Rasa deg-degan yang kerap muncul dulu ketika tampil di mihrab, sekarang tidak ada lagi karena sudah terbiasa. Anggapan imam terhadap makmumnya sudah lebih bersahabat dan rasa takut itu terkikis habis.
Satu bulan dua bulan kalau masih ada rasa nerves, itu masih lumrah. Asalkan jangan sampai terus-terusan rasa takutnya alias tidak kunjung hilang. Saya sendiri, hanya di awal-awal saja.
Sekitar tiga atau empat kali tampil salat. Setelah itu, aman-aman saja, karena saya menganggap orang yang di belakang alias makmumnya orang-orang biasa saja walaupun tidak menutup kemungkinan ada banyak di antara mereka yang hafalannya mutqin.Â
Terkadang yang membuat rasa takut berlebihan itu karena muncul perasaan dalam hati; bahwa hafalan makmumnya lancar-lancar dan mutqin. Iya juga sih. Buktinya, pernah suatu ketika ada ustad kondang di Indonesia yang dia juga punya pondok tahfizh, beliau disuruh menjadi imam yang makmunya Syekh ternama dari Saudi. Saking gugupnya dengan perasaan yang tadi, akhirnya dia ada yang lupa dalam surat Al-Fatihahnya.Â
Bayangkan! Kok bisa-bisanya lupa pada surat yang kerap dibaca tersebut? Maka dengan itu, saya selalu mengontrol perasaan karena hal tersebut sangat penting supaya tidak terjadi seperti kasus di atas.Â
Sekian, semoga bermanfaat ya. Jangan lupa share agar manfaatnya lebih meluas. Oya, kira-kira pertanyaan apa lagi ya, yang membuat Anda penasaran seputar perimaman atau hal lain di Uni Emirate Arab? Silakan komen di bawah dan follow saya, ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H