Kenapa, karena ketokohan KH Hasyim Asy'ari, faktor utama dalam kehadiran organisasi ini.
Dari kalwat yang panjang, datang bahasa isyarat dari gurunya, KH Cholil Bangkalan lewat untai tasbih dan sebuah tongkat.
Sprite kiai besar berdua ini jadi magnet luar biasa di kalangan NU. Hingga saat ini tiap harinya ratusan umat menziarahi makamnya di Jombang dan Bangkalan.
Begitu juga dengan KH Bisri Syamsuri, KH Wahab Hasbullah dan kiai besar lain, tetap menjadi sumber energi dalam membesarkan NU.
Di Sumbar terkenal dengan banyak Buya. Sayang, buya dulu hanya sebagian kecil yang terlibat dalam pengurus NU.
Momen 1 Abad NU, kondisi ini harus dijadikan pijakan oleh pengurus NU Sumbar. Menjadikan ulama mumpuni sebagai sumber kekuatan dan berkah dalam mengelola organisasi.
Ulama besar di Minangkabau dulunya, banyak ternama dan tersebut lewat banyak jemaah, dan sebagian lewat Perti.
Contoh, Syekh Muhammad Yatim yang terkenal dengan Tuanku Mudiak Padang, lama memimpin pesantren Luhur Kalampaian, Ampalu Tinggi.
Namanya harum, tanpa ada embel-embel di badannya. Dia tidak tersebut dalam NU, tidak pula di Perti.
Tapi jemaahnya banyak. Dan hingga kini tak pernah putus masyarakat menziarahi makamnya di Tandikek.
Begitu juga dengan Syekh Tuanku Sidi Telor. Terkenal jago debat, banyak ulama besar Padang Pariaman berada dalam kelompok diskusinya.