Mohon tunggu...
Damar Aisyah
Damar Aisyah Mohon Tunggu... -

Pemilik blog www.damaraisyah.com, freelance writer, day dreamer, book lover, Instagrammer @aisydamara

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Belajar Kembali dan Bekerja Sama dengan Alam di Omah Lor Yogyakarta

14 September 2018   13:54 Diperbarui: 14 September 2018   16:38 2134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dwi Pertiwi mengajar langsung saat Pelatihan Desain Permakultur (dok. Omah Lor)

"Hebat apane?" begitu jawabnya dengan spontan. Persis beberapa tahun yang lalu saat kami masih menjadi rekan kerja.

Tak dapat saya pungkiri, sejak pertama kali menginjakkan kaki di area Omah Lor saya sudah merasa kagum dengan pemiliknya. Pertama dari pemilihan lokasinya yang jauh dari kebisingan kota. Omah Lor terletak di ujung gang paling dalam. Berbatasan langung dengan Kali Boyong di bagian belakang, sawah dan kebun bambu di samping kanan kirinya, menyebabkan lokasinya tersembunyi. Tak banyak rumah yang ada di sekitarnya tapi bukan berarti penghuninya tertutup dengan lingkungan.

Kami pun mulai bercerita banyak hal. Salah satunya tentang gaya hidup yang kini sedang ditularkannya  kepada siapa saja yang bersedia. Mbak Dwi banyak bercerita tentang upayanya untuk menularkan virus bekerja sama dengan alam. Mulai menanam, memelihara bahkan mengolah sendiri bahan pangan yang dibutuhkan.  Misalnya kopi yang diolah sendiri dari biji hingga siap diseduh dalam cangkir. Atau sourdough yang langsung diadoni dengan kedua tangannya dan disajikan hangat dari oven miliknya.

Homemade Sourdough dari dapur Omah Lor
Homemade Sourdough dari dapur Omah Lor
Proses pembuatan tempe di Omah Lor
Proses pembuatan tempe di Omah Lor
Hasil panen di kebun pekarangan Omah Lor
Hasil panen di kebun pekarangan Omah Lor
Ia pun telah lama concern dengan usaha menjaga keberlangsungan kehidupan. Selain memanfaatkan energi alternatif seperti panel surya dan biogas, ia juga mulai menerapkan konsep zero waste untuk lingkungan tempat tinggalnya. Misalnya dengan membatasi penggunaan kemasan sekali pakai, memanfaatkan barang-barang preloved, memilah sampah untuk diolah menjadi kompos, bahkan memilah limbah sayur dari pasar tradisional untuk dibeda-bedakan jenis konsumsinya.

Teman-teman pasti pernah, ya, melihat limbah dari sisa pedagang sayur di pasar tradisional yang menggunung jumlahnya? Nah, Mbak Wiwik adalah salah satu orang yang peduli untuk memilah dan memanfaatkan limbah tersebut. Ada bagian tertentu yang menurutnya masih layak untuk konsumsi manusia. Ada juga yang bisa menjadi makanan binatang. Sedangkan bagian yang sudah benar-benar rusak, maka komposter lah yang akan menjadi tempat barunya.

Pelatihan Desain Permakultur

Tak cukup membiasakan dirinya sendiri untuk bekerja sama dengan alam, Dwi Pertiwi begitu nama yang tertera pada kartu identitasnya juga dengan senang hati memaparkan langsung gaya hidupnya pada orang-orang yang singgah ke tempatnya. Siapapun yang pernah datang ke Omah Lor, pasti merasa antusias untuk melihat bagaimana Mbak Wik mengelola pekarangan dan bahan pangan yang dimilikinya. Bagaimana cara hidup dan memanfaatkan barang yang dimiliki untuk memiliki lebih dari satu nilai guna.

Pada suatu waktu, ia juga mengajak teman dan lingkungan sekitar untuk belajar bersama. Selain materi komposter, ia pun banyak berbagi tentang penanaman aneka varietas baru hasil penyilangan yang diujicobakan di sana. Bahkan, kalau kita rajin mengikuti sosial medianya yaitu di akun  facebook  yang bernama Dwi Pertiwi, maka kita aan sering melihat aneka tips do it yourself untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. tentunya dengan memaksimalkan pemanfaatan aneka barang yang ada di sekitarnya.

Tomat hasil persilangan
Tomat hasil persilangan
Yang terbaru dari aktivitasnya sebagai penggiat lingkungan adalah Pelatihan Desain Permakultur yang di-organize langsung olehnya di Omah Lor.  Pelatihan pertama telah diselenggarakan pada pertengahan Juli 2018 yang lalu.  Pelatihan yang dijadwalkan selama 12 hari ini memuat materi tentang pengetahuan dan keterampilan bertanam sesuai dengan hukum alam, yang meliputi:
  • Tanah dan pengelolaan tanah
  • Air dan pengolahan limbah
  • Metode desain dan berpikir kreatif
  • Desain bersama alam
  • Sistem iklim
  • Pohon dan transaksi energi
  • Strategi penanaman
  • Taman pangan
  • Permakultur sosial
  • Membuat biochar
  • Membuat lingkaran pisang dan kompos
  • Membuat pupuk cair
  • Mengelola rumah bibit
  • Membuat kombucha dan kefir

omah-lor-1-5b9a60ac677ffb5a9374be34.jpg
omah-lor-1-5b9a60ac677ffb5a9374be34.jpg
Menurut perempuan yang juga merupakan founder dari Kampung Mus-Mus Therapy ini, peserta Pelatihan Desain Permakultur tidak hanya belajar secara teori, namun langsung praktik pada alam. Bahkan untuk mempraktikkan gaya hidup kembali ke alam, Mbak Wik tidak segan menyediakan konsumsi peserta dari bahan yang ada di pekarangannya, untuk kemudian diolah secara langsung di dapurnya. 

Peserta pelatihan menyiapkan sendiri konsumsi dari bahan yang dipanen di kebun Omah Lor
Peserta pelatihan menyiapkan sendiri konsumsi dari bahan yang dipanen di kebun Omah Lor
Kesuksesan pelatihan PDC untuk batch pertama rupanya menarik minat banyak kalangan untuk ikut serta. Untuk itu Omah Lor akan segera menggelar PDC Batch 2 pada Oktober 2018 nanti. Tertarik? Tentu saja, jika memiliki kesempatan saya ingin menimba ilmu di sana. Karena pemanfaatannya akan sangat luas dan dapat terus ditularkan untuk kemaslahatan kehidupan.  Menurut saya pribadi, masalah nutrisi dan ketersediaan bahan pangan sebenarnya tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara. Kita sebagai manusia yang diberi akal sudah semestinya memiliki keterampilan untuk bertahan. Salah satunya dengan menguasai kecakapan olah dan tanam. Apalagi alam sudah menyediakan segalanya, hanya butuh kemauan untuk bekerja sama dengan apa yang sudah alam sediakan guna memenuhi hajat hidup kita. 

Bayangkan saja jika sebagian besar dari kita memiliki keterampilan dan kemauan sejenis. Masalah kelangkaan bahan pangan dan malnutrisi mungkin bisa ditekan serendah-rendahnya. Kuncinya adalah keterampilan dalam mengolah untuk menjaga ketersediaan bahan pangan. Selain itu  juga harus kreatif mencari alternatif sumber pangan bernutrisi. Dan tentunya mulai beralih pada gaya hidup lokal sehingga tak perlu khawatir dengan inflasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun