Masalah iuran apartmen dan biaya lain seperti listrik dan air, Adam dan kekasihnya sepakat untuk saling bergantian membayarnya setiap bulan. Namun, setiap kali Adam hendak membayar gilirannya, selalu saja informasi tagihan sudah terbayar diterimanya.
Meski begitu, Adam tidak ingin membuka komunikasi lagi dengan mantan kekasihnya itu, dibiarkannya dirinya tidak membayar tagihan seperti seharusnya setiap kali giliran itu tiba.
Krek...
Suara gagang pintu itu akhirnya mempersilakan Adam untuk kembali menikmati masa lalu yang pernah dibuangnya dulu. Sofa cokelat berdampingan dengan meja kaca masih teguh menanti ditempatnya. Disana dulu Adam dan mantan kekasihnya banyak menghabiskan kata bersama, atau sekedar saling bersenda gurau sambil menyaksikan tayangan televisi.
Televisi ukuran tiga puluh dua inch yang tepat berada disebelah kanan Adam kini, yang dianggapnya sudah tidak mungkin masih dapat digunakan.
Atau kulkas diahadapan pria itu yang malu -- malu tersenyum, seolah penantian lamanya akhirnya tiba. Sang tuan akhirnya kembali dari perjalanan luka yang begitu lama. Adam tidak menyempatkan diri untuk memeriksa fasilitas lain di dalam apartmen dengan dua kamar itu.
Segera dibukanya kamar utama, dan melemparkan tubuhnya untuk menikmati pelukan kasur yang hangat membawanya dalam istirahat.
***
Malam dengan cepat menyapa Jakarta, dan kalau saja bukan karena ketukan pintu yang begitu gelisah, Adam mungkin tidak akan terbangun dari tidurnya.
Langkahnya gontai, sambil menduga -- duga, siapa yang hadir dihari pertama dia kembali ke tempat ini. Mungkin petugas keamanan, atau Pak Mansyur, pria paruh baya yang dibayar untuk membersihkan apartmen ini setiap bulannya.
Kalau saja Adam mengetahui siapa yang berdiri dibalik pintu. Kalau saja Adam merasa sesuatu akan terjadi hari ini. Dia tidak akan pernah membuka pintu itu, bahkan dia tidak akan pernah kembali ke apartmen ini.