Mohon tunggu...
Amakusa Shiro
Amakusa Shiro Mohon Tunggu... Engineer -

A masterless Samurai

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Harga Manusia

7 Juli 2017   13:50 Diperbarui: 9 Juli 2017   09:26 1745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
koleksi dan design pribadi

Biarlah aku berdiri saja karena aku sudah bosan duduk seharian di kantor, pikirnya.

Juga aku sudah tak sabar ingin sampai di rumah.

Sesuai dengan jadwal keberangkatannya, kereta mulai bergerak perlahan meninggalkan Shinjuku. Kereta meliuk ke kanan dan kiri, yang membuat Puutaro mengencangkan cengkeramannya supaya tidak goyang lalu terjatuh. Jalur kereta memang sudah double track, namun di stasiun awal biasanya banyak jalur untuk menuju masing-masing platform, sehingga kereta yang datang atau pergi akan sedikit oleng melewati jalur-jalur ini sampai dia memasuki jalur yang tepat untuk rute perjalanannya.

Hebat sekali orang-orang yang bekerja di perkereta-apian ini, pikirnya.

Walaupun dia sebagai orang Jepang sudah terbiasa hidup disiplin dalam segala hal terutama dalam hal waktu, dengan jadwal kereta yang jarang terlambat bahkan dalam hitungan detik ini, kadang masih bisa membuatnya terkagum-kagum.

Masih ada waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke setasiun tujuannya.

Dia lalu melanjutkan pemikiriannya.

Mengenai "harga" tadi, dia sebenarnya ingin tahu, berapa yang selayaknya dia dapatkan dengan kemampuan yang dipunyainya sekarang ini.

Untuk hal "harga" ini dia bahkan sempat berbincang-bincang dengan teman kuliahnya saat mereka dousoukai di izakaya dekat stasiun Shinjuku pintu timur. Di Shinjuku pintu timur ini memang bisa ditemukan banyak tempat untuk makan/minum dan bermain. Puutaro sering main ke daerah ini, untuk sekedar bertemu teman ataupun pergi sendirian untuk melepas penat di akhir pekan. Area yang paling terkenal di daerah ini adalah Kabukichou.

Di dousoukai itu dia sempat menyakan mengenai jumlah gaji yang masing-masing temannya terima. Namun selalu saja jawaban formal seperti "Ya cukuplah", atau "lumayanlah untuk bisahidup" dan jawaban sejenisnya yang dia dapat.

Dia memaklumi juga karena orang Jepang memang sangat jarang bicara dan sharing tentang hal yang agak "private" walaupun dalam lingkungan teman yang sudah dekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun