Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat dari Hannover

21 Juli 2022   23:49 Diperbarui: 22 Juli 2022   01:21 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Altes Rathaus (visit-hannover.com)

Apartment itu terletak di Jakarta Selatan, tidak terlalu jauh dari terminal lebak bulus, hanya belasan meter dari gedung kantor tempat Adam dulu sempat bekerja. Untuk pertama kalinya setelah lima tahun, Adam kembali kesana dalam resah yang gelisah. 

Berusaha dia lupakan cerita kosong tentang lalu yang menyakitkan, menumput satu persatu kekuatan yang dimilikinya, membunuh ego dan gengsi, untuk merebahkan tubuh sejenak saja didalam kamar yang tak berpenghuni selama tahunan itu.

Butuh waktu setengah jam lebih dari terminal Rambutan untuk mencapai lokasi ini. Belum lagi lima hari di perjalanan, Adam yang menumpang truk seorang kawan mendiang ayahnya untuk mengantarkannya dari Medan menuju Jakarta. 

Untuk pertama kalinya pula, setelah dua tahun terjebak di kampung halaman, Adam merasa dirinya bebas dari krangkeng memuakkan. Adam menyadari, keputusannya untuk meninggalkan Alfira dan Tobias, kedua saudara kandungnya itu adalah yang terbaik.

Terkadang, kau harus kehilangan orang yang pernah begitu kau cintai untuk menemukan kehidupanmu sendiri.

Adam bahkan tidak mau repot untuk sekedar berpamitan pada kakak beradik itu. Adam akan membiarkan mereka kehilangan untuk kesekian kalinya, satu -- satunya yang diinginkan pria berusia tiga puluh tahun itu adalah, kembali menjadi dirinya sendiri. Tanpa harus melakukan ini itu, seperti orang -- orang sukai dilakukannya.

Dengan keraguan yang pasti, kartu akses kamar ditempelkan Adam pada gagang pintu apartmentnya. Berharap kartu itu sudah tidak dapat digunakan, atau apapun yang tidak mengizinkannya untuk kembali masuk kesana sebagai salah satu pemilik.

Lima tahun sebelumnya, Adam dan kekasihnya memutuskan untuk berpisah. Keduanya sepakat, sudah tidak ada jalan terbaik untuk terus melanjutkan hubungan tujuh tahun yang dijalani. Waktu itu, Ayah Adam marah besar dengan keputusan itu, begitu pula dengan orang tua dari kekasihnya itu, tidak dapat menerima keputusan yang sudah diambil.

Dan apartment ini, adalah satu -- satunya peninggalan hubungan mereka yang masih utuh. Keduanya sempat berencana menjualnya, namun selalu saja tidak ada waktu untuk sekedar mengurus jual beli dengan siapapun yang datang menawar. 

Akhirnya, Adam dan mantan kekasihnya memutuskan untuk membiarkan apartmen itu kosong, dengan menyewa seseorang untuk sesekali hadir membersihkan debu -- debu yang pasti berkeliaran.

Masalah iuran apartmen dan biaya lain seperti listrik dan air, Adam dan kekasihnya sepakat untuk saling bergantian membayarnya setiap bulan. Namun, setiap kali Adam hendak membayar gilirannya, selalu saja informasi tagihan sudah terbayar diterimanya. 

Meski begitu, Adam tidak ingin membuka komunikasi lagi dengan mantan kekasihnya itu, dibiarkannya dirinya tidak membayar tagihan seperti seharusnya setiap kali giliran itu tiba.

Krek...

Suara gagang pintu itu akhirnya mempersilakan Adam untuk kembali menikmati masa lalu yang pernah dibuangnya dulu. Sofa cokelat berdampingan dengan meja kaca masih teguh menanti ditempatnya. Disana dulu Adam dan mantan kekasihnya banyak menghabiskan kata bersama, atau sekedar saling bersenda gurau sambil menyaksikan tayangan televisi. 

Televisi ukuran tiga puluh dua inch yang tepat berada disebelah kanan Adam kini, yang dianggapnya sudah tidak mungkin masih dapat digunakan.

Atau kulkas diahadapan pria itu yang malu -- malu tersenyum, seolah penantian lamanya akhirnya tiba. Sang tuan akhirnya kembali dari perjalanan luka yang begitu lama. Adam tidak menyempatkan diri untuk memeriksa fasilitas lain di dalam apartmen dengan dua kamar itu. 

Segera dibukanya kamar utama, dan melemparkan tubuhnya untuk menikmati pelukan kasur yang hangat membawanya dalam istirahat.

***

Malam dengan cepat menyapa Jakarta, dan kalau saja bukan karena ketukan pintu yang begitu gelisah, Adam mungkin tidak akan terbangun dari tidurnya. 

Langkahnya gontai, sambil menduga -- duga, siapa yang hadir dihari pertama dia kembali ke tempat ini. Mungkin petugas keamanan, atau Pak Mansyur, pria paruh baya yang dibayar untuk membersihkan apartmen ini setiap bulannya.

Kalau saja Adam mengetahui siapa yang berdiri dibalik pintu. Kalau saja Adam merasa sesuatu akan terjadi hari ini. Dia tidak akan pernah membuka pintu itu, bahkan dia tidak akan pernah kembali ke apartmen ini.

"Hi..." kata seorang pria setelah pintu terbuka untuknya.

"Hi..." kata Adam dengan ragu menjawab.

"Hi...?!!!" dengan nada yang lebih tinggi dari yang lain, seorang wanita muncul menyelamatkan keadaan. "lima tahun nggak ketemu, dan yang kalian punya cuma hi?" kata Ratna menatap kedua pria dihadapannya.

"Ratnaaa...." Adam segera memeluk wanita itu penuh kerinduan yang tak dapat disembunyikannya.

Adam melepaskan pelukannya, dan membiarkan Ratna serta pria itu masuk kedalam apartmen. Tanpa aba -- aba, ketiga saling duduk bertatapan di sofa mulai mencari kata untuk diucapkan.

"kok... lo tau gue ada disini?" kata Adam menatap Ratna, mencoba mengabaikan pria dihadapannya.

"Romeo..." kata Ratna mulai berucap.

Sudah selama enam bulan Romeo berada di Indonesia, memutuskan untuk menetap di negara ini dan meninggalkan Jerman, tanah kelahirannya. Namun, alih -- alih tinggal di apartmen ini, Romeo meronta pada Ratna agar diberi tumpangan sementara, sambil dia akan mencari pekerjaan baru di Jakarta.

"bukan jawaban..." kata Adam memotong cerita Ratna

Ternyata, saat pertama kali sampai di Jakarta, Romeo segera mampir ke apartmen ini dan meminta kepada petugas keamanan, apabila mereka melihat Adam hadir disini, untuk segera menghubunginya.

"terus?" kata Adam, kali ini menatap Romeo yang tak berhenti melihat dirinya dari tadi.

"yaudah... nggak pakai terus" kata Ratna menutup ceritanya "eh gue kebawah dulu ya... mau cari makan" Ratna beralasan, membiarkan dua cinta yang terluka untuk kembali berbincang.

masa lalu itu kembali, tepat ketika aku berhasil mengumpulkan puing -- puing luka dan memaafkannya

lalu aku bersedia untuk melangkah baru dengan seorang lain dengan sebuah cerita lain

belum lagi cerita itu kutuliskan, halaman -- halamannya sudah dipenuhi dengan harapan yang hilang dari nyata

dan aku berdiri disini berhadapan dengan dulu, mencoba mengucap selamat datang kembali 

"apa kabar?" Romeo mencoba untuk tidak mengomentari tubuh Adam yang semakin kurus, dengan mata cekung berlapis lingkaran hitam dihadapannya.

"baik..." Adam mencoba untuk acuh "apa kabar..."

"baik..." Romeo menjawab sebelum pertanyaan itu selesai dilontarkan.

"maksudku, apa kabar Teguh?" Adam tersenyum penuh kemenangan.

Sudah lama sekali Adam ingin membawa nama itu dalam percakapannya dengan Romeo. Seorang pria lain, yang membuat Romeo berpaling dan meninggalkan Adam. Pria yang dikenal Romeo ketika masih  berprofesi sebagai pilot dulu. 

Dan Adam tahu, hubungan Romeo bersama Teguh, kenyataannya tidak menyentuh enam bulan setelah Adam melepas mantan kekasihnya itu.

Romeo yang mulai salah tingkah, mencari sesuatu dari tas selempang yang dikenakannya. Sebuah amplop cokelat kini berada digenggamannya, dan diserahkannya pada Adam.

"Ayah meninggal setahun lalu, dan ayah ingin kamu membaca ini..." katanya menyerahkan amplop itu kepada Adam.

Adam tersungkur tidak mampu menjawab. Satu -- satunya pria yang dianggapnya sebagai ayah sesungguhnya, baru saja diumumkan melangkah jauh meninggalkannya, ketika tubuhnya bahkan belum sanggup mencerna bahwa kenyatannya kini dia duduk berdua bersama Romeo, pria yang dulu pernah begitu dicintainya dan kini paling dihindarinya.

"Kalau isinya tentang kita untuk kembali seperti dulu..." kata Adam masih belum menyentuh amplop itu "kamu sudah tahu betul jawabannya..."

"Aku bahkan tidak tahu apa isinya, aku belum membukanya sama sekali" Romeo membela diri.

Adam menerima amplop itu, dan cukup tebal untuk menyimpan sebuah surat. Lalu perlahan dibukanya perekat amplop itu, seolah -- olah isinya adalah rahasia negara yang hanya orang berkepentingan yang boleh mengetahui isinya.

Adam menemukan photo -- photo lama dari dalam amplop itu. Photo saat untuk pertama kalinya Adam menginjakkan kaki di Hannover dan begitu mengagumi patung Ernest Agustus yang terletak tidak jauh dari sebuah caf tempat dimana akhirnya Adam suka menghabiskan waktu selagi berada di negara itu.

Lalu photo lain saat Adam bersama keluarga Romeo berada di Altes Rathaus, salah satu situs bersejarah Hannover yang berada di kawasan mirip kota tua ala Jakarta.

Adam terhentak pada satu kartu post lama, yang dulu dikirimnya dari Indonesia kepada orang tua Romeo untuk sekedar mengucap rindu. Dibaliknya kartu itu, dikenalnya satu tulisan tangan disana, bukan tulisan tangan milik Adam. Sebuah kata permohonan dari seorang ayah kepada kedua putranya. 

Satu kalimat yang membuat Adam membutuhkan waktu cukup lama bisa kembali saling bertatapan dengan Romeo.

"berikan cinta itu kesempatan kedua, kalian layak untuk bahagia bersama"

Pesan dari ayah Romeo untuk Adam yang tidak sempat mengucap selamat tinggal padanya.

Dan aku runtuh pada sebuah permintaan

Kemana aku harus berlari, adakah kita seharusnya kembali?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun