Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cegah Kekerasan dan Terorisme dengan Jurnalisme Damai dan Solusi

16 Desember 2021   11:16 Diperbarui: 16 Desember 2021   11:36 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugu Monas dan Masjid Istiqlal yang tampak kecil di tengah gedung besar dan tinggi. (foto dok damanhuri)

Hanif Suranto, Dosen UMN dan Pengamat Jurnalisme memperkenalkan jurnalisme damai, Kamis (16/12/2021) dalam Webinar Solution & Peace Journalism K-Hub. 

Menurut dia, dalam jurnalisme perdamaian, jurnalis tak cukup hanya objektif, dan tetap pada konsep independen. 

Makanya, dulu itu ada kerangka piramida terbalik dalam konsep jurnalistik. Wartawan mampu memberikan solusi dalam konflik yang sedang terjadi. 

Itulah yang disebut dengan jurnalisme solusi. Ada kekuatan wartawan menawarkan solusi dari ketegangan yang terjadi, dengan konsep damai. 

Apa saja sih masalah dan tantangan dalam pemberitaan kasus terorisme dan kekerasan ekstrim di Indonesia?
Bagaimana idealnya berita tentang kekerasan ekstrim ditulis?

Hanif Suranto yang telah malang melintang di berbagai kemelud yang terjadi di nusantara ini. Dia pernah terlibat memberikan kedamaian lewat jurnalisme damai di Aceh, Bali, dan daerah lainnya.

Jurnalisme damai dan jurnalisme solusi, kata dia, tak cukup hanya dengan konsep 5W+1H. Lebih dari itu, wartawan harus punya jaringan yang kuat, sehingga bisa masuk ke ranah yang sedan bertikai, misalnya.

Jurnalisme berbicara soal dampak yang timbul akibat terorisme, misalnya. Jadi, dampak dari masalah itulah menuntut akar dan cabangnya, sehingga menawarkan solusi yang cerdas dan bermanfaat bagi banyak orang dan pihak.

Jurnalisme, tak lebih dari pemberitaan mendalam. Butuh perjuangan, kekuatan dan kesehatan yang cukup. Sekarang, tak banyak wartawan yang bermental jurnalisme damai ini.

Sementara, Abdus Somad, Jurnalis Jaring.id yang menawarkan jurnalisme solusi. Dia menyebutkan, fenomena yang terjadi wartawan ingin lebih cepat, tidak akurat dan tajam.

Jurnalisme solusi adalah apa yang tidak terlihat dan apa yang tidak terlihat. Inilah yang disebut pemberitaan yang mendalam dan tajam.

Dengan ini, wartawan menawarkan solusi menuju perdamaian yang diinginkan semua pihak.

"Wartawan dituntut tidak memberitakan satu pihak. Harus banyak sisi yang ditonjolkan, sehingga mencapai solusi terbaik," ujar dia.

Yang ditekankan dari jurnalisme solusi adalah investigasi yang mendalam. Banyak hal topiknya, tergantung kemauan dari wartawan itu sendiri.

Contoh, dalam aksi kekerasan dan terorisme, wartawan jangan terpaku pada lembaga BNPT, tapi masuki kelompok masyarakat, organisasi yang konsen dalam masalah itu.

Narasumber lainnya, Irfan Amalee, Direktur Peace Generation Indonesia menyebutkan, jurnalisme perdamaian dan solusi adalah praktek baik, dan sunyi, jauh dari jangkauan banyak orang.

Yang bisa ditulis dari masalah itu adalah feature, tak mesti persoalan berat, tapi ulasannya penuh dengan riset dan data yang valid.

Apa yang harus di tulis? Ada banyak hal dan hampir di semua lini persoalan yang terjadi. Ada di pemerintahan, pendidikan, politik, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan apalagi.

Feature, kalau kita istilahkan dalam buku, adalah buku besselert, menjadikan berita jadi cerita, membuat orang yang menikmati larut dalam masalah tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun