Tim sepak bola Jepang asuhan Vahid Halilhodzic tanggal 31 Agustus yang lalu berhasil lolos sebagai salah satu wakil Asia ke FIFA World Cup (setelah ini akan disingkat menjadi FWC) yang akan diselenggarakan tahun 2018 di Rusia.
Tim Jepang mengalahkan tim Australia dengan skor 2-0. Ini merupakan pertemuan ke delapan kali tim Jepang dengan Australia. Sebenarnya dalam perhitungan diatas kertas, tim Australia lebih di atas angin karena dalam tujuh pertandingan sebelumnya, walaupun 5 kali berakhir dengan seri, namun Australia bisa menang 2 kali.
Perjalanan tim sepak bola Jepang
Dalam hal persepakbolaan, dahulu Asia memang belum bisa banyak unjuk gigi di arena internasional, misalnya seperti FWC. Tim yang selalu malang melintang memainkan bola bulat bundar di lapangan hijau arena tingkat dunia itu, kebanyakan berasal dari Eropa atau Amerika Latin.
Jepang merupakan salah satu negara di Asia yang pernah menduduki tempat "terhormat" sebagai juara ke 3 dalam cabang sepak bola di Olimpiade Meksiko tahun 1968. Setelah itu, kejayaan sepak bola Jepang kemudian lenyap bak ninja, hilang ditelan bumi.
Tidak ada lagi Hinomaru yang dikibarkan dalam kancah persepakbolaan internasional.
Korea, sebagai sesama negara Asia pernah menduduki tempat yang sama dengan Jepang pada Olimpiade London tahun 2012, dimana saat itu Jepang menduduki peringkat ke 4.
Kebangkitan sepak bola Jepang dimulai lagi sejak tahun 1993, yang dipicu oleh didirikannya Liga Jepang (yang disebut J-League). Kemudian pada tahun 2005, sebelum diadakannya final pertandingan Piala Kaisar (Emperor's Cup), Asosiasi Sepak Bola Jepang (Japan Football Association) membacakan deklarasi yang bernama "Deklarasi JFA 2005"
Dalam deklarasi itu disebutkan visi dan misi persepakbolaan Jepang. Di antaranya, membuat sepak bola menjadi olahraga yang paling populer di kalangan masyarakat (catatan : olahraga baseball adalah olahraga paling populer di masyarakat Jepang, disusul dengan olahraga sumo). Lalu, tetap gigih memperjuangkan fair play baik dalam persepakbolaan Jepang maupun dunia. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah memperbaiki kemampuan para pemain agar bisa setaraf dengan level pemain-pemain dunia.
Namun, dalam deklarasi tersebut, bagian yang terpenting yang bisa kita simak adalah, berusaha agar sampai dengan tahun 2050 tim sepak bola Jepang bisa menjadi juara dunia di FWC !Â
Jepang, Sepak Bola dan Dunia
Sejak didirikannya Liga Jepang, maka di seantero Jepang banyak berkembang klub baru yang tentunya membuat semarak persepakbolaan di Jepang. Banyak juga pemain kelas dunia yang di"impor" dengan bayaran mahal untuk bermain di klub2 tersebut.
Sebut saja Zico, Bismarck, Gary Lineker, Dragan Stojkovic, dan masih banyak lagi yang lain. Tentunya dengan kedatangan bintang-bintang sepak bola dunia, para pemain sepak bola Jepang bisa merasakan dan melihat secara langsung bagaimana bintang-bintang sepak bola dunia itu bermain.Â
Kemudian mereka dapat mempelajari, meniru lalu menerapkan (sekaligus menyempurnakan) ilmu yang sudah mereka pelajari tersebut dalam permainan mereka di lapangan, baik di laga nasional maupun internasional.
Cara ini mirip sekali dengan era awal kebangkitan industri Jepang, di mana banyak orang Jepang yang pergi ke luar negeri kemudian mempelajari kemajuan teknologi industri di negara tersebut. Lalu mereka pulang, meniru dan mengaplikasikan "contekan" yang mereka dapat dari luar. Lama kelamaan mereka dapat menyempurnakan teknologinya sehingga hasilnya sekarang, kita bisa lihat sendiri kemajuan teknologi mereka.
Efek positif dari "impor" bintang sepak bola itu bisa kita lihat dari kemampuan Jepang mencetak banyak pemain sepak bola yang handal. Kemudian pemain2 "Made in Japan" ini di "ekspor" ke luar Jepang. Bagi pembaca yang gemar sepak bola, nama-nama seperti Nakata Hidetoshi, Kagawa Shinji, Nakamura Shunsuke, Honda Keisuke dan lain2 tentunya sudah tidak asing lagi. Nama mereka sudah malang melintang di klub2 bergengsi di Eropa.
Sungguh suatu perhitungan ekonomi yang baik dan matang yang bisa ditiru, keseimbangan antara "impor" dan "ekspor" pemain.
Buah manis ini tentunya bukan merupakan suatu usaha yang gampang dan dengan jangka waktu yang pendek. Jepang sudah merancang roadmap persepakbolaannya dengan baik kira2 27 tahun yang lalu (saat J-League didirikan). Kemudian memperkokoh roadmap serta mencanangkan "goal" persepakbolaannya melalui Deklarasi JFA 2005 yang sudah saya bahas di depan. Tentunya dukungan manajemen yang baik, peran pemerintah serta kedisiplinan para pelaku persepakbolaan termasuk pemain juga tidak bisa dilewatkan.
Pendirian sekolah-sekolah sepak bola di seluruh Jepang, baik yang ber-afiliasi dengan klub tertentu maupun yang tidak merupakan salah satu wujud implementasi dari roadmap yang dibuat. Di Jepang, banyak sekolah2 sepak bola yang mendidik anak2 usia muda (dari U12) dengan program Pusat Latihan Nasional (National Training Center).Â
Anak-anak yang lulus dari sini kemudian masuk ke dalam sekolah pendidikan sepak bola lanjutan setelah terpilih sebagai sebagai wakil Jepang untuk kategori U17, U20 maupun U23.
Untuk memacu dan meningkatkan kemampuan para pemain, pemerintah bekerjasama dengan pihak swasta, banyak membuat pertandingan sepak bola, baik antar klub (professional) maupun di sekolah2. Selain itu, Jepang juga giat ikut serta dalam berbagai event sepak bola internasional, baik di dalam wilayah Asia maupun di wilayah lain dunia.
Pembaca yang gemar komik atau anime Jepang tentunya mengetahui tokoh anime Captain Tsubasa. Anime ini menceritakan tentang suka duka pemuda bernama Oozora Tsubasa yang gemar bermain bola. Anime ini juga menjadi salah satu penyulut yang menaikkan minat masyarakat Jepang terhadap sepak bola.
Apakah mimpi berakhir menjadi mimpi saja?
Dengan perkembangan sepak bola yang pesat di Jepang, agaknya bukan suatu hal yang mustahil bagi Jepang untuk mewujudkan mimpinya sebagai juara FWC sebelum tahun 2050.
Jepang sebagai negara Asia, semestinya patut bangga karena berhasil lolos 6 kali berturut-turut (termasuk kelolosan ke FWC kali ini) sebagai wakil Asia di FWC sejak tahun 1998.Â
Selama 5 kali perhelatan FWC itu, tim sepak bola Jepang tidak hanya dilatih oleh orang Jepang. Selain Okada Takeshi, yang merupakan pelatih Jepang di FWC 1998 dan 2010, ada pula nama seperti Philippe Troussier yang berperan di FWC 2002. Kemudian ada Zico di tahun 2006, dan Alberto Zaccheroni di tahun 2014. Vahid Halilhodzic adalah pelatih Jepang yang sekarang, yang berhasil membawa Jepang untuk lolos ke FWC 2018 di Rusia mendatang.
Kepiawaian Halil untuk membawa tim Jepang ke perhelatan FWC 2018 bisa membuktikan 2 hal yang penting.
Pertama, bisa menyingkirkan jinx (nasib atau ramalan sial) yang selama ini berlaku, yaitu tim yang kalah pada pertandingan pertama tidak akan bisa lolos babak penyisihan. (Catatan : Jepang kalah dengan skor 1-2 ketika melawan UAE di babak penyisihan grup B tahun lalu).
Kedua, keberhasilan analisa tentang lawannya tim Australia (yang mempunyai pelatih baru) sehingga dia bisa dengan berani merombak dan membentuk susunan tim inti baru. Dalam pertandingan kemarin, dia tidak mengikutsertakan Honda, Kagawa dan Okazaki yang selama ini menjadi motor penggerak tim sepak bola Jepang.
Akankah tim Jepang, yang mempunyai julukan "Samurai Blue", dengan jiwa samurainya dapat mewujudkan mimpinya untuk menjadi juara FWC sebelum tahun 2050 ?
Kita tunggu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H