Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Zero Km (Kilometer)

2 Maret 2014   07:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:19 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Manusia terlahir kedunia ini, bukannya tidak membawa beban, sejak hari kelahiran mereka, anak - anak itu memulai hutang - hutangnya kepada para orang tua (S.Panjaitan )

"Assalamualaikum warahmatullah..."

Ucapan itu terdengar sayup ditelinga, saat Anisa menunaikan shalat dzuhur disebuah mesjid besar dijakarta. Jangan berpikir ia sedang shalat didalam ruangan mesjid yang megah itu, wanita berusia tiga puluh tahun tersebut bersimpuh kepada Sang Pencipta dihalaman mesjid, bersajadahkan koran bekas yang sudah dibasahi dengan air matanya. Para satpam mesjid mengamati wanita bermukenah lusuh itu, tatapan mereka hampir serupa dengan jamaah yang keluar mesjid, yang baru saja menunaikan shalat yang sama.

Anisa masih berdua didalam hatinya, sambil merintih menangis, saat Reno sudah berdiri dibelakangnya. Reno, pria tampan bermata biru, dengan tinggi semampai, dan tubuhnya atletis, takjub melihat seorang wanita yang rela berpanas - panasan untuk shalat. Sebelumnya Reno sudah bertanya mengenai wanita yang shalat dihalaman mesjid itu kepada para satpam. Satpam tak kuasa menjawab, bahwa mereka juga sesungguhnya tidak mengerti mengapa wanita itu memilih shalat diluar mesjid.

"Assalamualaikum ukhti..."

kata Reno menyapa Anisa, perempuan itu menjawab dengan halus sambil mendangak sebentar, lalu berdiri. Reno menyodorkan tangannya ingin berjabat dengan Anisa, namun wanita itu menolak dengan memberi salam layaknya seorang muslimah yang memberi salam kepada pria yang bukan muhrimnya, Reno memahaminya, lalu membalas salam tersebut.

"kenapa ukhti tidak shalat didalam mesjid saja? disini panas..."

kata Reno penuh selidik kepada wanita yang belum ia ketahui namanya itu. Anisa masih tertunduk, sambil lembut menjawab.

"apa saya mengganggu anda? sebaiknya anda jangan mendekati saya, agar tidak terjadi fitnah terhadap diri anda sendiri"

"Tapi..." Reno mencoba menjelaskan kepada anisa, tapi wanita itu sepertinya tidak mau memperpanjang perkataannya.

"Api neraka sudah didepan saya, dan setahu saya neraka jauh lebih panas daripada terik mentari siang hari ini. Assalamualaikum..."

Anisa pun berlalu dari hadapan Reno. Pria itu termangu mendapat jawaban dari seorang wanita cantik, yang namanya pun ia tidak sempat menanyakan. Reno termenung, menatap koran yang ditinggal oleh Anisa, ia meraih koran itu, dan melihat guratan kesedihan Anisa yang terpampang nyata pada basahnya koran tersebut.

Cukup lama bagi reno untuk melamun ditempat itu, saat Dhika datang menghampiri dan mengejutkannya.

"Ngapain lo bro...?"

Reno tidak sadar kalau sedari tadi ia diperhatikan oleh Dhika, sahabatnya itu. Reno menjadi kebingungan menjawab, ia clingak - clinguk tidak jelas, hingga akhirnya Dhika meledek pria itu.

"Lo abis nawar Ratu yaaa... hahaha..."

Kata Dhika, yang membuat Reno mendelik meminta penjelasan. Akhirnya Dhika bercerita, bahwa wanita yang diajak berbicara oleh reno tadi adalah Ratu, pelacur kelas atas. Dhika memang bukanlah pria sempurna, ia terlalu sering masuk ke club malam, walaupun shalatnya tidak pernah tertinggal juga. Buat Dhika, Shalat harus jalan, tapi maksiat tidak boleh berhenti. Di club malam, Dhika sering bertemu dengan anisa, yang ia kenal sebagai ratu. Penjelasan itu membuat Reno mengerti, hingga akhirnya tersenyum simpul seperti mendapatkan cara untuk bisa mengobrol dengan wanita itu.

Keesokan harinya Reno shalat dihalaman mesjid, tempat Anisa shalat sebelumnya. Anisa yang ingin shalat disana, sedikit terkejut, tapi akhirnya ia shalat jauh dibelakang Reno, menghindari pria itu. Setelah keduanya selesai menjalani kewajiban masing - masing, Reno menghampiri Anisa.

"Masa lalu seseorang bisa saja kelam, tapi masa depannya masih putih suci, tidak perlu ukhti khawatir soal itu"

Kata Reno, setelah mendekati Anisa.

"Saya terlalu hina untuk menghadap Tuhan saya..."

Kata Anisa akhirnya berbicara, namun ia masih saja tertunduk seperti hari sebelumnya.

"Diantara kita berdua, mungkin saya yang paling hina, saya bahkan tidak menyadari dosa - dosa saya selama ini, hingga saya merasa pantas untuk shalat ditempat yang megah, didalam mesjid, sedangkan ukhti, ukhti terlalu menyadari kesalahan ukhti hingga ukhti tidak berani menghadap Tuhan ditempat yang seharusnya"

"bukankah Tuhan ada dimana - mana, saya hanya merasa tidak pantsa bersanding dengan mereka orang - orang suci didalam sana, saya terlalu hina untuk seorang manusia, apalagi untuk Tuhan"

Kata Anisa yang membuat hati Reno terenyuh juga. Ia tidak menyangka seorang wanita yang ada dihadapannya saat ini begitu putus asa terhadap manusia, juga terhadap Tuhan.

"Ukhti bisa mulai dari awal lagi sekarang, ukhti bisa mulai dari nol lagi, dan mulai membuka lembaran baru"

Kata Reno akhirnya, sambil memberikan sajdah berwarna merah kepada Anisa, untuk Anisa memakainya ketika shalat.

"Terimakasih, Namun setiap manusia memulai hidupnya dengan minus bukan nol... Assalamualaikum"

Anisa menjawab perkataan Reno, sambil menerima sajadah tersebut, lalu berlalu dari pria itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun