Mohon tunggu...
Agustinus Danang Setyawan
Agustinus Danang Setyawan Mohon Tunggu... Guru - Guru

Wulangen lakumu, lakoni piwulangmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Panggilan Hidup Guru: Anti Hoaks Sang Pendidik

8 November 2017   08:32 Diperbarui: 8 November 2017   09:45 1403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Spiritualitas, secara bebas, dapat digambarkan sebagai sesuatu yang menjiwai atau yang mampu menggerakkan dari dalam diri mengapa manusia mau dan mampu melakukan sesuatu yang telah diyakininya. Spiritualitas ini sifatnya lintas religius dan budaya dan menyentuh seluruh aspek diri setiap orang. Siapapun dapat memiliki ataupun menolak untuk memilikinya. Maka, keduanya pun akan berefek langsung dalam kenyataan hidup harian.

Spiritualitas yang baik akan semakin memperkuat pilihan hidup menjadi guru dan memampukannya menghadapi segala resiko pilihan dengan suka cita. Sebaliknya, tanpa spiritualitas, kehidupan menjadi seperti rutinitas belaka yang melelahkan, menjemukan, bahkan menjadi beban hidup belaka. Karena itulah, seorang guru perlu memiliki spiritulaitas yang baik. Dalam konteks inilah, keputusan menjadi guru akan dimaknai lebih sebagai 'Panggilan Hidup' bukan sekedar menjalani sebuah profesi. Pertanyaanya, siapa yang memanggil seseorang untuk menjadi guru? Itulah sisi transendensi jiwa manusia yang tumbuh melalui spiritualitas hidup yang baik.

b. Menjadi pribadi pembelajar

Ketidakpastian tata nilai dan identitas cenderung membuat guru menjadi sangat gamang: tak tahu lagi siapa dirinya dan tak punya arah yang jelas untuk kebermaknaan hidupnya. Setiap nilai kehidupan yang dihayati akan tercermin dalam perilaku hidup sehari-hari. Perilaku hidup guru yang baik juga akan mempengaruhi nilai-nilai hidup apa saja yang mampu diserap olehnya.

Pengertian inilah pada giliranya akan membawa setiap guru kepada perilaku baru yang lebih tepat, lebih cocok, atau lebih luhur.[5] Keselarasan antara perilaku dan nilai yang dihayati, memampukannya memiliki komitmen yang baik atas keputusan menjadi seorang pendidik. Dalam konteks yang lain, seorang guru juga perlu mampu menyerap kebenaran-kebanaran intelektual yang baru yang sesuai dengan konteks zamannya. Dengan demikian, seorang guru akan menjadi pribadi yang aktual dan up to date. Maka, guru ditantang untuk semakin menampakkan kematangan kepribadian dalam seluruh aspek kehidupannya.

c. Memiliki integritas

Integritas berarti mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.[6] Di dalamnya, juga dipahami adanya konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung nilai-nilai kehidupan. Sikap hidup magis yang tumbuh dalam spiritualitas yang baik akan menjauhkan seorang guru dari sikap minimalis. Sikap inilah yang menjadi indikasi buruk akhir-akhir ini. Misalnya, seseorang hanya mau mengajar 24 jam per minggu sesuai dengan ketentuan minimal di dalam peraturan.

Mengapa demikian? Karena hanya dengan menjalani yang minimal saja, segala fasilitas gaji, tunjangan, sertifikasi, dll. sudah dapat cair kok! Sikap minimalis ini pasti akan berpengaruh pada semangat pelayanan dalam menganggapi panggilan hidup tadi. Dan ketika hal ini terjadi, seseorang akan menjadi guru yang penuh dengan hoaxdalam dirinya. Yang menjadi tantangan bagi seorang guru adalah mampu tidaknya mewartakan kebenaran melalui hidup yang sedang dijalaninya itu.

d. Menjadi pribadi yang reflektif

Guru merupakan pribadi yang berakal budi. Sebelum memulai sesuatu kegiatan, ia dapat berpikir dulu. Ia mampu menilai dan mempertimbangkan arti serta makna perbuatan-perbuatannya.[7] Perilaku seorang guru di dalam/luar dunia pendidikan ini akan mendapat arti, sejauh mewujudkan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Tidak akan pernah ditemukan pribadi guru yang sempurna. Kelemahan serta kekurangan pasti akan tetap ada dan melekat secara manusiawi.

Hanya saja, kemampuan reflektiflah yang akan memungkinkan seorang guru memiliki keluhuran nilai hidup di tengah keterbatasan dirinya. Kemampuan reflektif ini akan mendorong setiap guru untuk mampu memurnikan segala motivasi, keputusan hidup, dan perilakunya. Keadaan seperti inilah yang tentunya akan semakin mempengaruhi para murid untuk dapat melihat, memahami, dan menemukan potensi serta karakter pribadinya. Kemampuan reflektif ini pada akhirnya akan menjauhkan sesorang guru dari hoax kepribadian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun