Dan lazim pula, setelah jadi tuanku itu para santri bersangkutan naik status sebagai majelis guru kalau dia masih menetap di pondok.
Biasanya, pesantren berbasis surau ini menuntut dan membuat komitmen dengan santri bersangkutan untuk mengabdi selama dua tahun dulu, baru bisa keluar pesantren.
Dan kini, seperti yang terjadi di lingkungan Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan, mereka yang sudah jadi tuanku itu memilih perguruan tinggi.
Mereka ke UIN, dan sekolah tinggi berbasis agama lainnya, untuk mengambil gelar sarjana tentunya.
Tetapi, di Nurul Yaqin itu sendiri pesantrennya sudah mengembangkan pendidikan tinggi Ma'ad Aly.
Ini tentunya untuk pendidikan lanjutan sebagai penambah cakrawala berpikir para santri.
Meskipun berkecimpung di dunia perguruan tinggi, jadi aktivis kampung, jarang santri itu yang menghilangkan jati dirinya.
Pecinya tetap kokoh sebagai lambang kesantriannya, sekalugus untuk menjaga adab serta tradisi sejak di pondok yang terbiasa dengan peci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H