Pada zaman Yesus, para pemimpin agama Yahudi mengangga orang miskin, sakit dan berdosa, anak-anak dan kaum perempuan merupakan kelompok masyarakat kelas dua, oleh karena itu mereka tidak pernah diperhitungkan hak-haknya, baik dalam tatanan kemasyarakatan maupun keagamaan. Berbeda dengan para pemimpin agama Yahudi yang menganggap kelompok orang-orang yang disebut tadi sebagai najis atau kotor; sebaliknya Yesus bergaul dan makan bersama dengan mereka.Â
Yesus tidak memperlakukan orang berdasarkan status sosial atau kedudukan, melainkan berdasarkan kenyataan semua orang itu citra Allah. Kemiskinan membuat seseorang tidak mempunyai orang lain yang dapat diandalkan untuk menolong dan membela mereka, maka mereka hanya dapat mengandalkan Tuhan. Atas dasar ini, Yesus hadir di tengah mereka. Yesus menjadi andalan dan harapan, tempat mereka bergantung.
* Yesus berani mengkritik sikap para penguasa
Dalam himpitan para penguasa Romawi yang menjajah bangsanya, banyak pula para pemimpin lokal masyarakat Yahudi pada masa Yesus bertindak korup, menindas dan sewenang-wenang terhadap rakyatnya sendiri, seperti nampak dalam diri Herodes. Atas sikapnya itu, sampaisampai Yesus menyebut Raja Herodes sebagai serigala (lihat Lukas 13:32).Â
Banyak pula para penguasa mencari hormat dan gelar, mereka menyebut dirinya pelindung rakyat, padahal tindakannya justru sebaliknya (bandingkan Lukas 22:25) Kenyataan ini memprihatinkan Yesus. Yesus justru memperjuangkan suatu tatanan masyarakat yang adil dan beradab. Menurut Yesus, hal itu hanya akan tercapai bila para penguasa menjalankan kepemimpinannya dengan sikap melayani. Kepada para murid-Nya, Yesus berkata: "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.Â
"Tidaklah demikian di antara kamu. Barang siapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya" (Markus 10:43-44). Kritik pedas juga disampaikan Yesus kepada ahli-ahli Taurat, orangorang Farisi, dan kaum munafik, "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kaum munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih yang sebelah luarnya memang tampak bersih, tetapi sebelah dalamnya penuh dengan tulang belulang dan berbagai jenis kotoran.Â
Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh dengan kemunafikan dan kedurjanaan" (Matius 23:27-28). Keberanian sikap Yesus tersebut tidak bisa diartikan seolah-olah Yesus anti penguasa. Ia justru mendorong orang-orang untuk tetap melaksanakan kewajiban kepada para penguasa.Â
Tetapi pelaksanaan hak kepada penguasa tersebut jangan sampai melalaikan dan mengalahkan kewajiban pada Allah. "Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah" (Matius 22:21). Jadi, yang dikritik Yesus bukanlah kekuasaannya, melainkan cara dan sikap orang dalam menjalankan kekuasaan. Kekuasaan seharusnya semakin menyejahterakan rakyat dan semakin mendekatkan manusia pada Allah.
* Yesus mengutamakan kasih dalam menjalankan aturan agama
Bahaya terbesar dalam hidup beragama antara lain, ketika orang hanya menjalankan agama berdasarkan aturan secara membabi buta, atau berdasarkan penafsiran aturan keagamaan menurut kemauan diri sendiri tanpa peduli nilai-nilai kebenaran yang hakiki. Bila itu yang terjadi, maka yang muncul adalah fanatisme sempit yang disertai dengan sikap merasa diri paling benar dan paling baik, sementara yang berbeda itu salah dan perlu dimusuhi dan dimusnahkan. Fanatisme sempit itu sangat kentara pada diri para pemimpin agama Yahudi, terutama orang-orang Farisi dan ahliahli Taurat.
Sikap Yesus sangat bertolak belakang dengan sikap para pemimpin agama Yahudi. Bagi Yesus aturan keagamaan itu penting sejauh aturan itu membantu manusia untuk mencapai keselamatan seutuh-utuhnya. Yesus sangat menghormati hukum Taurat, terlebih menerapkannya secara benar. "Jangan kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya" (Matius 5:17).Â