Kloter Terakhir
(Cerita ini berdasarkan pengalaman pribadi seorang teman. Libo adalah nama fiktif, mewakili tokoh yang sebenarnya)
Medio 2013, awal perjalanan Libo dan istrinya ke tanah suci.
Dengan niat dan tekad yang kuat, Libo dan istri membuka tabungan haji ke Bank penerima setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Tidak banyak dana setoran awal yang ia serahkan, hanya punya 2,5 juta untuk masing-masing.
Dengan membawa berkas dari Bank, mereka mendaftar haji ke Kantor Kemenag setempat.
Ada getaran yang sangat besar dalam hati Libo, hingga gemetar seluruh tubuhnya. Serasa lepas persendian tulang-tulangnya. Suatu getaran ruhaniyah yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Getaran itu menambah kekuatan batin Libo untuk terus menambah tabungan hajinya, agar dapat segera lunas. Walau tidak seberapa, setiap bulan ia menyisihkan penghasilannya untuk menambah tabungan. Setiap bulan juga ia menerima pesan singkat saldo tabungan.
Libo mempunyai dua anak. Semua laki-laki. Mereka sudah berkeluarga. Anak pertama, bekerja sebagai ASN. Anak kedua, mempunyai usaha konveksi pakaian muslim.
Sosok Libo adalah satu dari jutaan orang yang berpenghasilan tidak banyak. Ia hanyalah seorang tukang jahit kaki lima, yang menempati salah satu sudut pertokoan, di sebuah kota besar di Jawa Barat. Istrinya bekerja sebagai ART berdasarkan panggilan tetangga-tetangga sekitar. Namun memiliki semangat membara untuk menyempurnakan kewajiban agamanya, melaksanakan ibadah haji.
***
Suatu hari, di 2018.
Setelah 5 tahun Libo menabung haji, ia menerima pesan singkat dari Bank dimana ia menitipkan tabungan hajinya. Pesan itu menyatakan tabungan haji Libo telah mencapai 25 juta. Sudah memperoleh porsi haji, dan sudah memenuhi syarat perkiraan biaya haji.
Di hari yang sama, setelah menerima pesan itu, Libo ke Kantor Kemenag setempat. Ia ingin menanyakan perkiraan keberangkatan haji untuk dirinya. Betapa berbahagia ia mendapat informasi bisa berangkat tahun 2020.
Seakan sudah di depan mata, semakin semangat Libo mempersiapkan bekal materi dan ruhani. “Setiap bulan kami terus menabung, agar bisa digunakan untuk bekal.” Kata Libo.
“Setiap hari minggu kami juga menjaga kesehatan dengan olah raga jalan kaki, di lapangan. Semoga pada saatnya nanti, selain biaya-biaya, kami bisa berangkat haji dalam keadaan sehat jasmani dan ruhani. Itu harapan yang selalu kami lambungkan ke langit.”
Harapan untuk memenuhi undangan Allah itu terus tumbuh subur dalam hati Libo dan isterinya. Bunga-bunga bermekaran indah, semerbak harumnya memenuhi ruang hati mereka. Menambah semangat Libo.
***
Bola dunia terus berputar pada porosnya, mengikuti kehendakNya. Skenario kehidupan pun mengalir, mengikuti alur yang telah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta.
Di akhir 2019, tiba-tiba merebak berita tentang virus baru yang sangat cepat menular, sangat mematikan. Belum ada obat dan vaksinnya. Dialah Virus SARS-CoV-2, pertama kali terdeteksi di China.
Pada awal kemunculannya, dikenal dengan nama virus corona. Nama itu sudah sangat lekat dalam ingatan orang kebanyakan. Sebab pernah ada nama yang sama, untuk sebuah produk kendaraan roda empat yang mewah di jamannya, Sedan Corona.
Corona yang ini, sangat berbeda. Virus yang menyebar sangat cepat ke seluruh dunia. Mewarnai kehidupan manusia di seluruh dunia dengan hitam kelam. Menakutkan, mencemaskan. Aroma kematian menyebar ke seluruh penjuru dunia. Di kemudian hari, virus itu dikenal dengan Covid19, hingga saat ini.
Dampak menyebarnya Covid19, seluruh tatanan kehidupan kacau, semua sektor perekonomian masyarakat terganggu.
Jangan ditanya tentang situasi politik, dalam keadaan damai saja, situasi politik tidak pernah tenang. Apalagi ada Covid19.
Berbagai teori konspirasi bermunculan. Menambah kegaduhan.
Pelaksanaan ibadah haji pun terdampak, ditunda untuk waktu yang belum bisa ditentukan kepastiannya.
Keberangkatan haji untuk Libo dan istri pun ditunda, diperkirakan hingga tahun 2027.
Usaha menjahit yang dijalankan Libo, mulai kembang-kempis.
***
Tahun 2020.
Ketika mulai diberlakukan PSBB, Libo sama sekali tidak bisa mangkal di tempat yang biasa. Meskipun tidak sampai gulung tikar, namun pendapatan Libo tidak bisa lagi diandalkan untuk menambah tabungan haji.
Panggilan kerja untuk istrinya pun berhenti, sebab hampir semua keluarga yang dulu rutin menggunakan jasanya, langsung membatasi kontak fisik dengan orang di luar keluarga mereka masing-masing.
Libo tidak menyerah. Ia tetap menerima orderan di rumah, ditambah dengan mematuhi protokol kesehatan. Penghasilan dari usaha menjahitnya bisa dikatakan amat sangat berkurang. Bahkan hampir tidak ada. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia dibantu oleh kedua anaknya.
***
Memasuki tahun 2022.
Penyebaran Covid19 mulai melandai. Suasana tenang mulai terasa di berbagai belahan dunia. Namun tetap waspada Covid19. Termasuk di Arab Saudi.
Ada kabar gembira dari kerajaan Arab Saudi yang secara resmi mengumumkan penyelenggaraan haji tahun 1443 H/2022M. Itu artinya pelaksanaan ibadah haji mulai dibuka kembali.
Dalam berita itu disebutkan, pelaksanaan haji tahun 2022 akan diberlakukan ketentuan hanya diperuntukkan bagi mereka yang berusia di bawah 65 tahun dan telah menerima vaksinasi Covid19 secara lengkap yang disetujui oleh kementerian kesehatan Arab Saudi.
Keputusan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi tentu bisa dimaklumi, karena musim haji 2022 masih dalam masa pandemi Covid19, dan kelompok usia 65 tahun ke atas, termasuk dalam kategori risiko tinggi.
Kabar gembira itu bukan untuk Libo, mengingat usia Libo sudah 62 tahun. Artinya jika sesuai dengan perkiraan keberangkatan pada tahun 2027, ia sudah berusia 67 tahun. Jika ketentuan dari Kerajaan Arab Saudi itu masih tetap berlaku, sudah pasti Libo tidak akan bisa berangkat haji ke tanah suci.
Bagaimana pun ketentuan dari Arab Saudi sebagai penyelenggara haji seluruh dunia, dan berapa pun kuota yang diberikan, tentu Indonesia harus mematuhi ketentuan itu.
“Ya sudah kami pasrah saja. Semua sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa.” Ucap Libo perlahan, menunjukkan kesedihannya yang amat dalam.
“Haji itu panggilan illahi. Jika sudah berikhtiar, selanjutnya kita berdoa dan menunggu panggilan itu. Tinggal berserah diri pada ketentuanNya. Tidak mengapa kami tidak jadi berangkat ibadah haji ke tanah suci. Boleh jadi belum waktunya Allah mengundang kami mengunjungi rumahNya.” Lanjut Libo.
Semangat Libo tidak kendor untuk memperoleh pahala haji. Ia berusaha mencari jalan lain yang terbaik baginya.
Dari seorang ustazd di sekitar tempat tinggalnya, Libo memperoleh pencerahan, jika seandainya memang belum rejeki Libo untuk bisa melaksanakan ibadah haji, setidaknya ia bisa memperoleh pahala berhaji, yaitu dengan melaksanakan shalat suruq.
Semangat Libo yang sebelumnya meredup, menyala kembali. Libo dan istri melaksanakan saran ustadz tersebut.
Ia dengan tekun melaksanakan shalat sunat suruq, di akhir waktu subuh, agar bisa memperoleh nilai ibadah seperti haji dan umrah. Sambil terus tidak henti-hentinya ia berharap, suatu saat Allah SWT berkenan mengundangnya ke Bailullah.
***
Juni 2023.
Bulat matahari masih belum sempurna di ufuk timur.
Hari itu, tujuh hari sebelum keberangkatan haji tahun 2023.
Kloter terakhir.
Tidak ada firasat apa pun ketika ponsel Libo berbunyi, dari Bank tempat Libo menitipkan tabungan hajinya. Lantas terjadi pembicaraan serius antara Libo dengan seseorang. Tidak berlangsung lama.
Libo memanggil istrinya, tubuhnya lemas. Mata berkaca-kaca. Akhirnya ia menangis. Istri Libo menyaksikan hal itu. Lalu menanyakan ada permasalahan apa sehingga Libo mengharu biru demikian.
“Gusti Allah telah memanggil kita, Bu.” Suara Libo sedikit lemah dan gemetar. “Barusan ada telpon dari Bank, memberi tahu agar kita segera melakukan pelunasan setoran haji. Kita berangkat haji tahun ini. Waktu kita melakukan pelunasan hanya tiga hari. Bisakah kita melunasi kekurangan itu ?” Terbata-bata suara Libo menjelaskan kepada istrinya.
Istri Libo terbelalak, ia tidak percaya secepat itu menerima informasi berangkat haji. Ada haru, bahagia, dan bingung. Bergejolak dalam hati Libo dan istrinya.
Mereka sama sekali tidak menduga, sepeti kilat perubahan jadwal terjadi. Di luar perhitungan juga, biaya haji naik dua kali lipat. Dalam waktu tiga hari, Libo harus melunasi kekurangan setoran haji sebesar 20 jutaan, untuk masing-masing senilai 10 jutaan.
Kondisi keuangan Libo saat itu serba kekurangan.
Dari mana uang 20 jutaan bisa diperoleh, dalam waktu tiga hari ?
Itu belum termasuk uang untuk pegangan selama ibadah haji.
Sungguh luar biasa, terhenyak, tercengang, terpana.
Kaki Libo serasa berat untuk melangkah, tubuhnya terasa kaku tidak dapat bergerak.
***
Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemberi, Maha segalanya.
Jika Allah sudah berkehendak, segalanya akan dimudahkan.
Jika Allah telah mengundang, segalanya akan dilancarkan.
Dengan keyakinan yang sangat kuat, Libo menceritakan permasalahan itu kepada kedua anaknya.
Satu hari pertama.
Libo hanya bisa berdiam diri dan berdoa. Tidak mungkin dalam waktu yang sesingkat itu ia mampu memperoleh uang sebesar itu. Tapi Libo tetap yakin, jika Allah berkehendak, segala yang tidak mungkin, akan menjadi mungkin.
Hari itu berakhir tanpa kata-kata. Kabar dari anaknya pun tidak ada. Kehidupan seolah berhenti. Hening.
Hari kedua.
Dengan persetujuan istrinya, Libo menawarkan satu-satunya kendaraan roda dua yang ia miliki, kepada tetangganya. Meskipun ia tahu, seandainya laku terjual, belum cukup juga melunasi kekurangan yang diperlukan.
Pada hari ketiga.
Batas terakhir Libo harus melunasi biaya hajinya telah tiba. Harapan melunasi kekurangan biaya itu mulai pupus.
Libo dan istrinya hanya bisa duduk merenung, di teras rumah.
Hari masih sangat pagi ketika kedua anak Libo datang. Mereka meminta maaf karena hanya mampu mengumpulkan uang sebesar 15 juta.
Jarum jam di dinding seakan bergerak sangat cepat.
Hari telah menjelang siang, teman-teman Libo sesama pedagang kali lima berdatangan. Mereka telah menghimpun dana dan menyerahkannya ke Libo.
Tetangga dekatnya, tiba-tiba bersedia membeli kendaraan Libo dengan harga yang lebih dari yang ditawarkan.
Semua terjadi begitu cepat, semua diluar perkiraan Libo.
Di hari terakhir harus setor pelunasan itu, Libo mampu melakukan transfer uang melunasi kekurangan biaya itu. Bahkan ia masih memiliki sisa uang, cukup untuk bekal perjalanan.
Sambil menunggu informasi kepastian berangkat, Libo dan istri mempunyai waktu yang sangat mepet. Libo mulai sibuk memenuhi persyaratan yang lainnya, menyiapkan paspor, cek kesehatan yang dipersyaratkan, vaksinasi meningitis, vaksinasi influenzae, termasuk pemeriksaan kelengkapan vaksinasi Covid19.
Perlengkapan haji dari Kantor Kemenag pun sudah ia ambil, berupa koper barang bawaan terdiri dari tas besar, tas sedang dan tas jinjing, pakaian ihram serta perlengkapan penting lainnya yang diperlukan selama menjalankan ibadah haji.
Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, pada H-3 Libo telah menyerahkan kembali kopernya ke Kantor Kemenag.
Libo dan istri, siap berangkat ke embarkasi.
Waktu keberangkatan haji Indonesia 2023, kloter terakhir, telah tiba.
Dengan wajah semringah Libo dan istri meninggalkan tanah air, memenuhi undangan Allah SWT. (*)
Juli 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H