahan raja, untuk upacara ritual, untuk menghibur masyarakat, tapi musik sebagai sebuah gagasan yang murni sebagai ekspresi individual seniman kurang dipahami walaupun sebenarnya tokoh-tokoh di Indonesia sudah cukup eksis.
Menurut Iwan Gunawan yang sudah malang melintang menjajaki negara di eropa "Jika kita melihat latar belakang budaya di barat memang dari dulu sejarah musik barat itu ditulis dalam rangka art music, bahkan musik-musik hiburan rakyat itu tidak dianggap sebagai sebuah karya seni disana, itu hanya dianggap sebagai seni hiburan saja. Oleh karena itu seperti musik klasik kan tidak semua orang suka musik klasik tapi itu kan dianggap sebagai ciri-ciri memiliki peradaban yang tinggi, demikian juga dengan gamelan." Namun di Indonesia sendiri masih banyak orang yang berpikir gamelan itu hal biasa, hanya musik tradisional, musik rakyat dan lain-lain. Tetapi itu gamelan yang mana? Nyatanta banyak gamelan-gamelan yang memang proporsi nya, peradaban nya dan kecanggihan berpikirnya antara budaya barat dan timur itu juga terbilang sama.

Balik lagi untuk mengetahui hal-hal tersebut kan diperlukan pengetahuan menurut beliau. Pengetahuan itulah yang nanti nya akan dijadikan tools untuk menilai baik buruk nya, tidak bisa diserahkan pada masyarakat tetapi kasus tadi bagi saya cukup impossible, tidak mungkin seseorang yang tidak mempunyai pengetahuan orkestrasi tiba-tiba bisa membuat karya orkestra, kalau pun dia akhirnya katakan anggapan karya nya dianggap bagus saya pikir mungkin itu hanya kebetulan saja, atau dia menggunakan sample dari AI tersebut dan dia memiliki intuisi yang pas untuk memetakan semua nya, tapi dia sendiri tidak tahu-menahu bagaimana sesungguhnya. Begitu lah pernyataan dari Iwan Gunawan yang saya dapatkan mengenai pertanyaan diatas.

Beliau juga memberikan salah satu contoh disini dimana ada salah satu komposer di Indonesia yang sangat terkenal hingga disebut maestro, namun dimana letak keunikan pada karya nya dipertanyakan oleh beliau? Dimana kebaruannya juga? Dia hanya mereplace, merecycle, mengulang kembali pengetahuan orkestra yang dianggap terlalu oldschool, dia mungkin memiliki gagasan-gagasan tertentu tapi bagaimana dia mengorkestrasi melalui bentuk partitur pun mendapat bantuan dari orang lain, jadi yang menuliskan notasi nya sendiri bukan dia. Lain dengan guru dari Iwan Gunawan di Denmark atau Iwan Gunawan sendiri yang semua detail lagunya ditulis dalam bentuk partitur karena mereka mengetahui semua aspeknya.

Demikian juga dulu saat Iwan Gunawan bercerita bahwa ia pernah menjadi pemain keyboardnya konser Vina Panduwinata di Cirebon, kemudian ada satu seniman oleh karena ada teknologi virtual instrument bernama Orchestral dari EDIROL waktu itu dianggap paling bagus, dia merasa dia sanggup membuat orkestra menggunakan itu, tapi karena dia tidak memahami partitur alhasil acara tersebut menjadi chaos saat diberikan kepada pemain hingga mereka kebingungan karena cara-caranya yang tidak dipahami.

Iwan Gunawan menambahkan "Bagaimana dapat dikatakan baik, ya kecuali hanya dubbing seperti yang dilakukan beberapa komposer di negeri ini. Kalo urusan industri musik itukan strategi bisnis tidak berurusan dengan baik dan buruk. Seperti begini contoh saja tempat asusila, pub, bar, klab bahkan peredaran narkoba hingga hari ini terus ada, jika dilihat dari sisi etika itu tidak baik, ada undang-undangnya, tapi sampai hari ini jalan karena ada kepentingan lain yaitu bisnis, dan di dunia musik pun sama seperti itu. Balik lagi dalam dunia industri musik itu kembali kepada kitanya dapat memilah yang baik atau tidak."

Selanjutnya hal yang menarik rasa kepenasaran saya adalah bagaimana dan seberapa jauh perbedaan dunia permusikan spesialisasi orkestra di Indonesia dan negara-negara di barat?

Iwan Gunawan sontak menjawab bahwa terdapat ketimpangan yang sangat jauh antara negara-negara di barat dengan Indonesia. Ia juga menyatakan bahwa orkestra merupakan budaya dari negara sana, dan ketimpangan ini dikarenakan orkestra ini bukan budaya negara kita. Hal itu yang membuat ketertarikan di dalam negara kita sangat rendah dan juga ekosistem dunia orkestra sangat kecil dan perputaran uang di dalam nya pun tidak sebanyak hal-hal lain.
Menurutnya sesuatu yang membudaya itu sesuatu yang mempunyai pengetahuan yang sudah established. Layak nya kesenian angklung dan gamelan di Indonesia yang sudah menjadi budaya di banyak daerah. Sama hal nya seperti pengetahuan mengenai raja-raja di Nusantara pada pembelajaran di dalam negeri kita tercinta Indonesia, banyak sekali artefak-artefak dan lain sebagainya, tapi di negara yang lain mereka tidak paham apa yang terjadi seperti gamelan misalnya.
Masterclass gamelan akan dibuka pada tanggal 29 Maret ini dan Iwan Gunawan akan menjadi pembicara sekaligus guru disana, dan beberapa orang Korea Selatan dan China ada yang tertarik mengikuti masterclass tersebut, memang itu adalah hal yang baik, namun hal-hal seperti ini sudah dilakukan oleh negara dari eropa dan amerika serikat puluhan tahun lalu, bahkan ada yang sudah menjadi ahli alat musik tradisional Indonesia dari negara-negara tersebut.

Di sini menurut Iwan Gunawan bahwa konsep budaya timur dan barat sudah tidaklah penting karena yang paling penting adalah bagaimana kita sebagai khususnya seniman berinteraksi melalui budaya. Beliau juga sangat salut akan kegigihan dan keseriusan bangsa eropa dan amerika serikat yang sangat serius dan menekuni kesenian tradisional Indonesia hingga melahirkan ahli-ahli dari negara nya, sedangkan di Indonesia yang ingin mempelajari kesenian dari eropa tidak memiliki keseriusan yang tinggi dan bahkan tidak sedikit dari mereka yang hanya memenuhi kebutuhan entertainment.

Masalah lainnya bukan hanya datang dari geografis, letak susunan kepulauan, kebudayaan, dan sumber daya manusia nya, melainkan ada faktor lain yang menjadi hambatan terhadap perbedaan budaya ini, yaitu adalah infrastruktur. Betul sekali bahwa Indonesia masih sangat minim kepekaan nya apalagi dalam bagian infrastruktur yang mendukung untuk acara permusikan, contoh nya saja untuk concert hall di Indonesia sangat sedikit dan itu pun kebanyakan tidak memenuhi standardisasi internasional atau setidaknya kualitas yang baik, sekali nya ada itu milik swasta dan harga pemakaian nya sangatlah mahal, berbeda hal nya dengan negara-negara di eropa atau pun amerika serikat yang sangat suportif dan mendukung di bidang infrastruktur untuk permusikan, tidak usah jauh-jauh, kita bisa melihat dan bercontoh ke sesama negara di Asia yaitu Jepang. Jepang merupakan negara yang sangat menghargai kesenian baik dari berbagai belahan dunia mana pun, selain itu warga nya pun sangat apresiatif terhadap kesenian. Disana concert hall sudah sangat banyak dan dalam segi pembangunan tidak pernah nanggung, wajar saja jika disana tidak ada concert hall yang memiliki standar dibawah baik.

Setelah banyak mengupas tuntas mengenai perorkestraan di negara kita tercinta Indonesia, kini saya akan menanyakan mengenai sosok atau tokoh yang aktif dalam melestarikan kesenian orkestra di negara Indonesia. Menurut jawaban dari Iwan Gunawan, sebenarnya ada beberapa yang populer seperti Addie MS dan Erwin Gutawa. Namun menurut nya ada beberapa kelompok atau komunitas yang lebih serius dan berfokus pada segmentasi kesenian musik spesialisasi orkestra dan diantaranya ada Bandung Philharmonic yang sudah berdiri sejak tahun 2015, Bandung Philharmonic sendiri merupakan simfoni orkestra professional pertama di Kota Bandung, mereka sering sekali dan sangat rutin mengadakan acara atau pementasan orkestra di Kota Bandung dan mereka sering kali juga mengajak kolaborasi dengan beberapa musisi Indonesia yang juga penggiat dari orkestra. Satu hal yang unik dari Bandung Philharmonic menurut saya adalah dimana mereka bekerja sama dengan musisi ternama dari California yaitu Robert Nordling dari Lake Forest Civic Orchestra dan Michael Hall yang juga pengajar di VanderCook College of Music. Mereka berdua menjabat sebagai direktur artistik dan membantu di bidang lainnya, dari sini kita dapat melihat keseriusan yang dibentuk dan dibangun oleh Bandung Philharmonic. Namun, sangat disayangkan bahwa eksistensi Bandung Philharmonic harus berhenti di tahun 2020 dikarenakan pandemi COVID-19 yang pada saat itu sedang merebak dan masih baru-barunya sehingga masih belum ada cara menangani yang lebih lanjut selain mengkarantina warga dan seluruh masyarakat di Indonesia.
 
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun