Sudah tiga hari Adam berada dirumah Romeo. Belum ada rencana keluar menikmati Surabaya, Adam masih terpaku pada beberapa kejadian yang ditemuinya. Terlebih disaat pria itu menemui kenyataan, Rangga, seseorang yang dikenalnya ternyata berada di keluarga yang sama.
Adam belum mengucapkan satu patah katapun pada pria itu, dia tidak berniat membuka percakapan sama sekali. Bagaimanapun, Rangga juga akan menghindar setiap kali keduanya berselisih dirumah itu. Awalnya, Adam merasa akan menikmati hari -- harinya bersama keluarga ini. Namun, kali ini justru dia berharap diizinkan untuk mengambil satu kamar di hotel terdekat.
Diana sudah kembali ke Malang bersama Kimmy yang juga tinggal disana, menyelesaikan studinya untuk mendapatkan gelar sarjana. Kontan, tinggal kedua orang tua Romeo, bersama Laura dan Tombak yang tersisa dirumah, selain Adam dan Romeo tentu saja. Artinya, dua kamar kini kosong. Tidak ada alasan bagi Adam untuk beranjak dari rumah ini.
Pagi itu, seperti biasa, Tombak akan mengantar Doni untuk bekerja. Laura dan Amira sedang berjalan diluar, entah kemana, mungkin sedang mencari belanjaan untuk tambahan bahan masak didapur nanti. Romeo, masih terlelap dalam tidurnya ketika Adam hendak menghirup udara pagi, menikmati kesejukan Surabaya untuk pertama kalinya.
Berada diteras rumah, Adam menyempatkan dirinya sendiri untuk menatap komplek itu. Rumah -- rumah berjejer rapi, satu orang kurir koran berlalu lalang melempar surat kabar di beberapa rumah langganannya. Seorang pria paruh baya, sedang berolah raga, gerakannya lebih mirip yoga kalau menurut Adam, tidak jauh dari rumah tempat dia memandang.
"Jadi kau... anggota keluarga baru rumah ini" Adam mengenal suara itu, mencoba membuka percakapan dari belakangnya.
"Aku juga tidak berharap bertemu denganmu disini" jawab Adam ketus. "kau benar -- benar..."
"begitulah..." Rangga mengesap kopi yang ada ditangannya "aku sudah berhenti dari dunia itu sejak pembicaraan terakhir kita..."
"kau yakin?" kata Adam "bagaimanapun, Laura adalah adik Romeo. Dan Adik Romeo artinya Adikku juga"
"protektif..." cela Rangga "kau masih saja seperti dulu"
"apa yang seperti dulu?" Romeo hadir tiba -- tiba tanpa harapan Rangga apalagi Adam. "kalian saling mengenal, sebelumnya?" tuntut Romeo meminta penjelasan.
Bagaikan dunia runtuh dihadapannya, Adam tidak bisa mengucapkan satu atau dua patah kata lagi. Dia membisu, berharap segera lolos dari keadaan yang menjepitnya kini. Berkata kebenaran atau menyimpannya sendiri, terlihat sama saja kini. Keduanya tidak membantu sama sekali. Disatu sisi, resiko terlalu besar untuk pernikahan Laura, wanita itu akan hancur jika mengetahui masa lalu Rangga. Di sisi lain, Adam tidak benar -- benar ingin menutupi apa yang diketahuinya dari Romeo.
"bisa kita bahas nanti?" kata Adam berusaha tenang.
"kenapa tidak sekarang? Kamu kenal dia?" cecar Romeo.
"aku pernah cerita dulu soal Rangga yang aku kenal di Jogja?" kata Adam mencoba mengingatkan "aku hanya tidak tahu, waktu kamu cerita punya ipar bernama sama, bahwa mereka adalah orang yang sama"
"maaf mas, saya izin kedalam dulu..." Rangga tidak mau terlibat dalam pembicaraan kedua pria itu yang mungkin saja akan bertemu dengan pertengkaran.
"maksud kamu?" Romeo memastikan sekali lagi, Adam mengangguk.
"aku sudah coba bicara dengan Laura..."
"No... No... No..." kata Romeo segera memotong ucapan itu "kita tunggu waktu yang tepat, kelihatannya Laura juga sedang dalam masalah"
"kamu ngerasain juga?" Tanya Adam memastikan keraguannya.
"Laura tidak seperti biasanya, aku sudah coba bicara sama Diana dan Kimmy, tapi keduanya juga tidak tahu apa -- apa"
"dan Rangga..."
"nanti kita cari jalan keluarnya, untuk bisa bicara dengan mereka berdua" kata Romeo menggenggam tangan Adam. "Everything's gonna be okay"
***
Lima tahun sebelumnya, ketika Adam masih hidup di Jogja, untuk pertama kalinya dia bertemu dengan seorang mahasiswa, perantau dari Jakarta, sama seperti dirinya. Keduanya berkenalan lewat sebuah aplikasi kencan buta yang ada di ponsel masing -- masing. Hubungan itu berjalan begitu cepat, saat Adam berniat mengungkapkan perasaan cintanya, pria itu dengan enggan menolak.
"bagaimanapun, suatu hari nanti, aku akan menikah, dengan seorang wanita" jawab pria itu kala itu.
Adam menerima keputusan itu, dia hanya berpesan, kelak bila pria itu benar -- benar menikah dengan seorang perempuan. Dia tidak bisa menjalani hidup seperti saat ini.
"tidak ada satu manusia pun yang bisa berpijak pada dua batu" kata Adam "kau harus memilih jalan hidup yang kau mau, atau kau dihancurkan oleh keduanya"
Setelah percakapan itu, Adam dan pria itu memutuskan hubungan mereka sekedar sebagai sahabat. Beberapa kali keduanya sempat menghabiskan waktu bersama, menonton bioskop atau sekedar mengobrol di warung kopi.
Adam yang kemudian lebih sering bolak balik Jakarta -- Jogja, lama kelamaan kehilangan komunikasi dengan pria itu. Satu tahun setelahnya, Adam mengenal Romeo, perlahan berhasil melupakan ceritanya dengan pria itu. Melupakan Rangga.
***
"kita harus bicara dengan Laura, secepatnya..." kata Adam tepat disaat wanita yang disebut namanya itu datang bersama ibunya membawa belanjaan.
"kalian ngapain diluar?" tanya Amira keheranan menatap dua pria itu yang berdiri diteras rumahnya.
"tante..." Jawab Adam
"ibu..." sela Amira "kamu panggil ibu"
"ibu bukan tante, inget..." kata Romeo pada Adam meledek, sambil mengambil belanjaan dari tangan Amira, keempatnya masuk kedalam rumah dengan candaan sederhana sebuah keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H