Mohon tunggu...
Dalimi Said
Dalimi Said Mohon Tunggu... Editor - DAL

Senang berkorespondensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ternyata Ada Misteri Gong Berantai di Tanjung Tanah Kerinci

27 Februari 2020   23:04 Diperbarui: 27 Februari 2020   23:08 2924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
GONG MISTERI | rajinlah.id

"MISTERI GONH BERANTEA WILAYAH KEDEPATIAN TIGO LUHAH TANJUNG TANAH" KECAMATAN DANAU KERINCI

TANJUNG TANAH DALAM MISTERI, (2020) GONG termasuk didalam golongan idiophone atau bahasa Sankritnya Ghana vadya. Gong sudah tercantum didalam relief candi-candi di Jawa Timur tetapi tidak terdapat di candi-candi di Jawa tengah. Pada candi Penataran terdapat angka tahun Saka 1242/1330 M, pada candi bagian timur tahun Saka 1291/1369 M dan pada halaman Batur Pendapa terdapat angka 1297 Saka/1375 M. (Sedyawati Suleiman l98l,3:2).  

Dari ketiga candi itu didapat gambaran bahwa Gong mendapat perhatian antara abad ke 13 sampai abad ke 15 Masehi. Fungsi-fungsi gong didalam relief-relief itu adalah dipergunakan dalam medan perang dan pada candi Penataran dipergunakan sebagai alat pemberi berita jika terjadi sesuatu.

Ketika Sriwijaya berkuasa maka raja Sriwijaya mengimport gong ke Nusantara (Kunst 1968 ; 111). Dari berbagai kitab kuna seperti Kakawin Bharatayudha (ditulis di zaman Jayabaya sekitar 1157 M), Kitab Bhomakarya dari abad ke 12 dalam pupuh 102.8.9 dan dalam Smaradhana pupuh XXIX. 8 dari abad ke 13 M jelas bahwa gong terbuat dari perunggu. Jadi gong telah dikenal dari kesusasteraan kuna setidaknya dari abad ke 9. Kemudian fungsi gong dipergunakan didalam medan perang, iringan dan upacara.

Dalam medan perang dapat dipergunakan selaku pemberi semangat. Dalam iringan sebagai pemberi tanda dan dalam upacara sebagai tanda khidmat. Baru dalam kitab Bharatayudha zaman Kediri abad ke 12 disebut bahwa gong dimainkan bersama-sama dengan gamelan.

Di candi Kembar Batu di Muara Jambi oleh Tim Puslit Arkenas ditemukan dalam penggalian sebuah gong yang terdapat tulisan Cina yang diduga dari abad ke 13 M dimana terdapat nama pejabat. Di Tiongkok pada pemerintahan Raja Hsuan Wu pada tahun 500-516 M telah dikenal gong, yang saat itu disebut "Sha-lo" dan memiliki bunyi yang sangat keras jika dipukul. Asalnya dari His Yu, yaitu daerah antara Tibet dan Burma. Kemungkinan besar ada persamaan dengan gong di Korea (cing) dan di Assam (caro) menurut Sachs (Sachs 1940 ; 208).

Merunut penelitian Marcel 'Dubois, India juga mengenal gong tetapi mendapat pengaruh dari Asia Tenggara yang mendapatnya pula dari Cina (Marcel Dubois 1941). Jadi gong sudah dikenal yang berasal dari Tiongkok Selatan.

Cara pembuatan gong pada masa lampau yaitu dengan tehnik a cire perdue yang telah dikenal sejak periode pra-sejarah dalam pembuatan alat-alat dari perunggu. (Peter Ferdinandus 1986 ; 468). Ketibaan gong di kepulauan Nusantara dari Kronik dinasti T'ang Buku 22 (masa dinasti ini memerintah 618-906 M), bahwa raja P'oli naik gajah dengan iringan gendang dan gong.

Pada orang Melayu sejenis gong yang agak tebal sisinya disebut TETAWAK dipakai mengiringi tari hiburan ronggeng. Pada musik tradisional untuk mengiringi teater-teater tradisional Melayu seperti Makyong, Mendu, Menora dan Wayang Kulit Melayu dipakai 2 buah gong, yang induk bernada C dan gong anak bernada G. Disamping itu sejenis gong kecil yang lantang suaranya disebut CANANG, dipakai untuk penyampaian berita. Gong yang kecil formatnya disebut TELEMPONG atau KROMONG berdiameter 6,5 inci diletakkan diatas sebuah alat dengan mukanya ke atas yang dipukul dengan kayu.

Fungsi telempong ini ialah mengulangi melodi dasar. Ada gong besar yang disebut "MONG" bernada C yang dipakai bersama-sama dengan 2 buah tetawak dan Mong yang menyelinginya. Gong dianggap mempunyai tenaga gaib sehingga pantang dilangkahi dan pada puntilnya sebelah dalam disapukan kapur. Gong Melayu terbuat dari gangsa dan berbusut. Gong yang tidak berbusut (gong ceper) menunjukkan pengaruh budaya Siam atau Cina. Canang sebangsa gong kecil untuk memanggil orang. Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini digunakan untuk alat musik tradisional.

Lain halnya dengan Gong Berantea yang sering diceritakan oleh orang tua-tua terdahulu di Wilayah Kedepatian Tigo Luhah Tanjung Tanah Kemendapoan Seleman (sekarang Kecamatan Danau Kerinci), Gonh ini menurut cerita, berada disekitas larik dalam Dusun Tanjung Tanah, tepatnya diarah menuju Tanggit atau sekubon dusun tersebut.

Kunon katanya, menurut DR. (Hc) Yusuf Sagoro (2019) "Anggota DPRD Kabupaten Kerinci Zaman Orde Baru dan sekaligus Tokoh Masyarakat Desa Simpang Empat Tanjung Tanah Kecamatan Danau Kerinci, yang akrab disapa Zu Usot, ia menyebutkan bahwa kenapa dinamakan Gonh Berantea "Gong Berantai". 

Karena dikala Gonh Berantea "Gong Berantai" ini berbunyi..!, seolah-olah ada orang yang memainkannya atau memukulnya, dimana bunyinya pun tidak putus-putus (sambung menyambung) atau dengan irama bunyi yang disertai dengan gesekan rantai nan merdu, bahkan sampai berulang-ulang. Dan Gonh Berantea "Gong Berantai" ini berbunyi di waktu-waktu tertentu, misalkan ada perhelatan akbar dalam negeri seperti Kenduhi SKAO, ada Depati atau Raja yang meninggal, atau negeri dalam kondisi kekacauan "Paneah atau Panas" Bahasa Dusun Tanjung Tanah Kecamatan Danau Kerinci Kabupaten Kerinci.

Cerita ini sudah berabad-abad lamanya, sering diceritakan oleh para leluhur Dusun Tanjung Tanah lebih-lebih diwaktu Kenduri SKO, mengingat, Kenduri SKO di Wilayah Kedepatian Tigo Luhah Tanjung Tanah Kecamatan Danau Kerinci sebetar lagi akan dilaksanakan, setelah lima tahun lalu. Itu tergantung kepada petinggi dalam wilayah ini untuk jeli dan peka mengungkap misteri ini. Apakah menunggu Ulil Kuzok Jilid II...?, yang sebelum ini sudah berhasil menemukan KUUTT yang ditulis 700th silam. Dalam menanggapi sesuatu kita tidak boleh menghukumnya dengan menghadirkan atau mendatangkan  ahli-ahli arkiologi untuk meneliti keberadaan, fakta atau tidak masalah Misteri Tanggit ini "Kalu ini masih berlaku"..!! Jelas intelektual masyarakat bisa diukur oleh orang lain.

Saya yakin dan percaya, apa yang dibicarakan serta diceritakan oleh banyak orang memang benar terdapat dalam SKO. Jangan pernah sinis, kalau generasi sekarang masih sinis terhadap keberadaan Gonh Berantea "Gong Berantai", yang ada di Tanggit tersebut, mustahil SKO yang selama ini belum terungkap akan kembali ke pangkuan kita sebagai pewaris atau estapet dari leluhur terdahulu, lanjutnya Anggota DPRD 2 periode ini.

Tanggit lebih identik istilah Tangga yang mengarah ke sekubon di Dusun Tanjung Tanah, kalau dikaitkan dengan Bahasa Indonesia Tanggit sama halnya dengan tingkat, kaliber, peringkat, ambang, susun, tajuk, kelas, kadar, kedudukan, jenjang, dan pangkat.

Dahulu ditanggit ini terdapat sungai yang mengalir dari arah Ambai, Cupak, Simpang Empat terus ke Tanjung Tanah (sekitaran tebing dibawah tanggit tersebut) atau melewati depan rumah Depati Talam saat ini.

Kemungkinan Sungai ini dialih jalurnya sekitar tahun 1930 oleh Dusun tersebut. Menurut cerita orang tua terdahulu, di Tanggit ini ada tersimpan kandungan emas yang ukurannya mencapai sebesar kuda. Primif katanya, untuk mendapatkan emas tersebut haruslah menyiapkan, menyajikan atau mempersembahkan sesuatu untuk bangsa lelembut, persembahan tersebut sering disebut berupa tumbal. Tumbal ini digunakan untuk menghadiahkan kepada bangsa lelembut berupa anak perempuan bunting pertama serta dengan syarat harus menyekutukannya dan harus dilakukan dengan cara ritual khusus.

Sebenaarnya ritual mempersembahkan tumbal atau sesajen kepada makhuk halus atau jin yang dianggap sebagai penunggu atau penguasa tempat keramat tertentu adalah kebiasaan syirik yaitu menyekutukan Allah ta'ala dengan makhluk yang sudah berlangsung turun-temurun di masyarakat kita. 

Mereka meyakini makhluk halus tersebut memiliki kemampuan untuk memberikan kebaikan atau menimpakan malapetaka kepada siapa saja, sehingga dengan mempersembahkan tumbal atau sesajen mereka berharap dapat meredam kemarahan makhluk halus itu dan agar segala permohonan mereka dipenuhinya. Kebiasaan ini sudah ada sejak zaman jahiliyah sebelum Allah ta'ala mengutus RasulNya shallallahu 'alaihi wasallam untuk menegakkan tauhid dan memerangi kesyirikan dengan segala bentuknya.

Allah ta'ala berfirman, "Dan bahwasanya ada beberapa orang dari kalangan manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari kalangan jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan." (QS. Al-Jin: 6).

Artinya, orang-orang di zaman Jahiliyah meminta perlindungan kepada para jin dengan mempersembahkan ibadah dan penghambaan diri kepada para jin tersebut, seperti menyembelih hewan kurban sebagai tumbal, bernadzar, meminta pertolongan dan lain-lain. (Lihat kitab Tafsir Ibnu Katsir 4/550, Taisiirul Kariimir Rahmaan hal. 890, at-Tamhiid Li Syarhi Kitaabit Tauhiid hal. 317 dan kitab Hum Laisu Bisyai' hal. 4).

Syaikh Abdurrahman As-Sa'di berkata, "Jin (syaitan) mendapatkan kesenangan dengan manusia menaatinya, menyembahnya, mengagungkannya

dan berlindung kepadanya (berbuat syirik dan kufur kepada Allah ta'ala). Sedangkan manusia mendapatkan kesenangan dengan dipenuhi dan tercapainya keinginannya dengan sebab bantuan dari para jin untuk memuaskan keinginannya. Maka, orang yang menghambakan diri pada jin, sebagai imbalannya jin tersebut akan membantunya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya." (Lihat kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan hal. 273).

Sedangkan sakubon merupakan suatu tempat pemakaman atau pandan pekuburan masyarakat Dusun Tanjung Tanah, yang berada dikawasan asal mula munculnya nama Dusun Tanjung Tanah, yaitu Tanjung atau tanah yang mengarah atau menjorok dalam kearah Danau Kerinci.

Bisa dipercaya bisa tidak..!!, namun pada dimensi waktu Gonh Barantea ini memang wajib dipercaya, kenapa tidak..!, gonh barantea yang sering didengar oleh masyarakat Wilayah Kedepatian Tigo Luhah Tanjung Tanah Kemendapoan Seleman (sekarang Kecamatan Danau Kerinci) ini bukanlah gonh sembarangan, melainkan gong misteri, gonh ini berada dialam gaib "mistik" yang muncul seketika dikala dusun dalam keadaan darurat maupun dilanda musibah serta maksiak.

Di kala dusun dalam Keadaan darurat atau dahulu dikenal sebagai staat van oorlog en beleg (SOB) atau disebut sebagai state of emergency adalah suatu pernyataan dari pemuka masyarakat yang bisa mengubah fungsi-fungsi pemerintahan, adat, tatanan kehidupan, keadaan ini muncul pada masa bencana alam, kerusuhan sipil, atau setelah ada pernyataan perang atau kondisi masyarakat dusun dalam keadaan sukar (sulit) yang tidak tersangkasangka (dalam bahaya, kelaparan, dan sebagainya) yang memerlukan penanggulangan segera, dan atau banyak kegiatan maksiak yang dilakukan dalam dusun. Tanpa disadari oleh masyarakat dusun, gonh ini berbunyi dengan sendirinya yang disertai dengan irama rantai yang keras, tapi samar-samar.

Yang tidak masuk akal lagi, disaat gonh ini berbunyi hanya orang yang berada dikejauhan atau jaraknya jauh dari tempat tersebut yang bisa mendengar bunyinya. Anehnya kenapa orang terdekat atau tinggal disekitar tempat gonh itu berada tidak pernah mendengar bunyi apapun?, apalagi bunyi gonh yang disertai dengan bunyi rantai. Untuk hal yang satu ini hanya Allah SWT yang maha mengetahuinya. Mungkin saja ini adalah titipan sang khalik terhadap Dusun bertuah yang memiliki Naskah Melayu Tertua di Dunia dan menjadi bukti sejarah yang besar di Alam Kerinci.

Kunon ceritanya, gonh ini juga sentar bunyinya diwaktu Wilayah Kedepatian Tigo Luhah Tanjung Tanah Kemendapoan Seleman (sekarang Kecamatan Danau Kerinci) ini akan melaksanakan perhelatan Kenduri SKO "SKAO". Gonh ini berbunyi slalu disertai dengan bunyi rantai dan tidak sedikit orang yang mendengarnya. Mari Kita Jawab Bersama Kebenarannya...??.

Setiap orang ada masanya, setiap masa pasti ada orangnya, motivasi inilah yang wajib dipegang teguh oleh generasi sekarang, agar warisan leluhur tidak jatuh dan klaim orang lain. Sebelum terlambat, masih ada harapan untuk menuju terang. Adat Tangga Bertakah Naik, Berjenjang Turun, tidak dihimpun pada zaman dahulu, zaman sekarang kita jadikan pembuktian "bahwa kita bisa menyelamatkan warisan leluhur". Tanpa harus berpangku tangan ke orang lain, (dalimisaid).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun