Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lewat Bertani dan Bertukang, Ayah Menanamkan Kemandirian dalam Hidup

24 Juni 2022   15:08 Diperbarui: 24 Juni 2022   15:13 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang petani sedang meratakan lahan sawahnya yang akan di tanami padi di Sicincin. (foto dok damanhuri)

Habis masa cabai, biasanya ayah mengganti dengan Tananam lain. Ada jagung, sering juga tanaman kacang tanah, dan tanaman lain.

Dan bila air irigasi kembali normal, ayah memulai pula menanam padi. Sawah itu merupakan hak ayah untuk digarap sepanjang dia memangku jabatan "labai" di kaumnya, Koto Runciang.

Orang kampung menyebutnya dengan sawah wakaf. Hasilnya, sepertiga untuk surau, dua pertiga untuk ayah yang menggarap.

Begitu aturan tak tertulis dari penggarapan sawah wakaf, milik masyarakat. Baik ketika ditanami padi maupun ketika diolah jadi ladang.

Di usia anak-anak itu, kesenangan saat ke sawah dan ke ladang, adalah makan bersama di sawah dengan nasi bawaan amak dari rumah.

Begitu ayah dan amak mengajari saya untuk hidup mandiri di kemudian hari. Hanya saja, bertani dan bertulang itu tak pernah menyerap dalam karir saya selanjutnya.

Sekedar membangun kebersamaan dengan kawan wartawan, saya ikut mendirikan kelompok tani. Wartani namanya dua tahun yang lalu.

Di sebuah kampung di Kecamatan V Kampung Dalam, kami berladang jeruk lemon dan jeruk nipis. Belum menghasilkan, tapi kami ingin sebenarnya merasakan kehidupan petani itu sendiri.

Wartani, adalah gabungan sejumlah wartawan dan masyarakat kampung dalam bertani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun