Sementara SK dari PWI Pusat periode saya ketua itu tak pula ada, yang sebelumnya selalu ada. Sebab keberadaan PWI kabupaten dan kota juga diatur dalam PD/PRT PWI itu sendiri.
Bahkan, sampai empat kali berita acara ini diantar ke Padang. Tentu ini komunikasi antara panitia konferensi dengan PWI Sumbar yang kurang lancar, sehingga proses SK itu memakan waktu yang cukup panjang.
Terbit SK, pelantikan pun punya dinamika. Akhirnya datang utusan PWI Sumbar ke Pariaman menanyakan kapan pelantikan pengurus. Dalam pertemuan dengan salah seorang pengurus PWI Sumbar itu, diputuskan hari pelantikan.
Usulan saya pelantikan diadakan malam hari disetujui. Tak seorang pun yang membantah dan menyanggah. Kenapa malam hari pelatikan itu?
Saya ingin, kawan wartawan tidak bermental PNS, yang kerjanya dari Senin sampai Jumat, dari pagi hingga petang. Di organisasi kita bebas, kapan maunya kita bekerja dan berkegiatan. Tidak memandang ruang dan waktu.
Pelantikan dilakukan pada momen Pemilu 2019 itu dihadiri Wakil Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur, Wakil Walikota Pariaman Mardison Mahyuddin, serta pejabat Kominfo dari dua daerah.
Tentu Ketua PWI Sumbar Heranof Firdaus datang dan melantik dengan membawa banyak pengurus ke Pariaman. Serimonial pelantikan pun berjalan sukses dan mantap tanpa baju seragam.
Dalam pidato pelantikan yang dilakukan di Kantor PWI itu, saya mengajak seluruh pengurus untuk bekerja, memanfaatkan momen yang singkat itu secara maksimal.
Yang menjadi catatan kita, adalah tingkah kawan wartawan di lapangan yang kadang sampai merusak citra jurnalis itu sendiri.
"Kadang wartawan itu bertindak sebagai polisi dan jaksa, menghukum narasumber yang tidak semestinya hal itu dilakukan seorang wartawan," kata saya.
Nah, pengurus PWI harus mampu memberikan edukasi dan narasi di tengah masyarakat, bahwa wartawan itu punya tugas dan kewenangan yang mulia. Menegakan kebenaran, meluruskan yang bengkok.