Sementara, masyarakat luar mengenal santri itu dengan sebutan "pakiah". Itu trend dan familiar.
"Dima mangaji pakiah," begitu orang banyak bertanya ke seorang santri ketika dia tidak tahu nama santri tersebut.
Pakiah, mungkin asal katanya fiqh. Adalah orang yang tahu dan alim di bidang agama. Tapakuh piddin. Orang yang mendalami ilmu agama Islam.
Guru tuo selalu mengingatkan, jangan merasa rendah diri ketika orang memanggil kita dengan panggilan pakiah.
Pakiah adalah orang hebat. Hanya saja orang banyak selain santri tak tahu makna pakiah tersebut.
Yang mereka tahu, anak yang sedang mengaji disebut pakiah. Lama dia mengaji, berbilang tahun, ikut pula mengajar, orang menyapanya dengan pakiah berkurang.
Gelar itu berubah secara alami. Orang banyak menyapa santri senior itu dengan tuanku.
Ada Tuanku Mudo, Tuanku Sutan, Tuanku Bagindo, Tuanku Kuniang dan sejumlah gelar lainnya setelah santri itu menyelesaikan pendidikan di pesantrennya.
Pemberian gelar ini adalah kolaborasi antara adat dan agama. "Ketek banamo gadang bagala"
Kecil dia diberi nama oleh orangtuanya, setelah lama mengaji, dianggap mampu dan pandai oleh gurunya, maka sepakat guru dan orangtua dan masyarakat kampung santri bersangkutan untuk diberikan gelar tuanku.
Gelar tuanku adalah semacam tradisi pesantren berbasis surau. Dan pesantren itu banyak kita jumpai di Kabupaten Padang Pariaman.