Tiap pekan pelanggan bertambah, sehingga pengantaran pun jadi dua hari, Jumat dan Sabtu.
Di tengah kesibukan itulah, saya memulai keinginan saya untuk menulis. Sebuah opini yang saya tulis dengan mesin tik, lalu saya kasihkan ke Pak Amiruddin, dan dia bawa ke redaksi.
Lama dan sering menulis opini, perlahan nama saya mulai diketahui orang redaksi. Rapat kerja redaksi di Sungai Limau, Pemimpin Perusahaan Padang Pos, Fadril Aziz Isnaini Infai menyapa saya.
Rupanya mendiang Infai ini membaca tulisan saya yang terbit di ruang opini Padang Pos.
"Damanhuri, coba berita buat lagi. Caranya gampang. Contoh tempat wisata pantai ini, lalu diskusi dengan pengelolanya," ujar Infai menunjukkan pertama kali cara membuat berita.
Saya coba. Ada sebuah temuan menarik di tempat saya tinggal, Padang Toboh Ulakan. Mahasiswa KKN melakukan jejak pendapat tentang penting atau tidaknya sebuah masjid di kampung itu.
Hasilnya, sebagian besar masyarakat menginginkan adanya masjid di Padang Toboh, sehubungan jauhnya jarak ke Kampung Koto, tempat masjid nagari berdiri.
Namun, keinginan itu tak dapat persetujuan dari Ketua KAN Ulakan, sekaligus penguasa ulayat, sehingga perdebatan panjang mewarnai dinamika di tengah masyarakat.
Saya telusuri, menemui tokoh masyarakat sekaligus mahasiswa yang sedang ber KKN di kampung itu, lalu saya konfirmasi ke Ketua KAN yang tak menyetujui pembangunan masjid tersebut.
Saya ketik di surau, tempat saya mengabdi dengan meminjam mesin tik Desa Padang Toboh.
Hasil ketikan panjang, lalu saya berikan ke Pak Amiruddin. Dia tiap minggu pula ke redaksi Padang Pos di Ulakarang, Padang.