"Guru."
"Eh serius."
"Serius lha . Passing grade paling rendah UMPTN kan FKIP. Aku kan ikutan bimbel jadi tahu diri aja.Nan."
"Oh karena passing grade. Gaji guru nggak gede lho."
"Hehehe. Beneran aku mau jadi guru. Kamu?
Aku cuma diam lalu nyengir. "Jangan pikir aku mau jadi insinyur. Wong sama listrik aja takut."
"Hah?" muka Toni kaget. Belum sembuh traumanya?
"Aku nggak punya pilihan Ton. Aku nggak mau kehilangan setahun lagi. Paling penting proses pengobatan berjalan, dekat rumah dan kuliah."
"Yakin aja , Tuhan punya rencana terbaik", Toni tersenyum.
Percakapan hangat dua sahabat lama yang makin menyadarkan bahwa setiap manusia punya timeline hidup masing masing. Jangan pernah menyesali prosesnya yang tak berkenan rencana manusia . Nasib saya dan Toni mungkin tak semulus teman teman kami tapi pada akhirnya kami yakin ada rencana Tuhan yang lebih besar menanti. Kita boleh dendam dengan masa lalu yang tak selalu manis tapi jangan bawa dendam menjadi luka apalagi racun untuk menapaki masa depan. Â Biarkan dendam menjadi bahan bakar usaha dan kerja keras selama berproses. Lalu ia hanya akan menyisakan suksesi dan kisah manis di masa depan.
Saat belum mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan harus menanti di momen adalah hal yang berat. Terutama bagi saya yang pernah bersekolah di SMA favorit , ekpetasi semua orang jawabannya pasti kampus negeri dan jurusan favorit . Tapi Toni tetap bangga dengan pilihannya menjadi guru sejarah . Ia yang dulu jago tak logika tak memilih jurusan yang mengandalkan kemampuan eksakta. Ia berpikir logis memilih jurusan yang tak biaya tetek bengek lainnya seperti praktikum dan buku buku yang mahal. Baginya menjadi guru adalah cita cita mulia sederhana yang tak banyak biaya.