Sebagai ketua kelompok program sanitasi desa KKN sempat bingung ketika ada permintaan khusus di luar nurul (baca nalar) dari ras terkuat di muka bumi. Gegara sinetron Indonesia era 90-an yang terlalu menjual kemewahan, para ibu di desa terobsesi membangun WC VIP super mevvah.
"Biar istri saya yang menjelaskan maunya seperti apa. Susah mengerti keinginan perempuan. Nanti kalau udah kawin, tahu sendiri lah", bisik Pak Kades. Pria berkumis tebal langsung terlihat bagai cucian basah, kisut lemah tak berdaya.
"Oh ini tho, yang mau bikin jamban umum di desa kita", sambut wanita paruh baya bertubuh gemoy dan berkonde tiga susun dengan sasakan menjulang setinggi angkasa.
"Iya Bu. Kenalin saya Rangga, mahasiswa KKN dari kampus Juang Merdeka". Mata saya langsung silau memandang jari tangan bu Kades, penuh perhiasan emas. Senyumnya tak kalah cemerlang , gigi bagian atas juga kuning emas. Â
"Memang sebagian besar warga kami masih buang air di sungai. Tapi demi edukasi yang tepat sasaran serta meningkatkan harkat dan martabat. Kami ingin membangun wece kelas pip, yang nggak jongkok. Buang airnya sambil duduk kaya orang kaya. Kalau bisa dalamnya ada kolam."
"Kolam?"
"Iya yang bisa mandi sambil tiduran, berendam air sabun dan kembang kaya Susana."
"Oh bathtube?", ujar saya spontan sembari membayangkan kuda nil berendam di kolam.
"Iya itu. Pokoknya harus mirip di sinetron. Biar bisa berendam cantik ala Tamara Blesynki. Tahu kan iklan sabunnya?"
"Tapi rencana kerja kami, hanya wc umum biasa Bu."
"Wis Nak. Nggak usah khawatir soal biaya. Ibu yakin kamu bisa. Kan mahasiswa, mereformasi negeri ini saja mampu. Pokoknya bikin yang paling bagus". Bu Kades menunjukkan jempol kanannya sambil mengerlingkan mata.
Malam hari, kelompok KKN kami langsung menggelar rapat akbar yang mini di kamar. Bayangkan 10 orang numplek di kamar berukuran 6 meter persegi, sungguhlah mirip cendol. Â Maunya sih di ruang tamu tapi takut didengar warga desa dan menimbulkan rumor nasional di kalangan ibu ibu. Jadi ngomongnya harus bisik bisik.
Sempat ada perdebatan cukup sengit antara dua kubu. Sebagian besar mahasiswa setuju dengan ide absurd bu Kades selama akomodasi dan konsumsi gratis. Sedangkan kubu satunya hanya ingin menjalankan program kerja awal yang bertujuan mulia mengajak warga desa hidup sehat dengan membiasakan buang air besar di jamban. Akhirnya diambil jalan tengah, tetap akan dibangun jamban umum sesuai program kerja KKN dan di sebelahnya dibangun jamban VIP sesuai keinginan Bu Kades. Semuanya harus closet duduk sesuai pesan bu Kades.
Pembangunan WC VIP didukung penuh oleh PICSI (Persatuan Ibu Cinta Sinteron Indonesia), komunitas yang diketuai oleh Bu Kades dan bestienya. Â Desa Suka Suka memang baru merasakan listrik dua tahun , namun dampak televisi dan sinetron sangat melekat di hati warganya. Mereka ingin merasakan kemewahan yang ada di layar televisi.
Tiga bilik WC umum biasa bersanding manis dengan WC PIP. Bapak dan Ibu Kades bangga berdiri di depannya, siap meresmikan disaksikan warga desa.
"Begini bapak dan ibu sekalian. Berhubung saya agak susah menyebut wece pe i pe. Bagaimana kalau saya ganti namanya diganti jadi Jamban Cantik. Idenya kan dari ibu ibu PICSI yang cantik- cantik." Pak Kades melirik manis ke arah istrinya sambil menjilat bibir. Tepuk tangan dan suara suitan hadirin riuh tanda setuju. Bu Kades langsung gede rese, hidungnya kembang kempis tak mampu menahan pujian.
"Tanpa berpanjang lebar langsung saja, istri saya tersayang yang akan meresmikan.Silakan Beb."
Layaknya istri penguasa orde baru, bu Kades tampil sempurna dengan gunting emas. Tiga orang dayang dayang sibuk melayani , sesekali merapuhkan pakaian serta riasan.
Empat puluh hari KKN berlalu, bersamaan dengan Jamban Cantik diresmikan . Kami sangat yakin akan mendapatkan nilai A dengan suksesnya pembangunan fasilitas sanitasi. Semua warga antusias menggunakan jamban yang baru dibangun. Meski bintang utamanya Jamban Cantik paling tidak mengedukasi warga untuk hidup sehat dan tidak buang air besar di sungai atau kebun.
Antrean Jamban Cantik tak terbendung hingga 24 jam. Ya di dalam jamban warga tidak hanya bisa mandi dan buang hajat tapi berendam sambil menonton televisi. Kehadiran jamban cantik terdengar hingga desa tetangga membuat antrean tambah panjang.
Apa kabar jamban umum biasa. Tak ada yang tertarik . Jamban-jamban ini menjadi alat peraga dan sebelum warga masuk ke dalam Jamban Cantik. Ya tugas kami mahasiswa KKN mengajarkan bagaimana memflush jamban, menggunakan bidet, sampai membersihkan jamban.
Ibu Kades sebagai ketua PICSI mengambil keputusan, ada keistimewaan bagi anggota PICSI. Mereka dan keluarganya bisa menikmati jalur antrean cepat atau VIP. Tentu saja ini menimbulkan kegaduhan di antara warga karena banyak warga yang ingin menjadi anggota PICSI tapi ditolak.
"Maaf, bapak dan ibu sekalian. Jamban Cantik diinisiasi oleh PICSI, jadi wajar jika kami mengutamakan anggota. Kalau tak hapal nama artis sinetron belum bisa bergabung", jelas bu Kades berwibawa.
Meski antrean mengular tapi warga tetap berhasrat tinggi menggunakan Jamban Cantik. Apalagi menyebar kabar bisa karokean sambil berendam air sabun ataun menonton sinetron sambil BAB. Ibu Kades makin sewot karena mayoritas pengguna Jamban Cantik  bapak - bapak. Banyak anggota PICSI suaminya jarang pulang lebih memilih antre menggunaka kartu PICSI istrinya.
"Sebagai mahasiswa produk reformasi yang peka dengan isu masyarakat. Saya mengakhawtirkan masalah jamban akan membuat stabilitas keamanan dan politik desa terganggu." Saya memberi masukan ke Pak Kades.
"Nah itu lah. Tadinya Jamban Cantik ini jadi alat penarik masa untuk pemilihan Kades 8 bulan mendatang", curhat Pak Kades.
"Tambah satu dua lagi bilik Jamban Cantik, pasti warga suka dan suara bapak meroket", usul saya.
"Luar biasa. Anda mahasiswa cerdas, calon pemimpin masa depan", teriak Pak Kades girang, kumisnya ikut naik turun.
Barulah dua jam memberikan ide brilian, bu Kades datang bersama beberapa anggota PICSI."
"Hei Mahasiswa kamu ngomong apa sama bapak. Usulan kamu sungguh tak peka sosial. Lihat akibat Jamban Cantik kampung ini jadi chaos. Bapak-bapak jadi lebih sering antre daripada ke kebun atau sawah. Kami inisiator seperti tidak dihargai. Saya ingin jamban ditutup", cerocos Bu Kades.
"Setuju", teriak anggota PICSI lainnya.
"Maaf Bu tapi kan... Ini ide ibu", protes saya.
"Eit jangan melawan perempuan, apalagi ibu-ibu. Kamu lahir dari siapa. Kamu paham nggak surga ada dimana", teriak Bu Kades emosi sambil memegang perut.
Tiba - Tiba Pak Kades muncul."Oke sayang, baik sayang. Kita tutup", menenangkan istrinya yang sudah tantrum skala 8/10.
Bersama perangkat desa akhirnya Jamban Cantik disegel dan ditutup. Antrean warga dibubarkan bersamaan dengan pidato Pak Kades mengenai pentingnya hidup kembali ke alam.
"Tidak semua yang moderen itu sesuai dengan hidup dan budaya kita, orang desa. Jadi marilah kembali ke alam, kembali bekerja agar kita makmur. Â Gemah ripah loh jinawi. Toto tenteram Kerta Raharjo", urai Pak Kades diikuti tepuk tangan warga.
Kami mahasiswa  KKN hanya bisa bengong menyaksikan jamban umum biasa ikutan sepi dan warga kembali buang hajat di sungai.
"Apa kabar Bro nilai  KKN kita?", rekan saya Rino menjerit, tangisnya tertahan.
"Tenang... Nanti kita rayu Bu Kades tapi minimal C lah."
"Kok Bu Kades, bukannya Pak Kades pembimbing lapangan."
"Pengambil keputusan memang lelaki tapi lelaki nggak mau salah mengambil keptutsan. Jadi diserahkan ke perempuan. See?" Saya melirik Pak Kades yang makin kehilangan arah di depan warganya.
Meski saya terlihat kuat di luar tapi rasanya ingin menggaruk aspal membayangkan transkrip nilai mirip rantai carbon karena dipenuhi nilai C.
***
Sesungguhnya hadirnya Jamban Cantik adalah siksaan tak terduga bagi Bu Kades. Otot perut dan usus perempuan tambun itu tak biasa dengan closet duduk. Feces tiga hari tak kunjung keluar di posisi duduk. Mau nongkrong di atas closet selalu gagal karena tubuhnya tak mampu jongkok seimbang.
Mau BAB ke sungai, apa kata dunia. Jika warga tahu, ketua PICSI nongkrong di pinggir sungai sedangkan anggotanya mengantri panjang untuk closet duduk.
"Sudah ditutup Pak jambannya?"
"Sudah..."
Bu Kades lari ke sungai melepaskan hasrat yang terpendam, eh hajat.
"Duarrrr", warga terkejut dengar suara ledakan dari sungai. Bu Kades tersenyum lega.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H