Mohon tunggu...
Damayanti
Damayanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - salam

Salam Sejahtera

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum Kasus Senjata Tajam

20 Mei 2022   13:32 Diperbarui: 20 Mei 2022   13:37 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Penanganan Anak Berhadapan

Dengan Hukum Kasus Senjata Tajam.

Tema : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Penanganan Anak BerhadapanDengan Hukum Kasus Senjata Tajam menurut pasal 71 ayat (1) dan pasal 73 Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2012.

Creator : Damayanti

Anak adalah tunas, potensi dan generasi penerus cita-cita bangsa. Anak memiliki peran strategis dalam menjamin ekstitensi bangsa dan negara di masa mendatang. 

Agar mereka mampu memikul tanggung jawab itu, mereka perlu mendapat kesempatanyang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun spiritual. 

Mereka perlu mendapatkan hak-haknya, perlu dilindungi dan disejahterakan. Karenanya segala bentuk kekerasan pada anak perlu dicegah dan diatasi.

Berdasarkan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem peradilan Pidana Anak , yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana dan saksi tindak pidana .

Dalam pengasuhan keluarga , diperlukan pembinaan orang tua atau bahkan keluarga anak yang berhadapan dengan hukum untuk dapat memberikan penanaman nilai yang baik dan benar kepada anak, sehingga orang tua atau pihak keluarga tidak hanya menuntut anak untuk berperilaku yang baik akan tetapi memberikan penanaman nilai yang tepat juga bagi anak tersebut dengan memperhatikan kebutuhan dan hak dasar anak tersebut sebagai bentuk dukungan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. 

Sebuah Langkah sinergitas sangat diperlukan oleh orang tua, keluarga, komunitas, masyarakat dan pemerintah untuk mendukung upaya pemenuhan kebutuhan dan hak dasar anak yang berhadapan dengan hukum, sehingga diharapkan pembinaan yang diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum dapat terlaksana secara baikdan menyelesaikan masalah utama tanpa membuka permasalahan baru lagi.

Penanganan perkara pidana terhadap anak tentunya beda dengan penanganan perkara terhadap usia dewasa, penanganan terhadap anak tersebut bersifat khusus karena itu diatur pula dalam peraturan tersendiri. 

Pemahaman terhadap proses penanganan perkara anak tentunya mungkin masih ada sebahagiaan kalangan masyarakat yang belum mengerti atau paham, sehingga kadang-kadang memunculkan penilaian bermacam-macam malah yang lebih fatal bilamana terjadi salah penilaian bahwa penanganan terhadap anak khususnya anak yang berkonflik hukum mendapatkan perlakuan istinewa dan ada juga yang menganggap anak tidak bisa dihukum padahal tidak sejauh itu hanya saja proses penanganannya diatur secara khusus. 

Perlu dipahami bahwa terkait dengan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum tersebut tentunya didasarkan pada beberapa ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang berisi Undang-Undang RI.

Persoalan selanjutnya yang menjadi tantangan atau bahkan permasalahan bagi anak yang berhadapan dengan hukum adalah kondisi pengasuhan di lingkungan keluarga oleh anak tersebut. 

Pengasuhan menjadi permasalahan bagi anak yang berhadapan dengan hukum khususnya bagi pelaku, dimana perilaku yang ditampilkan oleh anak tersebut jelas bukanlah perilaku yang terjadi hanya dalam satu malam. Hakekatnya anak adalah pihak yang paling cerdas dalam merespon atau bahkan menduplikasi orang sekitar termasuk orang tuanya

Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) mesti mendapat perlindungan khusus. Kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia. 

Termasuk pada saat anak menghadapi proses hukum ( Anak Berhadapan dengan Hukum/ABH), anak mesti mendapat perlindungan khusus terutama dalam sistem peradilan anak, termasuk haknya di bidang Kesehatan, Pendidikan dan rehabilitasi anak. Salah satu bentuk perlindungan anak oleh negara diwujudkan melalui sistem peradilan pidana khusus bagi ABH. 

Sistem peradilan pidana khusus bagi anak tentu memiliki tujuan khusus bagi kepentingan masa depan anak, dan masyarakat yang didalamnya terkandung prinsip-prinsip keadilan . 

Selama kurang lebih 17 tahun kita menggunakan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang menggunakan pendekatan yuridis formal dengan dengan menonjolkan penghukuman (retributive) yang berparadigma penangkapan, penahanan dan penghukuman penjara terhadap anak. Hal tersebut tentu berpotensi membatasi kebebasan dan merampas kemerdekaan anak dan berdampak pada masa depan seperti kepentingan terbaik bagi anak.

Namun kini setelah diberlakukannya UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) sebagai pengganti UU No. 3 Tahun 1997, kiranya dapat menjadi solusi yangv terbaik dalam penanganan ABH. UU SPPA mengatur perubahan yang fundamental antara lain digunakannya pendekatan keadilan restorative melalui sistem diversi. Dalam hal ini diatur mengenai kewajiban para penegak hukum dalam mengupayakan diversi pada seluruh tahapan proses hukum.

Selanjutnya dalam hal anak belum berumur 18 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana maka penyidik, pembimbing kemasyarakatan, mengambil keputusan untuk menyerahkan kepada orang tua/wali atau mengikutsertakan dalam program Pendidikan, pembinaan pada instansi pemerintah atau Lembaga penyelenggaran kesejahteraan sosial yang menangani bidang kesejahteraan sosial (Pasal 21 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak jo, pasal 67 Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun. Dalam perkara anak berhadapan dengan hukum perlu didampingi orang tua/wali.

Berdasarkan hal tersebut di atas, untuk menyelesaikan perkara anak berhadapan dengan hukum kasus " Senjata Tajam" seorang Pembimbing Kemasyarakatan tanpa mengurangi kewenangan hakim, apabila dalam pemeriksaan hakim dalam sistem peradilan pidana anak, anak  terbukti bersalah, maka demi kepentingan terbaik bagi anak, Pembimbing Kemasyarakatan mengusulkan Klien dijatuhi Pidana dengan syarat pengawasan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat (1) huruf b angka 3 jo pasal 73 Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan mempertimbangkan antara lain pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir, anak masih berusia di bawah 18 tahun dan masih membutuhkan pengawasan dan pembimbingan dari orang tua, anak masih dapat dibina dan dibimbing kea rah yang lebih baik dan mempunyai masa depan yang masih panjang serta merupakan generasi penerus bangsa, dan orang tua masih sanggup dan bersedia untuk mendidik, membina dan mengawasi anak kea rah yang lebih baik serta anak baru pertama kali melakukan tindak pidana membawa senjata tajam.

 Salam Pemasyarakatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun