"Habis orientasi ke beringin cinta ya."
Toni memang tak pernah berubah, selalu menghidupkan suasana. Tahun ini kita menjadi mahasiswa baru setelah kehilangan satu tahun alias gap year. Jika saya harus kalah perang karena sakit, Toni harus berjuang dan bertahan hidup.
Ia berkisah, setelah SMA hidupnya memang berubah. Toni yang dulu sekolah tak pernah membayar uang karena beasiswa , saat di sekolah menengah atas harus keluar biaya tambahan karena jarak sekolah dan rumahnya yang jauh. Ironisnya Toni memilih membolos tak berangkat sekolah . Bukan karena malas tapi merasa sia sia, sudah keluar ongkos ternyata gurunya sering tak masuk mengajar , hanya meninggalkan catatan untuk difotokopi atau setumpuk lembar kerja siswa.
Bagi kami siswa yang terbiasa berdisiplin di sekolah swsta favorit , masuk sekolah negeri adalah perubahan besar. Bayangkan kami harus terbiasa dengan kelas yang langit langitnya bolong hingga langit. Beberapa guru random yang wujudnya mirip lelembut jarang terlihat di kelas tapi sering menitipkan tugas. Era itu nasib guru mirip Pak Umar Bakrie, harus punya sampingan di luar sekolah demi tuntutan hidup yang tak murah.
Toni berkisah selepas SMA , ia bingung tak punya uang untuk melanjutkan kuliah dan nilainya tak bisa untuk mengajukan beasiswa. Pilihannya bekerja setahun mengumpulkan modal untuk biaya kuliah , tapi pekerjaan apa bagi lulusan SMA yang tak memiliki skill. Ia berkisah menjadi pemburu ular kobra di pedalaman Jawa Barat.
"Hasilnya lumayan Nan. Kulitnya bisa dijual dan dagingnya dimakan."
"Ah loe makan uler?"
"Enak lho Nan", pelotot Toni lalu tertawa terbahak.
Ia menjelaskan ular hidup dikumpulkan lalu dijual dipengepul. Banyak hal yang ia pelajari menjadi pemburu ular, mulai dari menghadapi hewan berbahaya hingga paham beragam bisa ular. Tapi paling penting adalah bertahan hidup di alam bebas terutama hutan.
"Hidup nggak gampang ya Nan. Dulu kita tahunya main dan sekolah", Toni menerawang .
"Iya. Jadi mau apa", tanya saya random.